13-Crossing

Hari-hariku memang sudah cenderung lebih tenang.

Gossip itu menguap dengan sendirinya seiring banyaknya akun gossip yang tiba-tiba diretas---dan aku cukup tahu siapa pelakunya.

Apalagi muncul desas-desus baru kalau aku sedang menjalin hubungan dengan pria yang lebih muda. Pria yang menjemputku pulang kantor seminggu lalu.

Tampaknya mengetahui bahwa aku 'menjalin hubungan' dengan pria yang lebih muda, sedikit lebih menarik daripada isu bahwa aku adalah pelakor.

Masih ada juga sih yang bermulut pedas menyindir bahwa aku putus asa sehingga memacari daun muda.

Yah terserah mereka saja. Toh aku tidak terlalu ambil pusing. Pekerjaan yang banyak dan proyek iklan ini itu membuatku terdistraksi dari hal-hal remeh seperti ini.

Tapi bagaimanapun, semua ini tidak selesai dengan mudah tanpa bantuan Mas Driver.

Aku jadi memikirkan Mas Driver.

Sungguh, aku merasa banyak dibantu olehnya. Justru sebaliknya, aku merasa tidak bisa berterima kasih dengan pantas.

Kepergiannya dari apartment ku-- kemungkinan itu adalah untuk kali terakhir kita bertemu-- menyisakan ruang kosong.

Tidak. Aku tidak mempunyai perasaan sentimentil kepadanya. Ini murni karena aku merasa harusnya kita tidak mengakhiri seperti itu.

Lalu Syahdan...

Yah anggap saja dia benar-benar menyanggupi untuk tidak berdua saja denganku. Tapi dia masih sering mengirim pesan. Sekedar mengucapkan selamat malam atau ngobrol ringan denganku.

Jujur saja, jika ini terjadi beberapa minggu lalu atau saat kita baru putus, aku akan sangat senang menerima pesan sebaris dua baris saja darinya. Berharap dengan pasti masih ada jalan bagi kami kembali.

Tapi beberapa hari ini, rasanya hampa. Pesan dari Syahdan tampak terbaca biasa saja.

Mungkin terkesan denial, tapi aku nggak mau berpikir macam-macam tentang penyebab kenapa jadi seperti itu.

Yah, anggap saja mungkin aku sudah ikhlas dengan Syahdan.

Aku mengirim beberapa email dan file. Mengerjakan ilustrasi, lalu kemudian tatapanku terpaku pada halaman pencari website.

Tiba-tiba tanganku mulai mengetik dan mengklik. Mengetik kata Tesla Cons. Mengklik beberapa halaman yang berhubungan.

Sialnya, tidak banyak informasi tentang mereka.

Aku merutuk. Dua kali berhubungan, bahkan terakhir bertemu, aku tidak menanyakan apapun tentang informasi pribadinya! Hei, kadang aku bisa sangat bodoh.

Hanya beberapa baris kalimat informasi seperti terdiri dari lima orang anggota yang memiliki spesialisasi di bidang permainan dan strategi. Hanya ada nama, tanpa latar belakang.

Setidaknya ada beberapa nama.

Lilo "Stitchy". Ernest "KokoKiller". Samuel "FlyingX". Arghya "119". Arshan "Guerrilla".

Emangnya kalau nge game harus ada nama panggilannya? Ini sedikit mengingatkanku pada applikasi chatting jaman dahulu. Buatku ini agak bikin geli.

Aku membaca beberapa berita dari mereka.

Hal fenomenal dari mereka dalam dunia esport adalah mereka pernah menciptakan strategi otentik untuk mengalahkan tim lawan, yang kemudian ditiru tim-tim lain.Juga beberapa taktik yang bisa dibilang 'curang' tapi legal.

Namun akhirnya seorang dari mereka keluar setelah kemenangan pertandingan internasional mereka yang pertama. Seorang lagi tewas dalam suatu kejadian penganiyaan.

Wow. Itu tadi sedikit mencengangkan. Penganiyayaan?

Aku mencari berita yang terkait dengan penganiyaan itu. Aku berhasil menemukan beberapa artikel terkait.

Pertengkaran yang melibatkan sekelompok geng motor. Korbannya tewas. Korbannya adalah salah satu nama dalam kelompok Tesla Cons.

Reflek aku menutup mulut. Antara ngeri dan prihatin. Apalagi hal tersebut terjadi pada orang-orang sekitar Mas Driver.

Aku merasa simpati kepadanya.

Aku menghela nafas. Merasa sesak untuk meneruskan. Lalu mencari nama-nama lainnya di berbagai media sosial.

Setengah jam aku mencari, hanya menemukan akun milik Lilo, yang jelas bukan si Mas Driver.

Sepertinya yang lainnya bahkan tidak membuat akun di media sosial.

Yang benar saja. Atlet Electronic Sport, jago hacking, tapi tidak punya akun media sosial?

Aku semakin tidak menemukan informasi apapun.

Walaupun dalam beberapa halaman situs game dalam dan luar memuat gambar mereka. Itu satu-satunya petunjukku.

Ada beberapa foto Mas Driver yang sedang bertanding. Dengan wajah yang jauh lebih muda. Seperti anak SMA. Salah satunya di artikel luar negeri.

10 Hottest Notable Esport Players that You Should Date.

Sepuluh pemain esport menarik yang harus diajak kencan

Dia bisa masuk ke artikel dengan judul seduktif seperti itu. Ini pengakuan internasional.

Dan aku pernah berkencan dengannya.

Dia menempati nomer empat. Lagi-lagi tidak banyak informasi yang di dapat dari artikel itu. Hanya ke 'misteriusan' nya bisa menambah pesona keseksiannya. Apalagi mempunyai wajah baby-face yang justru membuat beberapa wanita bertekuk lutut; alegoris maupun harafiah.

Aku hampir tersedak udara di kalimat terakhir.
Bukan aku yang bilang. Itu kata artikelnya.
Walau aku, yah, setuju.Pikiranku mau nggak mau berbuat mesum.

Apa benar aku kemarin-kemarin itu tidur dengan anak di bawah umur? Bisa dipidana nggak sih?

"Mas nggak usah jemput. Aku kesana naik taxol* aja. Iya nanti malah Mas kejebak macet."

Aku masih membaca ketika aku melihat Zania buru-buru masuk dengan panik sembari mematikan telepon. Ia lalu membereskan barang-barangnya.

"Kenapa Zan?" Aku berdiri menghampirinya. Dia mengusap sedikit air matanya.

"Ayahku," Zania berusaha mengontrol suaranya "hari ini jatuh dari kamar mandi. Sekarang di rumah sakit."

Aku terdiam. Ibu Zania sudah meninggal tahun lalu. Dia yang menjaga Ayahnya sekarang, makanya ia dan suaminya akhirnya membeli rumah dekat dengan rumah Ayahnya.

Aku lalu meraih kontakku "Ayo ke rumah sakit. RS mana?"

"Tapi Ran, kamu---"

"Kerjaanku sudah selesai. Aku juga belum ambil break. Ayo aku antar biar cepet." Aku segera membantu membereskan barang-barang Zania.

Zania berujar pelan, suaranya gemetar "Makasih Ran,"

"Udah nggak apa-apa. Ayo."
Aku tersenyum lemah. Zania orang baik. Sama siapapun. Orang yang paling objektif, dan aku orang yang beruntung karena sifatnya itu akhir-akhir ini.
************************

Aku menyerahkan air putih kemasan ke Zania yang duduk diam. Sekarang dia sudah agak tenang. Ayahnya sudah melewati masa-masa kritis. Untunglah tidak fatal.

Hanya saja, kemungkinan Ayah Zania terkena stroke.

"Makasih, Ran." Ujar Zania pelan. Aku duduk di sampingnya.

Kami sama-sama terdiam. Ada jeda panjang. Tapi kemudian Zania membuka pembicaraan.

"Itu... Yang digosipkan sama kamu apakah..."

"Iya." Aku memotong, lalu menghela nafas. Aku nggak tega membiarkan Zania bertanya hal tabu sekarang "Aku menjalin hubungan. Tapi bukan hubungan seperti pacaran. Katakan saja, ya, morning-after pill itu ada hubungannya dengan dia."

Zania mengangguk. Paham.

"Lalu sekarang kalian masih menjalin hubungan?" Tanya Zania. Aku menggeleng.

"Sejak awal nggak ada hubungan apapun." Hanya itu jawabanku. Zania terdiam. Bergelut dengan pikirannya.

"Lalu Syahdan, bagaimana perasaanmu sama dia sekarang?" Tanya Zania lagi. Aku menghela nafas. Bersandar.

"Gimana ya? Aku masih suka dia. Nggak mungkin kan bisa berubah gitu. Apalagi kami sudah lama menjalin hubungan. Lalu, ibaratnya ditinggal pas masih sangat sayang." Aku menoleh ke arah Zania. Manik kami bertemu "tapi lucunya, sekarang aku tidak merana. Aku... Ikhlas. Udah. Kayak ya sudah, nothing to lose."

Zania terkekeh kecil.

"Good on ya. Aku sampai mikir, kamu bisa move on nggak ya pas malam tunangannya si Syahdan. Kamu nangis gitu." Ujar Zania.

"Ih si Bunda ini. Perhatian banget deh." Celetukku, lalu terkikik "makasih ya Zan, selama ini kamu baik sama aku."

"Hahaha, nggak lah. Justru kamu yang baik sama orang. Ingat waktu pertama kali wawancara kerja? Aku lagi hamil tua waktu itu. Tapi kamu malah bantuin aku bawain file sama barang-barang. Nemenin sampai lantai atas." Zania menerawang, mengingat

"terus kamu juga sering kan, dulu makan sama janitor sepuh kita Pak Ridwan. Kalian makan berdua nasi kotak katering kantor. Nemenin beliau yang emang suka sendirian. Aku nggak pernah loh liat orang itu ngobrol lama sama orang. Kayak pilih-pilih. Tapi kalau sama kamu, kayak ngalir aja gitu."

Aku menyerngit. Pak Ridwan janitor yang sudah pensiun awal tahun lalu dan memilih balik ke kampung halamannya di Sleman.

Beliau bukannya pilih-pilih sih. Cuma memang beliau nggak bisa ngobrol saja. Kayak nunggu diajak dulu. Dan hanya beberapa orang yang melakukannya termasuk aku.

Tapi pujian Zania terlalu bagus. Aku cuma punya kecenderungan suka ngobrol. Hal-hal yang aku dapat ketika ikut event organizer waktu kuliah. Bukan karena aku baik.

Aku memandang ke ujung koridor. Ada suami Zania tergopoh-gopoh menuju ke arah kami.

Setelah menyapaku dan berterimakasih, aku pamit pulang. Zania berniat mengantarku ke depan, tapi aku bersikeras keluar sendirian.

Bau rumah sakit yang khas menusuk hidung ketika aku menuju pintu keluar. Lalu lalang jalur pasien seperti tak berhenti. Beberapa kali aku melihat pasien dengan segala kondisi dibawa oleh petugas medis.

Aku harus segera pulang dari sini.

Tapi dari arah pintu masuk, menuju ke IGD beberapa petugas membawa masuk beberapa orang dalam jumlah lebih dari lima mungkin. Di belakang mereka tampak beberapa orang juga mengikuti dengan panik.

Orang-orang menatap mereka. Tampak ngeri.

"Kenapa? Kenapa?"

"Kayaknya tawuran ya?"

"Itu banyak yang berdarah-darah."

"Ada yang kebacok tadi dadanya."

Kasak-kusuk orang-orang terdengar dari tempatku berdiri. Beberapa petugas medis menginstruksikan agar minggir. Reflek aku berjinjit diantara kerumunan. Melihat apa yang terjadi.

Lalu aku melihatnya, diantara sela-sela tubuh yang mengelilinginya. Tidak sadarkan diri, penuh darah. Luka menganga. Mataku terbelalak. Kakiku lemas.

Hal terakhir yang aku ingat adalah orang-orang memanggilku ketika aku mulai tak sadarkan diri
******************************

*Taxi online

Huahahahahahah udah ketebak kan?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top