[10] Ketahuan
"Yeol?"
Chanyeol bangun dari atas badan gue dengan wajah panik sekaligus terburu-buru. Beruntungnya, gerakan dia lebih cepat dari kehadiran Lay yang menuju ruangan ini.
"O-oh? Udah dateng lo?" Chanyeol mengusap tengkuknya. Gue sedikit meringis melihat dahi Chanyeol yang sedikit banyak keringatnya, takut-takut Lay bakal curiga.
Gue masih dalam posisi dibawah, tapi udah duduk sambil mendengarkan mereka berdua berbincang. Gue bisa menyembunyikan muka panik gue dibalik sofa besarnya Chanyeol.
Gue bisa mendengar suara derap langkah kaki dari sini. Saat itu juga gue memutuskan untuk menunjukkan keberadaan gue dengan berdiri sambil tersenyum ke arah Lay yang sedikit terkejut lihat gue yang ada di sini.
"Ra? Kamu di sini?" Lay menunjuk gue sambil membalas senyuman gue. Gue mengangguk gugup. "Iya, Lay. Aku lagi ngerjain tugas sama Chanyeol," gue melirik tajam ke arah cowok bertubuh tinggi di samping gue saat gue menyebut nama 'Chanyeol.'
Chanyeol berdehem pelan. Terus dia langsung ngasih flash disk yang ada di atas sofa ke Lay, yang gue nggak tahu untuk apa flash disknya. "Masih nyimpen aja lo, yeol. Kira gue udah ilang," kata Lay mengambil benda itu.
"Yah, gimana mau ilang, orang lo selalu ngancem buat nyantet gue kalo ini ilang."
Gue penasaran isinya apa.
Setelahnya gue langsung mendengus mendengar kedua cowok bertubuh besar itu saling berbincang dengan topik yang sama sekali gue nggak ngerti maksudnya, karena mereka bicara cepet banget dan kata-katanya bisa mencerminkan kalo mereka itu lagi melepas rindu karena udah lama nggak ketemu.
Gue akhirnya memutuskan untuk angkat bicara. "Kacang sekarang harganya udah mahal, ya?"
Lay langsung berhenti bicara dan natap gue. Begitupun Chanyeol. Bedanya, Chanyeol natap gue dengan tajam dan juga dengusan dari mulutnya.
"Ganggu aja anjing lo, Lay."
Sialan! Dikata anjing gue!
Gue langsung melotot ke arah Chanyeol. "Mati aja lo!"
Lay ketawa, "Ssttt, Rara. Cewek kok ngomongnya gitu. Kamu udah bete, ya? Yaudah, udah selesai belum tugasnya? Kita jalan-jalan," kata Lay.
Gue mengangguk cepat. "Udah kok, udah selesai. Males juga di sini malah ketemu sama manusia bertelinga lebar," gue melirik ke arah Chanyeol dan memberikan tatapan tajam ke dia.
Chanyeol berdiri dan mandang gue dengan tatapan benci. "Lay anjing lo asu banget! Kok mau, sih lo sama titisan dugong kayak dia?"
Kampret!
"LAY, IH! AKU DIHUJAT, LAY! BODO GUE MINGGAT!" ngeselin juga lama-lama jelmaan Chanyeol ini.
Ternyata bener. Chanyeol ini memang benar-benar beda 180 derajat dari Chanyeol suami gue.
Gue menghentakkan kaki gue dan menjambak rambut Chanyeol yang sedikit keriting dengan keras. Bodo amat dia kesakitan apa nggak. Mati aja biarin, kesel gue!
"Sakit bangsat! Lay! Aduh, Lay! Anjing lo, nih, Lay!"
Lay menarik-narik tangan gue supaya gue sedikit menjauh dari Chanyeol. "Rara! Udah! Gue marah, nih!"
Hah, mampus.
Lay kalo udah make gue-lo itu bikin gue takut setengah mati. Dia emang nggak pernah marah, tapi kalo cara bicaranya udah berubah, gue tahu kalo itu adalah sebuah keharusan yang nggak boleh gue lakuin.
Masih bisa hidup ternyata manusia caplang itu.
Kalo nggak, mungkin udah tinggal nama besok.
Gue melepaskan jambakan itu dan menjauh. "Awas lo, ya! Ketemu lagi gue seleding!"
Lay membawa gue menjauh dari sana dan gue masih bisa melihat muka menyebalkan Chanyeol dari sini.
Ingetin gue buat santet dia.
🏃🏃🏃
"Tadi ke rumah Cendol cuma buat ngambil flash disk?" Tanya gue saat mobil udah jalan.
Lay menoleh ke gue dengan kekehan geli. "Benci banget kayaknya sama Chanyeol sampe namanya diganti cendol," kata dia.
Gue mendecak kecil sambil membuang muka. "Tau nggak, sih, Lay? Dia itu kayak om-om, pernah ngancem pengen ci-" gue segera menutup mulut biadab gue rapat-rapat saat gue tersadar kalo ucapan itu nggak seharusnya keluar di depan Lay.
Sialan! Kalo Lay tahu bisa gawat. Lagian kalo dia tahu, gue nggak mau hubungan Lay sama Chanyeol jadi berantakan cuman karena gue kasih tahu kalo Chanyeol pernah ngancem pengen cium gue.
Gue mencoba mencari-cari kata yang pas untuk mengganti kalimat sialan yang hampir aja keluar dari mulut gue.
"Ci?" Tanya Lay dengan nada ingin tahu.
Gue harus jawab apa, nih?
Saat itu juga, gue dapat pencahayaan entah darimana dengan kata-kata itu terlintas di otak gue.
"Ci- cipokan! Iya, cipokan!" Kata gue cepat diselingi dengan umpatan-umpatan dalam hati karena menggunakan kata laknat yang tentunya semakin memperparah situasi menegangkan ini.
Kampret, ya! Kenapa malah kata laknat itu yang keluar?
Lay langsung menginjak pedal gas tiba-tiba dan menatap gue kaget. "Cipokan? Dia ngancem cipokan sama kamu?!"
Udah, lah. Nyerah gue.
"Nggak! Maksudnya dia ngancem mau cipokan sama Baekhyun. Padahal, mah bohongan doang," kata gue dengan keringat yang selalu muncul di dahi dan juga pelipis.
Gue nggak tahu udah berapa kali gue bohong sama Lay.
Lay mengangguk dan ber-oh ria santai.
Kenapa lo gini, sih, Lay? Lo emang dasarnya bego atau gak peka, sih sama kebohongan gue?
Kadang gue suka bingung. Setiap gue lagi bohong itu Lay sebenernya tau nggak, sih kalo gue ngomong nggak sesuai kenyataan?
Lay mengusap tangan gue. "Chanyeol emang ngeselin. Tapi kalo udah kenal pasti jadi asik, deh," kata dia menenangkan.
Cih, dia? Asik? Najis banget, muka kayak kanebo aja dibilang asik.
Gue cuma ngangguk cuek dan langsung mengernyit heran saat melihat mobil berjalan ke arah rumah Lay. "Mau ke rumah kamu, Lay?"
"Iya. Gapapa, kan? Jalan-jalannya batalin dulu, ya. Punggung aku pegel, tadi abis bantuin dosen," ringis dia kecil sambil mengusap punggungnya sebentar.
Gue menepuk puggungnya berulang kali.
Utututu, kasian manusia hot satu ini..
"Di rumah nggak ada orang. Temenin, ya?" Gue menoleh ke arah dia. Dan langsung senyum mendengar ucapan dia.
Bisa dibilang Lay punya trauma. Dia takut sendirian. Jadi dia harus selalu ditemenin kalo rumahnya kosong. Pokoknya dia takut berada di dalam ruangan cuma seorang diri aja.
Gue ngangguk. "Iya," jawab gue sambil merapihkan poninya yang sedikit menutupi dahinya.
🏃🏃🏃
"LAY! ITU MICINNYA KENAPA DITAMBAH LAGI?!!!"
Gue langsung mendorong tubuh Lay dari dekat kompor dan mengambil alih setoples micin dari tangannya.
Heran, kenapa dia kalo semua jenis makanan harus dikasih micin? Iya, sih nantinya bakal jadi enak. Tapi, kan nggak bagus juga kalo sering gitu.
Karena gue terlalu takut kalo nantinya Lay bakal nambah dongo. Kalo itu terjadi, udah gue sleding Lay beneran.
"Ih, yang! Kenapa dibuang micinnya?" Lay cemberut sambil menatap toples berisi micin yang udah gue buang ke tempat sampah.
Anak siapa, sih ini? Jiwa yadong gue muncul, kan!
Lagian, kok mama Lay gak ngelarang anaknya gadoin bumbu-bumbu macam gini, sih? Nggak takut nanti anaknya bakal kejang-kejang atau sinting apa?
Gue nggak berniat menjawab dia dan langsung menuang nasi goreng yang banyak itu ke atas piring. Emang dasaran anak gajah, makannya segede babon. Yah, sama kayak gue. Sekali makan 2 piring penuh.
"Nih! Makan!" Gue langsung melegang pergi dan duduk di depan dia sambil ngemilin kerupuk.
Lay nyuap nasi gorengnya ke mulut dia dan natap gue. "Kamu nggak makan?" Tanya dia.
Gue menggeleng.
Setelahnya dia makan sambil nanya-nanya hal yang nggak penting ke gue tapi tetep gue jawab. Dan kadang juga gue minta suap demi suap nasi goreng punya dia.
Emang dasaran perut guenya kayak kaleng. Bilangnya nggak makan tapi malah diembat juga.
Sehabis Lay makan, dia langsung naik ke atas kamarnya dan tinggallah gue sendiri di sini sambil nyuci piring makan bekas dia dan merapihkan meja makan.
Kalo dia udah masuk ke kamar, itu artinya hari ini kita nggak bakal keluar jalan. Soalnya Lay itu kalo udah ketemu kasur nggak bisa bangun lagi. Lo pada juga gitu, kan?
Gue masuk ke kamar dia dan saat gue udah di dalam, gue dikejutkan dengan makhluk besar yang nggak berpakaian lagi tiduran terlentang sambil senyum smirk ke gue.
Aduh.
Gue kejang-kejang, bye!
Bilangin ke Chanyeol EXO gue lagi kejang-kejang karena ngeliat sosok cowok ganteng yang brengsek ini! Bilangin juga jangan nyari istri baru kalo misalnya gue mati duluan.
Kok jadinya serem, sih gue mati duluan?
Tapi harus banget apa, ya mukanya kayak gitu? Jadi berpikiran ambigu, kan guenya ngeliat muka dia!
"Ap-apa?!" Gue jalan ke arah meja nakas dia dan ngambil charger buat gue pake di hand phone.
Gue bisa merasakan tatapan yang sedang Lay berikan ke gue daritadi. Mulai dari awal gue masuk, sampe jalan ke meja.
Brengsek! Jiwa yadong gue bangkit.
"Raaa! Ngantuk!" Lay memasang muka puppy eyesnya di depan gue sambil narik-narik pinggang gue. Jantung gue berdetak nggak karuan ngeliat badan bagian atas dia terekspos dengan jelas di mata gue.
SIALAN!
Padahal gue udah sering liat dia telanjang dada kayak gini. Tapi kenapa gue bawaannya selalu pengen nerkam dia, sih?
Tahan, ra, tahan.
Lay semakin menarik badan gue yang mengakibatkan badan gue tumbang ke samping kirinya Lay. Posisi gue sekarang tiduran tengkurap dengan lengan Lay yang jadi bantalnya.
Gue mendecak dan natap muka dia. "Ngantuk, ya tinggal tidur! Susah banget!" Omel gue.
Sialan banget. Ini dada dia bener-bener ada di depan muka gue. Gue harus ngapain? Depan gue badan dia, belakang gue dibawahnya udah ketemu lantai, masa gue harus ke atas merayap kayak spider man?
"Galak," protes dia yang langsung membawa gue ke dalam pelukannya.
Nghh, ini muka gue nempel ke dada dia ini. Wanginya, ya gusti ini cowok. Make apaan, sih? Minyak nyong-nyong?
"Lay, pengap.." Gue bisa merasakan jantung gue yang cepat banget berdetak. Entah karena terlalu pengap, atau karena gue berhadapan langsung dengan dada bidang dia.
Please, ini gue boleh nerkam dia nggak, sih?
Lay tetap dalam posisinya dan masih mengkurung gue dalam dekapannya. Hangat, sih, tapi gue nggak tahan sama badan dia.
Lay sedikit menjauhkan muka gue dengan dada dia -yang bikin gue menghela nafas lega- dan natap gue.
"Cium jangan?" Tanya dia sambil mengernyitkan dahinya.
Ya elah, biasanya juga kalo cium gue langsung nyosor.
Gue memutar bola mata malas, berniat untuk mencibir sebelum akhirnya gue merasakan benda hangat itu menyentuh bibir gue.
Gue memejamkan mata, dan merasakan rasa hangat yang disalurkan Lay ke gue.
Dan tiba-tiba aja pintu kamar ini terbuka secara tiba-tiba yang membuat kami berdua saling menjauh.
"Eh, lagi momen enaknya, ya? Maaf, deh, mama ganggu. Lanjutin aja lanjutin. Lama juga gapapa. Kasih cucu, ya besok," Mama Lay tersenyum aneh dan langsung keluar lagi.
Hnghh, mampus, kan ketahuan.
-TBC-
Always vote + comment ❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top