Flashback 06

3 tahun kemudian, 09 Agustus 20**

Riku(13) bersama Akai Ryuu kini sedang berada di kantin kantor setelah melakukan latihan seperti biasa.

Namun ada yang berbeda dengan Riku hari ini, dia lebih banyak diam daripada biasanya. Bahkan di saat Deryn dan Redina membuat keributan, biasanya Riku akan menegur mereka bahkan pernah sampai menghukum mereka, tapi hari ini dia diam.

Akai Ryuu tentu merasa aneh kenapa Riku hari ini banyak diam, padahal kemarin dia masih normal bahkan Deryn dan Redina kemarin harus menerima hukuman menulis essay 50 lembar penuh.

"Kapten, apa kau sakit? Kau hari ini banyak diam daripada biasanya." tanya Shira yang jaraknya antara Riku berdekatan.

"Firasat ku tidak enak dan ini...mengarah ke kalian. Mungkin...salah satu antara kalian harus pergi." jawab Riku pelan tetapi masih bisa di dengar oleh mereka.

"Kapten pasti bercanda, pasti ini hanya rencana Kapten untuk menghukum Deryn dan Redina kan?" kata Teryce dengan sedikit tawa hambar, tetapi Riku hanya membalasnya dengan tatapan serius dengan sedikit sendu.

"Teryce-san, maaf harus mematahkan ekspetasi kalian semua tetapi firasat Kapten tidak bisa bohong. Jika dia berkata demikian, maka itulah yang akan terjadi." bagai di sambar petir di siang hari, seketika mereka diam dengan aura buruk.

"Maaf mengatakan hal ini, tetapi jika tidak....bisa saja kalian semua yang akan pergi termasuk aku mungkin." seketika hening melanda hingga walkie talkie milik Riku mengeluarkan suara.

"Akai Ryuu, harap ke ruang pertemuan sekarang, ganti."

"Di sini Akai Ryuu, perintah diterima, roger."

Mereka langsung meninggalkan makanan mereka dan pergi ke ruang pertemuan seperti apa yang di perintahkan.

Sesampainya di dalam, mereka melihat tidak hanya para Jendral saja namun juga ada beberapa tim elit lainnya.

"Ada apa ini Jendral?" tanya Riku mewakili.

"Ada misi besar untuk kalian dan kalian akan di kirim ke London lusa. Sebenarnya tanpa tim Akai Ryuu kita seharusnya bisa menghadapinya, tetapi beberapa mata-mata yang kami kirim ke sana mengatakan jika masalah ini lebih serius daripada yang kita duga." jelas Subaru dengan nada tegas dan juga serius.

"Jadi, Jendral memutuskan untuk mengirim Akai Ryuu sebagai bala bantuan? Atau mungkin sebagai tim utama misi kali ini?" tanya Riku yang tak kalah serius.

"Kalian akan jadi tim utama dan tugas utama kalian ada menghentikan perang di sana juga tugas tambahan adalah membebaskan sandera-sandera yang ada di markas mereka." jawab Leo.

"Jendral Takeshi, kau memimpin misi kali ini bersama Sersan Riku. Lalu untuk Akai Ryuu bisa di sini sebentar setelah bubar, yang lainnya bubar." mereka semua kecuali Akai Ryuu meninggalkan ruangan dan tinggal menyisakan Leo, Subaru dan Akai Ryuu saja.

"Misi tambahan untuk kalian, organisasi Bintang Hitam ada di sana dan tugas kalian adalah menangkapnya jika bisa hidup-hidup karena kita harus menggali informasi lebih lanjut." kata Leo begitu semuanya keluar.

"Apa pemimpinnya juga ada di sana?" tanya Grycellia.

"Sepertinya, kami tidak bisa tahu informasi lebih lanjut karena kebanyakan mata-mata yang kita kirim berhasil dibunuh atau tidak melakukan bunuh diri." Riku langsung mengeluarkan aura sihir yang benar-benar besar bahkan sampai satu wilayah militer merasakannya.

'Riku, kau marah?' batin Takeshi saat merasakan aura sihir Riku. Setiap Riku marah akan sesuatu, dia pasti akan mengeluarkan aura sihirnya.

"Tenanglah Kapten, kita bisa balas dendam nanti saat di sana." Riku mulai menghilangkan aura sihirnya dan dia berbalik.

"Kalau boleh tahu, di mana Shinta-san?" tanya Riku yang masih membelakangi yang lainnya.

"Dia baru akan berangkat ke negaranya, ada perang besar meletus di sana jadi dia harus kembali untuk membantu." hening dan tiba-tiba Riku menghilang dari tempat itu tanpa sepatah kata.

"Ada apa dengan Kapten kalian?" tanya Leo penasaran karena Riku sedikit berubah hari ini.

"Dia merasakan firasat buruk jadi mohon maklumin dia Jendral." jawab Shira menatap tempat terakhir di mana Riku berdiri.

Di tempat lain, Shinta yang baru saja selesai mengemas barang-barang miliknya tiba-tiba merasakan seseorang memeluknya dari belakang dan aura sihir yang sangat ia kenali.

"Riku-san?" gumam Shinta saat melihat tangan yang melingkar di lehernya.

"Shttt aku ingin seperti ini sebentar. Hari ini terlalu berat bagiku." Shinta memutar badannya dan membalas pelukan Riku.

Selama beberapa menit mereka berpelukan, Shinta dapat mendengar jika Riku sedang mengeluh hanya dari nafasnya saja.

"Kau...lelah?" tanyanya yang masih setia memeluk Riku.

"Aku....tidak sanggup lagi." hanya itu yang Riku katakan hingga beberapa menit berlalu lagi dan Riku pun melepas pelukan tersebut tetapi kepalanya ia letakkan di bahu Shinta.

"Kau...benar-benar ingin kembali ke negeri mu?" tanya dia pelan dengan kepala menghadap ke bawah.

"Mau bagaimana lagi, kakak ku juga sudah memanggil jadi ya...terpaksa aku harus kembali. Maafkan aku karena harus pulang secara tiba-tiba Riku-san." Riku menggeleng dan dia mengambil sesuatu dari katung celananya kemudian memberikannya pada Shinta.

"Aku melakukan hal ini pada perempuan, hanya padamu saja. Shira-nee tidak pernah aku perlakukan seperti ini, hanya kau satu-satunya perempuan itu. Jaga baik-baik." katanya memberikan sebuah gelang buatan tangan.

"Gelang? Serius ini kau yang membuatnya?" tanyanya memakai gelang tersebut.

Gelang manik hitam dengan permata biru yang terkenal sebagai Batu Kristal Air Suci, batu terlangka dan termahal di dunia, sebagai manik utama gelang itu dan juga manik elang yang merupakan hewan keberuntungan Shinta yang terletak di sebelah batu kristal.

"Ya, bukan hanya aku susun manual saja tapi beberapa sihirku aku simpan di sini jadi jika kau dalam bahaya aku bisa membantumu lewat gelang ini." kata Riku memegang kedua tangan Shinta.

"Kalau begitu berjanjilah satu hal padaku Riku." Riku menunggu lanjutan perkataan Shinta dan tiba-tiba tanpa peringatan, Shinta mencium tepat di bibirnya.

"Aku mencintaimu Nanase Riku, berjanjilah saat aku kembali dari negeriku dan pengembaraan ku, kita akan menikah dan hidup bersama dengan tenang seperti orang normal." ucapnya dengan mata serius.

Riku masih terdiam dan dia pun menyunggingkan senyuman manis kepada Shinta, "Pasti, setelah masalah ini semua selesai, kita akan menikah. Ini janji kita." mereka menautkan jari kelingking dan berpelukan kembali sebelum berpisah.

2 hari kemudian, Akai Ryuu bersama beberapa tim yang dikirim misi pun tiba di London setelah beberapa jam penerbangan. Mereka langsung di jemput oleh pihak tentara yang sudah ada di sana dan diantarkan ke tempat mereka akan menginap selama di London.

Setelah menata barang, mereka melakukan pertemuan di ruang rapat untuk membahas rencana.

"Jadi seperti yang kalian tahu jika tugas kita adalah menghentikan perang ini dan membebaskan sandera juga mendamaikan kedua pihak. Garis besar rencana sudah disampaikan kemarin malam lewat grup masing-masing, apa masih ada yang belum jelas?" kata Takeshi memulai rapat tersebut.

"Tidak ada." jawab semua orang yang ada di ruangan tersebut termasuk Akai Ryuu.

"Baiklah, rencana akan di mulai pukul 8 nanti. Sekarang bersiap dan saya tunggu di lapangan." mereka pun bubar untuk bersiap dan Takeshi berjalan ke lapangan tempat berkumpul.

"Otou-sama, aku dan Akai Ryuu ijin memisahkan diri." kata Riku begitu hanya dia, Akai Ryuu dan Takeshi saja yang berada di tempat itu.

"Apa ini berkaitan dengan organisasi itu?" tanyanya tanpa membalikkan badannya menghadap ke Akai Ryuu.

"Ya." singkat, padat dan jelas. Hening mewarnai sekitar mereka dan Takeshi mengangguk tanpa suara untuk menyetujui permintaan Riku.

"Bergerak sesuai apa yang kita rencanakan." Akai Ryuu bubar dan Takeshi yang masih terpaku di tempat ternyata diam-diam meneteskan air matanya.

"Hati-hati nak, Tou-san tidak bisa membantumu karena setelah misi ini selesai....kami akan langsung kembali ke Holymizu. Semoga tidak ada hal buruk terjadi padamu nak." gumamnya menghapus air mata yang sempat keluar dan kembali berjalan ke lapangan tempat berkumpul.

Sesuai apa yang direncanakan dan diperkirakan, Takeshi dan tim yang mendapatkan misi menghentikan perang itu berhasil menjalankan tugas mereka tanpa hambatan dan setelah 2 minggu di London, mereka pun kembali ke Holymizu.

Tanpa Akai Ryuu.

"Omedettou kalian sudah menjalankan misi besar walau beberapa anggota kita harus gugur. Sebagai penghargaan, kalian akan di naikan tingkat menjadi Laksamana dan cuti 1 bulan." kata Subaru saat tim tersebut sudah berada di Holymizu.

"Tapi Jendral, Akai Ryuu menghilang sejak kami akan berangkat 2 minggu lalu." kata salah satu prajurit. Takeshi hanya diam dan memberikan isyarat mata kepada Leo juga Subaru.

"Kami akan mengurusnya, sekali lagi selamat dan silahkan nikmati liburan kalian." semuanya bubar kecuali 3 orang, Takeshi, Leo dan Subaru.

"Jadi, apa yang terjadi pada mereka? Kenapa kalian tidak kembali bersama?" tanya Leo dengan nada serius.

"Mereka berpisah misi dan sudah 3 hari tiada kabar. Jejak sihir yang biasa mereka tinggalkan tiba-tiba menghilang tanpa tanda-tanda sedikitpun." jelas Takeshi dan dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

"Aku menemukan walkie talkie mereka di pinggir hutan sihir hitam di London, juga jejak rekam suara terakhir mereka di dalamnya." Takeshi memutarnya dan awalnya hanya suara gesekan air hujan dengan tanah hingga mereka mendengar suara Riku.

"Kau! Apa yang kau lakukan pada rekanku?!"

"Hahahaha jika kau ingin mengetahuinya, datanglah ke tempat rahasia kita sebelum pukul 12 malam nanti. See you my ex bff."

"Sh*t! *duar!"

"Jangan harap kau bisa menyelamatkan mereka Sersan dan kau tahu tidak? Pembunuh dari *bzztt adalah-*bzztt"

"Mati? Kurasa hanya ini yang bisa kita dapatkan sementara ini. Kami akan mengirimkan tim penyelamat ke sana." kata Subaru saat rekaman suara tersebut mati.

"Tolong selamatkan mereka terutama Riku. Dia putra kami yang sangat berharga selain kembarannya." ucap Takeshi menundukkan badannya 90°.

"Kami akan berusaha Takeshi, kau baik temui istrimu karena aku dengar jika 5 hari ini dia sakit." Takeshi pamit dan Leo tanpa banyak tindakan langsung menghubungi tim penyelamat untuk segera ke London mencari Akai Ryuu.

Setelah pamit, Takeshi langsung pulang dan saat sampai di rumah. Bukan sambutan hangat yang ia dapatkan, namun berita buruk dari dokter keluarganya, Tsuki.

"Tsuki-sensei, ada apa dengan istri ku?" tanyanya saat melihat Tsuki keluar dari kamar mereka berdua yang di lantai bawah.

"Maafkan aku Take-kun, tapi aku punya berita buruk. Sebelumnya, dimana anak bungsumu?" kata Tsuki.

"Dia...masih dalam misi. Ada apa dengan Rika? Tolong beritahukan saja Tsuki-sensei." Tsuki menepuk pundak Takeshi pelan dan membukakan pintu hingga terlihat sosok Rika yang hanya terbaring lemas di kasur dengan alat-alat medis yang menempel di tubuhnya.

"Dia terkena penyakit langka dan sampai sekarang belum ada obatnya, dia terkena...Muscle Majutsu Virus." benar-benar hari terburuk bagi Takeshi.

Pertama, anaknya menghilang tanpa jejak dan masih belum ditemukan walau sudah 3 hari berlalu. Kedua, istrinya mengidap penyakit langka dan bisa berpotensi menyebabkan kematian.

"Kau yang sabar Take-kun, ini semua pasti ada hikmahnya. Kau jangan mudah putus asa." Takeshi hanya diam menunduk di sebelah kasur dan air matanya mengalir, dia menangis tanpa suara.

Tsuki paham jika suasana hati Takeshi sedang buruk dan dia pamit untuk kembali ke rumah sakit tempatnya bekerja.

Pintu tertutup sepenuhnya dan tangisan pilu menggema hingga seisi rumah. Rey yang ada di kamarnya saja sampai mendengar tangisan tersebut yang sangat keras.

"Takeshi-sama...." Rey merasa kasihan dengan tuannya yang mengalami hari-hari yang buruk. Belum lagi tuan mudanya yang masih belum kembali.

Beberapa hari berlalu, di London lebih tepatnya, tim penyelamat yang masih ada di London mencari ke tempat terakhir Akai Ryuu sebelum menghilang.

"Bagaimana? Apa kalian menemukan sesuatu?" tanya salah satu anggota penyelamat.

"Nope. Kami tidak menemukan apapun." jawab anggota penyelamat lainnya.

"Hei! I found something in here!" teriak anggota yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kumpulan.

"Ini...tas dan barang-barang milik Akai Ryuu, bahkan kartu identitas mereka. Laporkan ke markas pusat dan bawa barang bukti ke tenda." ucap anggota yang sepertinya pemimpinnya.

"Yes sir." sesuai arahan mereka meletakkan barang-barang yang mereka temukan ke tenda yang mereka gunakan dan melaporkan ke markas pusat/kantor tentara sihir Holymizu.

"Apa?! Kalian tidak bercanda bukan?!" teriak Subaru yang menerima panggilan itu.

"Kami tidak berbohong Jendral Subaru, kami menemukan barang-barang mereka bahkan kartu identitas mereka ada di sana." Subaru duduk kembali ke kursinya dengan kasar.

Leo yang memperhatikan dari meja kerjanya hanya sweatdrop karena Subaru yang diluarnya tenang itu bisa menjadi bar-bar.

"Baiklah teruskan pencarian. Akan aku hubungi jika ada strategi baru dan jika menemukan sesuatu langsung hubungi kami." Subaru menutup panggilan telefon itu dan Leo pun bertanya.

"Apa yang mereka laporkan?" tanya Leo bermain dengan yoyo yang entah darimana ia dapatkan.

Subaru yang melihat tingkah terlewat santai rekannya sekaligus atasannya itu hanya sweatdrop dan membalas pertanyaannya, "Mereka menemukan barang-barang bahkan kartu identitas mereka tak jauh dari lokasi Takeshi menemukan walkie talkie mereka." jawab Subaru.

"Kita pergi ke sana diam-diam, jangan sampai ada yang tahu jika Akai Ryuu menghilang kecuali tim yang ke sana dan kita." Subaru setuju dan mereka berangkat ke London saat malam hari di mana tidak ramai orang-orang.

𝙽𝚎𝚡𝚝...

Yaho~Amy is back gyus^^

Perasaan chapter kemarin Amy bilang udah liburan, tapi kok ini udah mau masuk aja :')

Yahh sudah lah oh dan....chapter flashback akan selesai kalau tidak 1 mungkin 2, 3 chapter lagi.

Jaa ne minna~

10/07/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top