Flashback 04

Riku menatap mata laki-laki yang ada bersama Shira. Warna hanzel yang sedikit ada lingkaran hitam di pinggirnya itu sedikit membuat Riku seperti nostalgia terhadap seseorang, "Anata wa Deryn Flacy desu ka?" tanya Riku saat dia tersadar dari lamunannya.

"Sou boku wa Deryn Flancy desu. Yoroshiku ne Nanase-san." kata Deryn(7), mereka berdua bersalaman dan awal persahabatan mereka pun di mulai.

"Sokka, mina kenalkan ini temanku yang satu kelas denganku, Yuki dan Momo. Senpai ini teman-temanku, oh dan itu namanya Shira-san dan itu Deryn." kata Riku yang mulai mengakrabkan Yuki dan Momo kepada kelas tersebut dengan tujuan mengubah pola pikir anak-anak tersebut terhadap kelas lain.

'Riku-chan kau lebih cocok menjadi guru daripada seseorang dengan tangan yang berdarah. Seandainya saja takdirmu tidak membelenggu, Kaa-san pasti akan menyuruhmu kuliah setelah lulus dari sini.' batin Rika tersenyum senang, namun entah kenapa dadanya terasa nyeri.

'Huft....jangan sampai yang lain tahu.' Rika pamit untuk ke ruang guru dan para murid mengatakan hati-hati dan terima kasih kepada Rika.

'Okaa-sama?' Riku ternyata menyadari ada yang aneh dengan Rika tapi mendengar tawa dari anak-anak kelas, Riku langsung melupakannya sejenak.

Saat pulang sekolah, Riku kini sedang dalam perjalanan ke kantor tentara kerajaan bersama Takeshi. Di mobil, Riku masih memikirkan reaksi seperti kesakitan dari Rika hingga Takeshi mengajaknya mengobrol.

"Nee Riku, Tou-san dengar kau sudah jadi pengajar ya?" tanya Takeshi yang menghancurkan lamunan Riku.

"Hm? Oh ha'i...Okaa-sama yang mengajukannya ke kantor pusat. Padahal aku hanya ingin membantu satu kelas itu saja, kenapa aku dapat kartu pengajar." jawab Riku dan tak lama mereka pun sampai di kantor tentara sihir kerajaan.

Begitu turun dari mobil, Riku melihat dua siluet orang yang ia kenal. "Are? Itu kan..." Riku mendekat ke arah 2 orang yang nampaknya ia kenali.

"Shira-san? Deryn-san?" kata Riku saat di dekat orang itu dan ternyata itu Shira dan Deryn. Keduanya menoleh ke arah Riku dan jujur mereka terkejut kenapa Riku ada di tempat ini.

"Nanase-san? Kau kenapa ada di sini?" tanya Deryn dengan raut wajah terkejut dan heran.

"Ah itu aku prajurit pelatihan di sini, ayahku juga bekerja di sini. Kalian sendiri kenapa ada di sini?" kata Riku yang akhirnya berada di dekat mereka, Takeshi sendiri berjalan santai di belakang sembari menelepon seseorang.

"Kami akan mendaftar sebagai prajurit pelatihan. Kakekku menyuruhku untuk mendaftar." kata Shira.

"Kalau aku memang ingin mendaftar karena kehendak pribadi, juga demi ibuku. Riku-san ingin bertemu dengan Jenderal Besar Leo?" sambung Deryn.

"Sou desu, aku memang ingin bertemu dengannya untuk menanyakan pelatihan ku setelah ujian kenaikan tingkat. Nee Otou-sama apa aku bisa pergi dengan mereka?" tanya Riku dengan mata memohonnya kepada Takeshi yang kini sudah ada di belakangnya. Takeshi menatap mata itu dan tersenyum sebelum mengelus kepala Riku.

"Boleh, tapi hati-hati ya. Kalau sudah selesai latihan langsung pulang. Kau baru saja keluar dari rumah sakit jadi harus banyak istirahat." kata Takeshi lembut lalu ia pergi ke lapangan tembak untuk berlatih atau tidak melatih.

"Nee Riku-san, ano–" Riku langsung memotong kalimat Deryn karena tidak nyaman jika di panggil demikian.

"Riku, panggil aku Riku saja atau panggilan lain sesuka kalian selain panggilan formal. Kau mau tanya apa Deryn?" kata Riku ramah dan mereka berjalan ke kantor untuk bertemu Leo.

"Em Riku, ku dengar kau itu di jauhi oleh teman-temanmu ya?" tanya Deryn dengan perasaan tidak enak. Riku tersenyum sebelum menjawab dengan tanpa adanya beban.

"Sudah biasa, aku bahkan pernah di musuhi satu sekolah. Kalian tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja." jawab Riku dengan nada biasa seperti bukan masalah besar.

"Kau jangan-jangan anak yang sering di panggil monster itu ya?" tebak Deryn dan Shira langsung memukul Deryn karena tidak sopan.

"Deryn! Jangan asal bicara!" Riku tertawa dan itu membuat keduanya kebingungan.

"Ittai yo Onee-san." keluh Deryn dan Riku masih tertawa karena menurutnya tingkah Deryn seperti balita.

"Daijoubu Shira-san, ya itu aku. Aku tidak tersinggung kok. They don't know what I've been going through until now, so let them do whatever they want." Shira menatap Riku tidak percaya dan dia menepuk-nepuk pundak Riku, tanda apresiasi.

"Kau pasti mengalami masa-masa yang sulit ya? Bukan hal yang mudah untuk membiasakan diri dari ejekan orang-orang." jawab Shira mengabaikan Deryn yang kini menatap heran dua orang yang lebih tua dari dirinya.

"I don't care how they think about me. The important thing is how to silence them later." kata Riku memunculkan tekad di matanya.

"Yeah you're right, we need to silence them later."

"Sou desu." keduanya tersenyum dan ya, Deryn masih bingung dengan apa yang keduanya bicarakan pun menanyakannya, "Kalian bisa bahasa alien?" tanya Deryn dengan wajah polosnya.

"Eh tidak ya." jawab Riku dan dia bingung kenapa Deryn menyebut bahasa Inggris dengan sebutan bahasa alien. Shira yang paham keadaan langsung meluruskannya.

"Dia tidak paham bahasa Inggris dan menyebutnya sebagai bahasa alien. Padahal dia bahasa Rusia tahu lho." kata Shira merangkul Deryn yang kini ada di sebelahnya.

"Nani? Bagaimana bisa?" Riku tentu terkejut karena menurutnya jika dibandingkan, bahasa Rusia lebih sulit di pelajari daripada bahasa Inggris

"Entahlah." Shira mengangkat bahunya dan Deryn masih dalam keadaan linglung juga kesal.

"Hei, kalian tadi bicara apa? Beritahu dong." pinta Deryn menggoyangkan tangan Riku seperti anak kecil yang meminta di belikan mainan.

"Bukan hal yang penting." kata Shira dan Deryn melepaskan tangannya dari tangan Riku lalu menyilangkan tangannya di depan dada dan menggembungkan pipinya, "Humph." Deryn meninggalkan keduanya begitu saja dan yang di tinggal hanya bisa menggeleng karena tingkah Deryn. Setelah menaiki lift dan mencari ruangan Leo, mereka pun masuk setelah diizinkan masuk.

"Riku-kun, hisashiburi. Omae genki desu ka?" kata Leo yang sedang duduk di kursinya.

"Ha'i genki desu, ano Jenderal Besar ada yang ingin saya tanyakan." jawab Riku berdiri dengan sikap sempurna di hadapan Leo.

"Tanyakan saja." ucap Leo yang kini berputar-putar menggunakan kursinya.

"Sebentar lagi akan ada ujian kenaikan tingkat, apakah jika tingkatan saya naik, latihan saya akan berubah?" tanya Riku, 'Apa Jendral tidak pusing ya?' batin Riku saat Leo masih berputar di kursinya bahkan semakin lama semakin cepat.

"Apa tingkat mu sekarang?" tanya Leo yang masih berputar dan ya dia terhenti beberapa saat setelah bertanya, "Pusing." gumamnya sembari memegang kepalanya.

"Tingkat 4 kalau tidak salah." jawab Riku yang sweatdrop melihat tingkah atasannya yang tidak sesuai umur. 'Jenderal dan Momo-senpai memang tidak ada bedanya.' batin Riku mengingat tingkah Momo yang juga sama dengan Ayahnya.

"Cukup tinggi untuk anak seusia dirimu. Itu nanti akan di pikirkan oleh para pelatih, dan kau sepertinya membawa teman ya?" jawab Leo menggelengkan kepalanya agar pusingnya hilang. Ya, dia tahu jika dibelakang Riku adalah temannya karena saat ketiganya bertemu di jalan, Leo tidak sengaja melihatnya.

"Ha'i, mereka berencana ingin mendaftarkan diri." kata Riku dan Shira juga Deryn maju berdiri sejajar dengan Riku.

Singkatnya setelah Deryn dan Shira mengisi formulir, Riku pamit untuk latihan seperti biasa meninggalkan keduanya yang masih harus menunggu di ruangan tersebut.

"Kalian pasti beruntung mendapatkan teman seperti dia." kata Leo memandang keluar di mana dia baru saja melihat Riku keluar dari gedung dan pergi ke lapangan untuk latihan seperti biasanya.

"Maksudnya karena dia anak terpandang atau pintar?" tanya Shira yang duduk di sofa bersama Deryn, mereka harus menunggu berkas mereka di proses jadi mereka memilih tetap di ruangan tersebut.

"Bukan karena keluarganya atau kepintarannya, tapi karena hatinya. Hati yang murni dan juga bersih, tanpa adanya sisi jahat. Jangan sampai kalian menyakiti dirinya karena jika kertas putih di jatuhi tinta, maka akan sulit hilangnya." jelas Leo yang mulai memeriksa berkas-berkas yang ada di mejanya.

"Jadi dia bisa saja menjadi pendendam begitu?" tanya Deryn yang ternyata sudah nyaman dengan posisinya, tiduran di sofa lain.

"Kita tidak tahu apa yang akan dia lakukan nantinya. Walau dia melakukan sesuatu yang kotor, entah bagaimana dia tetap memaafkannya walau sudah pergi." jawab Leo membolak-balikan kertas yang ada di tangannya sebelum menuliskan sesuatu di atasnya.

"Sokka, ya kami juga melihat ketulusannya. Di sekolah kami selalu di cap aneh dan onar karena hampir semua di kelas kami memiliki jumlah Mana yang tidak seperti orang normal." jawab Shira mengingat pertemuannya dengan Riku kemarin.

"Hm? Riku-kun lebih tidak normal lho, Mana dia itu setara dengan Mana seluruh orang di dunia." Shira dan Deryn terkejut mendengar jawaban Leo, bahkan Deryn sampai jatuh dari sofa.

"Uso!" kata mereka kompak.

"Iie Jenderal Besar tidak akan pernah bohong jika sudah menyangkut sesuatu yang serius, anak-anak." mereka menoleh ke arah pintu yang baru terbuka dan nampak Takeshi datang dengan dokumen di tangannya.

"Oh Takeshi, hisashiburi." kata Leo melambaikan tangannya saat melihat Takeshi mendekat ke arahnya.

"Kita baru saja bertemu 3 jam yang lalu, Jenderal. Aku ingin memberikan laporan terkait wilayah yang divisi ku jaga." jawab Takeshi memberikan dokumen di tangannya kepada Leo dan diterima dengan suka hati.

"Tidak bisa di ajak bercanda kau, hm? Penemuan mayat dengan keadaan aneh? Apa kau sudah membawanya ke laboratorium kerajaan?" Leo mulai serius membaca satu persatu lembar dokumen tersebut yang memiliki cap 'kasus tingkat A+'.

"Ya sudah dan baru saja akan di teliti." jawab Takeshi berjalan ke dinding lalu bersandar dengan tangan dimasukkan ke saku celana dan melihat keluar jendela.

Tiba-tiba sirine tanda bahaya berbunyi disusul ledakan yang hampir membuat dinding pelindung hancur jika salah satu orang yang ada di sana membuat pelindung lain.

"Pelindung putih?! Masaka?" Takeshi pergi tanpa pamit dan Leo langsung memcoba menyusulnya.

"Takeshi matte, anak-anak kalian pergi ke bawah dan cari perlindungan. Takeshi matte yo!" ucap Leo sebelum menyusul Takeshi yang nampaknya berlari ke arah gerbang depan.

Saat tiba di sana, dia terkejut karena beberapa prajurit tergeletak dengan luka dan tim medis baru saja tiba beberapa saat setelah ia tiba. Takeshi melihat ke sekeliling dan menemukan Riku dengan keadaan terduduk lemas dengan darah di sekitarnya, "Riku!" Takeshi menghampiri Riku dan dia benar-benar terkejut dengan keadaan Riku.

"Ughh daijoubu Otou-sama, pelakunya sudah di ringkus pihak keamanan." kata Riku menunjukkan ke arah tentara yang sedang meringkus seseorang.

"Tapi bagaimana kau bisa terluka?" tanya Takeshi menggunakan sihir penyembuhan pada Riku.

"Bukan masalah besar–itte–" Riku memegang mata kirinya yang mengeluarkan darah segar, tentunya Takeshi terkejut lalu tanpa banyak bicara ia menahan darah yang keluar dengan kain putih yang ada lalu menggendong Riku.

"Riku, matamu....kita ke rumah sakit sekarang." Riku yang tiba-tiba di perlakuan demikian terkejut dan mencoba memberontak. "Chotto Otou-sama, aku bisa jalan sendiri!" Takeshi mengabaikan teriakan Riku dan dengan cepat pergi ke rumah sakit terdekat agar Riku mendapatkan pertolongan segera.

𝙽𝚎𝚡𝚝....

Hai hai~👋 Amy up lagi nihhh

Hehehe maaf ya lama, berangkat pagi pulang sore dan yah untung aja Amy sabtu minggu libur jadi bisa ngebut deh ehe

Segini dulu mungkin ya chap flashback nya, kita lanjut ke main storynya.

Mata ne~

21/05/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top