Chapter 10
Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
IG @Benitobonita
*Demi kenyamanan pembaca di bawah 17 tahun, beberapa bagian di bab ini akan diunpublish pada 26 Maret 2019 dan hanya akan akan ada di novel.*
Suasana ruang tamu pada hari Minggu terasa tenang. Tessa yang mengenakan piama longgar, duduk di atas sofa, menekuk kedua kaki, dan bersandar pada bahu Dean.
Sama seperti tiap akhir pekan sebelumnya, mereka menghabiskan waktu hanya dengan bersantai dan menonton televisi. Kesehatan Tessa semakin membaik, seakan hal yang terus membuatnya mengantuk tidak lagi terlalu mengganggu wanita itu.
Sebuah iklan produk susu bayi memotong sinetron siang hari yang mengisahkan percintaan remaja SMA. Mata Tessa menatap iri ke arah bayi mungil yang menjadi bintang iklan. Wanita itu tanpa sadar menyentuh perutnya yang rata sambil menggigit bibir.
"Ada apa?"
Suara Dean membuat Tessa mendongak. Wanita itu menggeleng kecil sambil memaksakan senyum.
Wajah Dean menunjukkan perasaan curiga. Dia menjepit hidung istrinya, lalu menunduk dengan memicingkan mata. "Tessa …."
"Aku cuma mikir aja …." Tessa menggerakkan kepala untuk melepaskan capitan jari suaminya.
Dean menunggu Tessa melanjutkan perkataannya. Mata pria itu menatap istrinya dengan penuh selidik.
"Aku cuma mikir, kapan aku bisa hamil," bisik Tessa sambil membelai perutnya. "Kita sudah menikah hampir satu tahun, tapi aku …."
Mata Dean meredup. Pria itu memeluk istrinya, dan bertanya dengan nada lembut. "Tessa, tidak cukupkah hanya kita berdua?"
Iklan produk anak-anak kini tayang menggantikan acara sebelumnya. Pandangan Tessa beralih kepada layar televisi dengan tatapan sedih.
"Mas, aku ingin bisa menimang anakku sendiri …, mungkin sudah waktunya kita periksa ke dokter."
Tubuh Dean menegang seketika. Tanpa sadar cengkeraman pria itu menguat.
"Mas, sakit," protes Tessa sambil menggerakkan bahu.
"Ah, ma-maaf." Dean dengan wajah panik segera menurunkan tangan. "Apa kamu luka? Biar Mas lihat."
Dean bergerak cepat menarik kerah piama untuk memeriksa kulit istrinya. Ekspresinya berubah lega saat dia tidak melihat lebam di sana.
Pria itu kembali bersandar pada sofa dan menghela napas. "Tessa, kamu tahu, kan, bahwa aku tidak percaya dengan dokter. Aku tidak mau kita pergi ke rumah sakit."
"Tapi, Mas …."
Dean menepuk pelan kepala istrinya. "Percaya saja, kalau memang Yang Kuasa menghendaki kita memiliki keturunan, maka kita akan mendapatkannya tanpa harus berobat atau semacamnya."
Tessa terdiam. Suaminya lagi-lagi bertingkah seakan tidak menginginkan anak. Film kembali berlanjut. Namun, dia tidak terlalu tertarik untuk menonton dan memilih untuk melamun seperti apa anak mereka kelak.
*****
Langit semakin gelap. Dean memutuskan untuk mengakhiri acara santai mereka dengan mematikan televisi. Dia mengecup pipi istrinya sambil berbisik menggoda. "Paket baru dari toko onlinenya sudah sampai, kan, kemarin?"
Tessa yang masih bersandar pada bahu suaminya, merasakan wajahnya memerah seketika. Dean memiliki kegemaran membelikan dia berbagai jenis lingerie yang sangat memalukan untuk disebutkan.
"Mandilah dan pakai. Aku akan merapikan berkas-berkas untuk kerja besok, setelahnya aku akan menyusul ke kamar."
"Mas, i-itu …."
Dean memiringkan kepala sambil menyeringai. Mata pria itu berbinar seakan menahan tawa. "Apa?"
Pipi Tessa terasa panas. Dia tidak bisa menjelaskan bahwa pakaian tembus pandang berwarna putih yang dibeli suaminya memiliki bentuk yang terlalu aneh untuk dipakai, terbuka di bagian yang harusnya tertutup dan sebaliknya.
"Pakai atau aku yang akan memakaikannya," ancam Dean. Pria itu bangkit berdiri, lalu mengacak rambut Tessa."Awas kalau kamu belum siap saat aku kembali nanti."
"Mas, rambutku berantakan!" protes Tessa mendorong lengan suaminya.
Dean melepaskan istrinya. Dia berjalan keluar rumah untuk menuju mobil mereka sambil bersiul kecil.
Tessa menatap punggung suaminya yang menutup pintu rumah dengan jantung berdebar cepat. Setelah berhasil menepis khayalan liar yang akan mereka lakukan, wanita itu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
*****
Kondisi kamar tidur mereka remang-remang, hanya lampu dari teras yang menjadi sumber cahaya. Derit dari ranjang terdengar pelan saat sepasang insan yang berada di atasnya kembali bergerak.
Erangan lembut keluar dari bibir Tessa. Wanita itu memeluk erat suaminya. Gerakan berirama mereka semakin cepat sesuai dengan ritme jantungnya yang berdebar kencang.
Tessa berusaha mengambil napas dalam-dalam melalui mulut sebelum Dean menggigit pelan bibir istrinya untuk meredam teriakan kecil yang lepas setiap kali mereka selesai bercinta.
Tubuh Tessa menegang sejenak sebelum kembali rileks. Dean mengangkat kepala. Mata pria itu mengamati istrinya dengan penuh kasih.
Dean membelai pipi kiri Tessa sambil berbisik, "Tessa, aku benar-benar mencintaimu."
Tessa tidak dapat menjawab. Dia masih terlalu sibuk untuk mengatur napasnya yang memburu. Sebuah kecupan dirasakan pipi kanannya sebelum Dean bangkit dari atas tubuh istrinya, lalu duduk di sisi ranjang dan menyalakan lampu.
Tessa mengerjap seketika untuk menghalau sinar terang yang tiba-tiba menusuk mata, sedangkan Dean meraih cangkir teh yang telah disiapkan sebelumnya dan memberikan ke Tessa. "Minum, lalu istirahat."
Tessa menurut. Wanita itu meraih minuman yang selalu dibuat Dean setiap malam khusus untuk dirinya. Rasanya agak pahit, seperti obat. Namun, suaminya menolak menambahkan gula.
Agar tidak mimpi buruk, ucap Dean saat pertama kali dia membuatkan teh itu pada malam pertama mereka sebagai suami istri.
Dean tersenyum kecil ketika istrinya meneguk cairan cokelat bening itu hingga habis tidak tersisa. "Aku mandi dulu, ya."
Tessa mengangguk. Wanita itu membiarkan suaminya pergi membawa cangkir yang telah kosong, membuka kamar, dan melangkah keluar.
Biasanya Tessa akan langsung tertidur. Namun, hari ini, wanita itu teringat akan sekotak yogurt yang masih berada di kulkas dan menginginkannya.
Tessa segera bangkit dari ranjang, lalu mengganti lingerienya dengan piama yang nyaman. Suara debur air terdengar dari kamar mandi. Wanita itu membereskan ranjang, lalu melangkah menuju dapur.
*****
Cahaya dari dalam kulkas segera menyambut Tessa saat wanita itu membuka pintunya untuk mengambil yogurt yang dibeli tadi pagi. Akhir-akhir ini dia sangat menyukai minum itu.
Tangan Tessa meraih benda yang dia inginkan sebelum pandangannya tiba-tiba bertumbuk kepada sebuah robekan kertas aluminium, mirip bekas obat yang sepertinya terjatuh di antara sayur.
Kening Tessa berkerut kebingungan saat mengamati benda itu. Dean tidak menyukai obat-obatan baik herbal dan terlebih obat rumah sakit. Mereka hampir tidak menyimpan obat di dalam rumah.
"Enggak tidur?"
Suara Dean membuat Tessa terkesiap dan hampir menjatuhkan benda yang dipegangnya dengan tangan kiri. Pria itu ikut melihat ke arah sobekan kertas aluminium dan tiba-tiba berjalan cepat untuk menariknya.
"Kamu minum obat apa?" cecar Dean dengan nada tidak suka. Mata Dean menyipit curiga ke arah istrinya.
"Enggak, kok, Mas. Tadi ada di situ." Tessa menunjuk ke arah sayur bayam dan wortel yang berada di bagian terbawah kulkas. "Aku cuma mau ambil yogurt."
"Mungkin kecampur dari tukang sayur," ucap Dean dengan wajah lebih rileks. Dia langsung menginjak tempat sampah plastik yang berada di dekat wastafel, lalu membuang benda itu.
Tessa tidak menjawab. Instingnya merasa ada yang salah. Dia sudah membuka tutup kulkas beberapa kali. Namun, bekas potongan kertas aluminium itu tidak ada di sana.
Dean menoleh melalui balik bahu seakan menyadari istrinya sedang mengamatinya. "Ada apa?"
Mata Tessa mengerjap seketika. Tidak mungkin Dean memberikan obat secara diam-diam kepadanya, kan?
"Enggak, kenapa-kenapa, Mas." Wanita itu segera menggeleng. Dia sangat memuja Dean. Para tetangga pun sering memuji kemesraan mereka. Tidak mungkin suaminya melakukan hal-hal aneh kepadanya.
"Kamu mau meminum itu?" tanya Dean lagi sambil menunjuk yogurt yang masih dipegang oleh Tessa. "Cepat habiskan. Mas, mau buang sampah sekalian."
"Tapi, kan, tong sampahnya belum penuh," balas Tessa kebingungan.
"Jorok lihatnya." Dean berdiri sambil bersandar pada dinding.
Tessa segera menusuk sedotan, lalu meminumnya. Namun, mata wanita itu terus mengamati tempat sampah dengan perasaan tidak enak.
Dean mengambil kotak yogurt dari tangan Tessa saat dia mendengar suara kosong. Pria itu membuangnya ke dalam tong sampah kemudian mengikat plastik dan berjalan keluar. "Sikat gigi dan istirahat. Mas, akan menyusul."
Tessa mengangguk untuk menuju kamar mandi. Namun, pikirannya berada di tempat lain. Dia sempat membaca sebagian tulisan dari robekan kertas itu. Rasa penasaran membuat dirinya beritikad untuk pergi ke apotik saat suaminya pergi bekerja.
Pembaca yang baik hati, tolong tekan tanda bintang.^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top