27. Partner 2
Riku bersama murid-murid yang belum gilirannya menunggu di satu tempat yang merupakan tempat setting ruang simulasi atau ruang kontrol.
"Peserta pertama, Anesagi Kaoru-chan." kata Riku melalui mikrofon dan di lapangan kini hanya berdiri 4 orang, Shinta, Jaka, Rika, dan satu murid.
"Mulai." 40 menit berjalan dan Kaoru pun bisa merebut kalung milik Rika. Lampu simulasi yang awalnya menyala merah, kini menjadi hijau yang berarti Kaoru lulus nilai pratek.
Sama seperti Kaoru, murid-murid lain juga merebut kalung milik Rika yang memilih bertarung tanpa senjata ataupun sihir jadi hanya tangan kosong. Hal itu di manfaatkan oleh para murid dan Rika hanya tersenyum saat kalungnya di rebut.
"Kaa-san, kenapa Kaa-san tidak menggunakan sihir atau senjata? Kaa-san akan jadi sasaran empuk murid-murid." tanya Shinta begitu murid sebelumnya berhasil merebut kalung Rika, lagi.
"Kau juga kenapa hanya memakai sihir kapasitas rendah sayang? Bukannya tingkat mu hampir setara dengan Riku-chan?" tanya Rika menerima kembali kalung itu dan tersenyum ke arah menantunya.
"Ah....aku paham, tapi murid-murid Ri-chan ini sepertinya masih belum bisa mengatasi sihir kapasitas rendahku. Katanya murid unggulan." Rika tersenyum dan Riku pun mengatakan siapa yang menjadi peserta selanjutnya.
"Selanjutnya, Izumi Iori-kun." Iori dengan segala persiapannya pun pergi ke lapangan simulasi dan berhadapan dengan ketiga penantang.
"Mohon bantuannya." ucap Iori sebelum sinyal mulai berbunyi. Saat sudah mulai, sasaran Iori pertama adalah bukan Rika, namun Jaka yang sedaritadi nyaman tidur di bawah pohon sejak tahu jika hanya Rika yang di incar.
"Riku-sensei mengatakan jika di medan peperangan tidak boleh menurunkan kewaspadaan." ucap Iori setelah dia mengambil kalung milik Jaka.
"Pemikiran yang bijak Izumi Iori-kun. Selanjutnya, Izumi Mitsuki-kun." Mitsuki bertukar tempat dengan Iori dan ternyata, mereka sama-sama mengincar Jaka yang tidak siap.
"Lama-lama aku keluar arena saja." gumam Jaka sedikit frustasi di sebelah Shinta.
"Makanya jangan melamun." kata Shinta dengan sedikit sinisan. Jaka hanya menatap adiknya dengan tatapan, 'Beruntung sekali punya adik sepertimu.'.
"Peserta terakhir, Nanase Tenn-kun dan khusus untukmu karena tingkat sihirmu sudah profesor....sensei akan turun sendiri ke lapangan dan menjadi lawanmu bersama ketiganya." Riku meninggalkan ruang kontrol dan bergabung ke arena.
"Aura Putih, Pelindung.", " Pelindung Malaikat Putih."
Dua pelindung terpasang dan tentu itu mengejutkan para murid karena dua mantra sihir itu merupakan salah satu mantra terkuat dan sulit di pelajari.
"Sihir Aura Putih?! Itu satu dari sekian banyak sihir sulit di kuasai, bagaimana bisa Shinta-san menguasainya?" kata Yamato terkejut.
"Lalu Pelindung Malaikat Putih adalah satu dari 10 pelindung terkuat yang sulit di lakukan jika tidak memiliki kemampuan dan keinginan kuat. Riku-sensei bisa menggunakannya?!" sambung Iori yang sama-sama terkejut.
"Pedang Hitam.", "Panah Kristal.", "Tombak Merah."
Riku, Tenn, dan Jaka secara bersamaan mengeluarkan senjata andalan mereka. Rika dan Shinta sedikit mundur dengan sedikit mengeluarkan kekuatan mereka.
Tentu saja seluruh murid di ruang kontrol terkejut. Aura kekuatan mereka berempat(Riku, Shinta, Rika, Jaka) memang kuat, dan yang mereka keluarkan saat ini adalah sebagian kecil saja. Tenn sendiri hampir mengeluarkan semua auranya.
"Aku tahu jika ke-empat orang itu merupakan pahlawan dengan jasa yang besar. Rika-sensei sudah mengabdi di dunia pendidikan selama 20 tahun dan sudah banyak menemukan inovasi pendidikan terbaru yang efektif. Selain itu, Rika-sensei adalah penyihir tingkat profesor tingkat 2 sejak 10 tahun yang lalu."
"Lalu Duo Zamrud merupakan pahlawan revolusi di Negeri Selatan karena mereka berhasil menghentikan perang yang sudah berkecamuk lama dan juga membawa perdamaian di Negeri Selatan. Masing-masing memiliki tingkatan profesor tingkat 3 atau nyaris menyentuh tingkat leluhur."
"Riku-sensei sendiri, dia merupakan anggota dari pasukan utama, pasukan elit, pasukan rahasia, dan tim elit tentara sihir kerajaan. Pangkatnya kini sudah Letnan Jenderal dan menjadi salah satu perwira tinggi militer milik kerajaan, dan juga Riku-sensei adalah orang kepercayaan Yuriko-jo sama. Tingkatan penyihirnya tidak di ketahui, tapi Riku-sensei punya kekuatan yang besar mengingat siapa orang tuanya." jelas Gaku yang nampak serius.
"Serius? Kau tahu darimana soal ini semua Yaotome?" tanya Yamato sedikit curiga dengan teman seper-nistaanya.
//Gaku/Yamato: Oi!
Ehe, tapi benarkan?( ̄∇ ̄)//
"Boku no sofu. Dia memang sudah pensiun lama, 18 tahun sebelum sensei masuk, tetapi dia masih tahu kabar terbaru soal kerajaan karena mantan ajudannya dulu. Sunohara Leo, jenderal besar tentara sihir sekarang adalah mantan ajudannya yang masih sering berkunjung ke rumah." jawab Gaku tanpa mengalihkan pandangannya dari lapangan.
"Sunohara? Marganya sama dengan Momo-sensei." kata Tamaki tiba-tiba.
"Dia adalah ayah dari Sunohara Momose atau Momo-sensei. Jii-san juga kenal dengan Riku-sensei dan saat kunjungan orang tua/wali tahun lalu, Jii-san dengan Riku-sensei sangat akrab seperti teman lama." balas Gaku yang masih menatap serius lapangan karena dia penasaran akan kekuatan Riku yang asli.
"Gaku, asal kau tahu jika Riku-shounen ini orang yang akan berjasa di masa depan dengan tangannya sendiri. Kau harus benar-benar belajar darinya."
'Kakek sampai bilang seperti itu padaku. Aku harus melihat alasannya sendiri.' pikir Gaku menatap serius ke lapangan.
Di lapangan sendiri, mereka berlima masih setia berdiri tanpa suara. Keheningan sejenak menemani mereka dan Riku langsung mengincar Tenn dengan pedangnya.
Tenn sebenarnya masih tidak siap, namun instingnya mengatakan untuk menghindar beberapa meter dahulu dari Riku.
"Jangan terlalu gunakan insting Tenn-chan, kau harus menggunakan seluruh indra mu." kata Rika yang tiba-tiba saja ada di belakang Tenn dan mendorong Tenn ke arah Jaka yang sudah siap dengan tombaknya.
Tenn menahan dirinya dengan busurnya kemudian menembakkan 3 anak panah pada Jaka, namun dengan mudahnya Jaka menangkis dua anak panah dan menahan dengan tangan sendiri satu anak panah yang mengincar wajahnya.
Pertarungan berlanjut hingga Tenn akhirnya bisa merebut kalung milik Jaka dan Shinta. Para murid takjub dengan Tenn karena dia bisa merebut dua dari empat kalung yang ada.
Gaku sedikit kecewa karena Riku hanya mengeluarkan pedang hitamnya saja tanpa sihir yang lain. Dia benar-benar ingin melihat bagaimana gurunya itu menggunakan kekuatan aslinya dalam pertarungan yang sesungguhnya.
Riku tahu pandangan Gaku yang nampak kecewa karena sesuatu, dia juga menyadari jika Gaku sedikit antusias saat ia mengatakan akan ikut dalam penilaian langsung.
'Apa yang Yaotome-jii san itu katakan? Gaku-kun masih belum memiliki tanda itu sehingga sulit jika ritualnya belum di jalankan.' Pikir Riku dibalik senyuman bangga terhadap para muridnya.
"Kalian benar-benar murid-murid yang berbakat, tapi kalian masih harus banyak belajar lebih. Terutama pada dasar sihir karena sesuatu tidak akan berdiri kokoh jika pondasi hancur. Sekian kelas hari ini dan bagi yang ingin mengambil jam pelajaran tambahan, maka menetap saja di kelas ya. Konnichiwa minna-san." Riku diikuti tiga orang lainnya pun keluar dari ruang simulasi yang kini sudah kembali ke bentuk aslinya.
"Arigatou gozaimasu Riku-sensei." ucap para murid bersamaan dan setelah ruang simulasi sepi, ternyata ada satu orang yang sedaritadi mengawasi kegiatan kelas 5-1 atau lebih tepatnya mengawasi Riku.
"Kau semakin kuat sejak kita pertama kali bertemu Riku-kun. Kuharap kita bisa melakukannya lebih baik daripada 10 tahun yang lalu." kata orang itu dan dia tiba-tiba saja hilang dari tempatnya.
Riku merasakan hawa familiar saat ia baru beberapa langkah dari ruang simulasi dan sontak ia melihat ke belakang yang tidak terdapat apapun/seseorang.
"Douhita Ri-chan? Apa ada yang salah atau ada yang tertinggal?" tanya Shinta saat menyadari jika Riku menghentikan langkahnya.
"Iie, hanya saja aku merasakan hawa seseorang yang aku kenal dan baru saja bertemu tadi. Tapi dia sepertinya sudah menghilang." jawab Riku kembali menyusul langkahnya.
'Taka-san, kuharap itu memang kau.' pikir Riku dan angin kencang berhembus ke arahnya. Dalam angin itu dia mendengar suara yang memang ia harapkan.
'Ini memang aku Riku-kun. Sampai jumpa malam ini jam 9, kami menunggu.'
Riku hanya tersenyum samar dan kembali bercanda gurau dengan Jaka yang sesekali mengejeknya. Shinta dan Rika hanya menggelengkan kepala mereka karena tingkah yang tidak sesuai umur Jaka dan Riku.
Malam pun tiba dan Riku kini sedang berjalan menuju ke bar langganannya. Mobilnya dipakai oleh Tenn dan Rika yang ingin ke kantor tentara sihir kerajaan untuk mendaftarkan Tenn sebagai prajurit pelatihan.
Saat dia masuk, dia dikejutkan oleh keadaan bar yang berantakan dan gelas bir tergeletak di mana-mana. Hingga siluet matanya menangkap dua pria yang ia sangat kenali, bahkan dua pria itulah yang membuatnya masuk ke dalam bar.
"Otou-sama, Taka-san, mo ii yo. Mereka sudah minum sejak kapan?" kata Riku mendekati pemilik bar yang dengan santainya sedang meracik sesuatu.
"3 jam yang lalu Riku-kun, ini minuman energinya dan ini minuman pemulih untuk Kujou-san dan Nanase-san." pemilik bar itu pergi dan Riku langsung meneguk habis 'minuman energi'-nya kemudian memberikan minuman pemulih untuk kedua pria dewasa yang kini sudah tiduran di salah satu sudut.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dua pria itu sadar sepenuhnya. Riku yang sedaritadi menunggu ditemani oleh 'minuman energi' pun hanya tersenyum saat melihat dua pria itu sadar sepenuhnya.
"Riku/-kun, kapan kau datang?" tanya pria itu bersamaan, Takeshi dan Takamasa.
"Mungkin baru 15 menit. Ossan tambah lagi." kata Riku menyodorkan gelas yang baru saja ia teguk hingga habis.
"Kau sudah minum berapa gelas Riku? Jangan sampai Kaa-san dan Shinta tahu kalau kau baru saja mabuk berat saat sampai rumah." kata Takeshi meminum air putih di meja.
"Aku tidak akan mabuk secepat itu Otou-sama dan aku baru minum 15 gelas kalau tidak salah. Lalu apa yang akan kau bicarakan Taka-san? Bahkan kau tadi sampai melihatku saat melakukan simulasi." kata Riku kemudian meneguk lagi gelasnya hingga setengah.
"Baru 15 katamu. Astaga aku saja baru 5 sudah tidak kuat." kata Takeshi terkejut jika kekuatan minum Riku lebih kuat darinya 3 kali lipat darinya.
"Hanya melihat bagaimana mantan anak muridku berkembang dan kita sebentar lagi bukannya akan 'melakukannya'?" Riku yang awalnya sedang meneguk gelasnya itu terhenti dan melihat ke kalender yang ada di dinding bar.
"Sebentar lagi ya? Kapan spesifikasi tanggalnya? Kuharap bukan bulan depan atau Juli." Takamasa hanya diam dan memberikan sebuah catatan kecil tanpa suara.
Riku meneguk habis gelasnya dan mengambil catatan kecil itu. Begitu melihat isi dari catatan kecil itu, Riku hanya diam tanpa suara sedikitpun. Takeshi khawatir dan meminta jawaban langsung dari Takamasa.
"Bulan depan, lebih tepatnya 23 Maret." Riku mendengar jawaban langsung dari Takamasa pun berdiri dan meninju dinding di sebelahnya dengan kuat.
"Kenapa harus tanggal itu?!" Riku merosot dan bahunya bergetar. Takeshi melihat betapa frustasinya anak bungsunya itu sedikit prihatin.
'Kenapa harus di tanggal dimana anakku lahir? Aku ingin lihat anakku secara langsung ketika lahir, kenapa? Kenapa harus saat itu?!' Riku benar-benar merasa hancur sekarang.
Takamasa dan Takeshi mendekat ke arah Riku, mencoba memberikan semangat. Mereka tidak tahu alasan apa yang membuat Riku bisa terpuruk seperti itu.
Ingatan Takeshi tiba-tiba saja muncul kenangan 5 tahun yang lalu, saat Riku terpuruk karena kematian Deryn. Takeshi langsung merengkuh tubuh Riku dalam pelukan dan berusaha membuat Riku lebih baik.
"Riku dengarkan Tou-san. Sebanyak apapun ujian yang Kami-sama berikan, semuanya sudah dalam garis takdir. Tou-san tidak tahu apa penyebab kau seperti ini, tapi kau harus bangkit." kata Takeshi berusaha menyemangati Riku.
"Tapi kenapa hanya aku? Aku lelah dengan semua ini, cukup kejadian 5 tahun yang lalu saja. Aku hanya ingin hidup normal seperti yang lain, aku ingin hidup normal seperti Tenn-nii. Apakah sulit?" Riku mengatakannya dengan air mata yang mengalir tiba-tiba.
"Maaf jika kau harus melakukan semua ini nak. Tou-san juga tidak menyangka jika hidupmu akan lebih sulit dari yang lain, bahkan dari kakak kembarmu sendiri." Riku masih menangis di pelukan Takeshi dengan bergumam kata maaf dan kenapa berkali-kali.
Takamasa hanya menatap kedua anak dan ayah itu tanpa ada niatan melerai. 'Keluarga Nanase adalah keluarga yang kuat secara fisik dan sihir. Mereka seperti tidak memiliki kelemahan sedikit pun bahkan mereka bisa melakukan apapun yang ingin mereka perbuat.' pikir Takamasa yang menatap drama di depannya dengan segelas jus.
'Tapi jiwa mereka yang begitu tulus dan hati lembut mereka adalah kelemahan mereka sendiri. Sekalinya hatinya tersakiti, maka seorang Nanase akan melemah sepenuhnya.' Takamasa kemudian mengalihkan pandangannya keluar jendela di mana ada siluet 4 orang yang perlahan berjalan ke bar.
'Dulu aku tidak memahami kenapa Tenn bersikeras untuk ikut denganku. Tapi setelah mengingat jika dia adalah keluarga Nanase, aku paham. Dia ingin menguatkan jiwanya dan hatinya agar tidak terlalu lembut seperti keluarganya yang lain.' pandangannya kembali kepada ayah dan anak yang masih berpelukan kepada satu sama lain.
'Riku-kun memang mantan muridku, 13 tahun yang lalu dan hanya menjadi muridku 3 tahun saja, jiwa dan hatinya kuat tapi tetap saja dia memiliki sisi Nanase yang mendominasi. Berbeda dengan Tenn yang sudah 10 tahun bersamaku, jiwa dan hatinya sudah kuat tidak seperti keluarganya.' bel pintu berbunyi dan disusul masuknya 4 orang yang dilihat siluetnya oleh Takamasa.
"Ossan kami mencari Takeshi, Riku, dan Takamasa. Mereka apakah ada di sini?" tanya wanita 40 tahunan kepada sang pemilik, Rika.
"Oh mereka sudah keluar sejak 15 menit yang lalu Rika-san." jawab pemilik bar ramah.
"Jadi mereka tidak ada di sini ya? Padahal tadi aku merasakan hawa sihir ketiganya." kata remaja perempuan melihat ke sekitar bar, namun hanya ada mereka saja, Shinta.
"Apakah mungkin saja mereka sudah pulang?" balas laki-laki 20 tahunan yang ada di belakang Shinta, Jaka.
"Oh ada pesan dari Otou-sama, katanya mereka akan pulang besok jadi jangan cari. Riku ada bersamanya." kata pemuda 18 tahun melihat pesan yang baru saja sampai di ponselnya, Tenn.
"Wakatta, arigatou ne Ossan. Maaf menganggu dan kami permisi." pemilik bar itu hanya tersenyum dan setelah keempatnya keluar kemudian berjalan sedikit jauh.
Pemilik bar menekan satu tombol di bawah meja bar dan seketika di salah satu sudut muncul kembali 3 orang yang di cari.
"Arigatou gozaimasu Ossan. Lebih baik kita pindah saja ke 'sana'." Takeshi menggendong Riku yang ternyata tertidur dan Takamasa mengikutinya setelah dia memberikan kunci pada Takeshi.
𝙽𝚎𝚡𝚝....
21/10/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top