26. Partner

Keesokan harinya, Riku kembali lagi seperti biasanya dan saat mereka akan berangkat ke perkerjaan masing-masing, tiba-tiba ada tamu tidak terduga yang datang.

Riku saat itu sedang menata tasnya dibantu Shinta, Tenn sedang memakai seragamnya, Takeshi duduk di dapur dengan kopi dan koran, Rika baru saja selesai memasak sarapan.

Carel membuka pintu dan betapa terkejutnya dia saat melihat siapa tamunya. Dia langsung mempersilahkan tamu tersebut masuk dan duduk di ruang tamu lalu Carel memberitahu sang tuan rumah.

"Takeshi-sama, ada tamu yang ingin menemui anda dan Riku-sama." kata Carel memberitahukannya kepada Takeshi.

"Siapa tamunya Carel?" tanya Riku yang perlahan turun dari tangga bersama Shinta yang membawakan tasnya.

"Ah itu adalah Kujou Takamasa-sama." Takeshi hampir menyemburkan kopinya, Riku hampir terpeleset saat akan turun tangga jika Shinta tidak inisiatif menahannya, Tenn hampir menjatuhkan ponselnya, dan Rika nyaris menjatuhkan masakannya.

Semua orang rumah tentu saja tercengang, terutama Tenn yang khawatir jika Takamasa akan kembali membawanya seperti dulu. Riku dan Takeshi khawatir akan hal yang sama.

"Dimana dia sekarang?" tanya Takeshi begitu dia tersadar dari keterkejutannya.

"Ruang tamu Takeshi-sama." jawab Carel.

"Riku, ikou. Mungkin saja memang sudah waktunya." Riku kembali tersadar dan mengambil tasnya yang masih ada di tangan Shinta.

"Aku berangkat dulu ya Shi-chan, jaga dirimu dan anak kita. Aku tidak ingin dua permata hidupku terkena masalah." bisik Riku kemudian mengecup dahi Shinta sebelum dia pergi.

"Ha'i, okiwotsukete ne." Riku tersenyum kecil dan menyusul Takeshi yang sudah ke ruang tamu terlebih dahulu.

"Carel, setelah aku mengirimkanmu sebuah pesan perintah, langsung saja pergi tanpa jejak. Pulanglah setelah perintahku selesai." Carel mengangguk mendengar bisikan perintah Riku.

"Ha'i wakarimashita Riku-sama." Riku mengangguk dan kembali berjalan menyusul Takeshi.

Rika dan Tenn hanya diam karena mereka tidak tahu apa yang sedaritadi Riku dan Takeshi bahas. Walaupun Rika sudah menikah lama dengan Takeshi, tidak semua hal tentang iblis dunia bawah diceritakan kepadanya karena memang bukan dunia Rika. Begitu juga sebaliknya.

Namun, Riku tahu hampir semua hal tentang kedua ras yang kini darahnya mengalir dalam dirinya. Tenn tidak mengetahuinya karena bukan takdirnya.

"Okaa-sama, apa yang Riku dan Otou-sama bahas? Hal itu sepertinya serius." tanya Tenn pada Rika.

"Entahlah Tenn-chan, Kaa-san juga tidak tahu apa yang mereka bahas. Berdoa saja jika bukan hal buruk." Tenn mengangguk pelan dan dia pun duduk di meja makan.

"Sepertinya bukan hal yang baik, entah kenapa itu yang aku pikirkan." sambung Shinta duduk di sebelah Rika.

"Kenapa kau bisa bicara seperti itu?" Shinta menatap Tenn yang ada di depannya kemudian menatap ke arah ruang tamu, dimana dia masih bisa melihat rambut panjang Riku.

"Hanya firasat seorang istri dan wanita." Rika paham maksud dari Shinta, sedangkan Tenn hanya menatap adik iparnya tidak mengerti.

'Aku pernah mendengar hal ini dari Kakak, jika ada satu ritual yang hanya bisa di lakukan oleh orang-orang tertentu saat akan ada bencana besar. Semoga saja bukan ritual itu.' pikir Shinta saat melihat Riku berdiri diikuti Takeshi dan Takamasa kemudian mereka keluar.

Sebelumnya Takeshi, Takamasa, dan Riku sedikit membicarakan tentang kabar satu sama lain sebelum mereka mulai masuk ke arah yang 'sedikit' serius.

"Lebih baik kita membicarakan ini di bar nanti malam saja Taka, aku khawatir jika ini 'sedikit' lebih serius daripada sekedar basa-basi." kata Riku saat pembahasan mulai tidak santai lagi.

"Riku benar. Lebih baik kita membicarakannya di bar saja saat malam nanti, apa kau mau menunggu? Setidaknya kau bisa beristirahat sembari menunggu malam Taka-san." lanjut Takeshi.

"Mungkin kalian ada benarnya, sekalian aku ingin mengirimkan laporan misiku ke Leo-kun. Bar pukul?" jawab Takamasa melihat jam tangannya yang kini menunjukkan pukul 07.25 pagi.

"8 atau tidak 9 malam bagaimana? Aku masih ada kelas tambahan nanti sampai jam 7 atau tidak jam 8 malam, tergantung murid." jawab Riku melihat ponselnya yang menunjukkan jadwalnya mengajar untuk hari ini.

"Aku juga sedang dalam pengerjaan laporan jadi mungkin jam 8 atau tidak 9 baru selesai." sambung Takeshi dan setelah hening sejenak, mereka pun memutuskan jamnya.

"Jam 9 malam." jawab mereka bertiga kompak dan saling mengangguk satu sama lain.

"Kalau begitu aku pergi dulu, aku ada kelas pagi di kelas kimia sihir 3-4." kata Riku berdiri lalu disusul Takamasa dan Takeshi.

"Ittekimasu." kata Riku dan Takeshi bersamaan saat akan keluar.

"Itterasai." jawab Rika dan Shinta bersamaan. Tak lama Tenn dihampiri oleh Gaku dan Ryu kemudian mereka berangkat bersama.

"Damainya rumah ketika mereka pergi." gumam Rika saat hanya tinggal dia dan Shinta saja yang berada di rumah tersebut.

"Ya, Okaa-sama benar. Tapi aku harus pergi menjemput kakak saya di bandara, apakah—" kalimat Shinta langsung dipotong begitu Rika tahu kata-kata Shinta masih formal.

"Shi-chan, aku ini juga ibumu lho. Jangan formal kepadaku, begitu juga kepada yang lain. Kau sudah jadi bagian keluarga ini, jadi bersikaplah seperti biasa ya?" Shinta tersenyum kecil dan mengangguk.

"Ha'i, Kaa-san." Rika dan Shinta pun memutuskan menghabiskan waktu mereka dengan berbagai hal, seperti menjahit, merajut, berkebun, memasak, atau hal-hal yang mereka sama-sama sukai.

Di sisi Riku, dia sedang dalam perjalanan menuju ke kelasnya 5-1 setelah dari kelas 3-4. Tak jarang saat ia berjalan dan berpapasan dengan seseorang, ia tersenyum menyapa sebelum melanjutkan perjalanannya.

Saat sampai, dia langsung memberikan materi hingga jam istirahat tiba. "Baik untuk materi sihir tingkat 5 masih ada yang dipertanyakan?" ucap Riku begitu dia melihat jam.

"Sensei, bukankah semua materi tingkatan sihir itu sama ya? Apa yang membedakannya?" tanya Iori mengangkat tangannya.

"Tentu semuanya memiliki dasar yang sama dan kalian harus sudah mempelajarinya saat tingkatan sihir kalian masih tingkat 1. Namun, ada hal yang membedakannya yaitu penguasaan dan besarnya potensi sihir itu." Riku menaruh kapurnya di tempat yang ada dan duduk di pinggiran mejanya.

"Contohnya saja, sihir penyembuhan. Saat kalian masih sekitar tingkat 1 hingga 4, sihir penyembuhan kalian hanya sebatas menutup luka agar tidak terjadi pendarahan dan masih harus di tangani oleh para medis." Riku mengambil pisau kecil di sakunya dan menggoreskan pisau itu di tangannya.

Murid-murid sedikit panik namun, hal itu hanya berlangsung sekejap mata karena luka Riku sudah tidak ada dan tangan Riku tidak ada bekas luka.

"Jika tingkat kalian sudah 5 lebih, maka penyembuhan itu akan terjadi luar dalam. Hal ini berguna saat menghadapi perang, karena kita tidak tahu luka apa yang kita alami." Riku kembali menyimpan pisau itu dan berkeliling sejenak sembari lanjut menjelaskan.

"Tapi, ada beberapa luka atau penyakit yang tidak bisa di sembuhkan oleh sihir. Jika hanya flu atau demam, mungkin masih bisa di sembuhkan oleh sihir penyembuhan. Namun, jika itu sudah penyakit sejak lahir, itu akan berbeda." Riku kembali ke mejanya dan duduk di tempat awal.

"Sensei, dulu sensei punya penyakit bawaan ya?" tanya Mitsuki mengangkat tangannya.

"Sou desu, aku memang dulu punya penyakit bawaan. Karena komplikasi dalam kandungan dan juga beberapa hal, sensei memiliki penyakit asma akut yang bisa membuat sensei di rumah sakit berminggu-minggu lamanya." Riku menarik nafas sejenak dan sedikit mengingat masa lalu.

"Tapi 10 tahun yang lalu, penyakit itu hilang berkat para dokter yang berjuang untuk menghilangkan asma sensei. Tapi kudengar dokter yang dulu mengoperasi sensei sudah meninggal karena faktor usia." Riku tersenyum tipis namun hal itu di sadari oleh Tenn.

'Sokka ne, kau sudah sembuh. Aku turut bahagia Riku, kau sudah seperti anak-anak pada umumnya.' batin Tenn tersenyum senang.

*kringggg!

"Baiklah, jangan lupa latih lagi sihir kalian. Nanti pergi ke ruang simulasi untuk pengambilan nilai praktek pertama kalian setelah minggu ujian. Konnichiwa minna-san, selamat istirahat." Riku keluar dari kelas dan langsung ke ruang simulasi untuk menyusun tempat.

"Tidak kusangka jika kita semua naik ke tingkat 5. Lalu aku kagum dengan Tenn-san karena dia sudah tingkat profesor." kata Mitsuki saat para murid lelaki sedang berganti pakaian simulasi.

"Maklum saja, dia kan kakak kembar Riku-sensei. Wajar saja jika dia sama pintarnya dengan Riku-sensei bukan?" timpal Iori tanpa menoleh ke siapapun.

"Aku bukan orang yang bisa di samakan dengan adikku. Dia lebih pintar dari ku dan lebih kuat dariku, dia mencapai tingkat profesor di umur 10 tahun jadi bukan tandinganku." kata Tenn memakai sepatu simulasi.

"Serius?!" kata semua orang yang ada di kelas.

"Ya, dia bahkan lulus dari sini umur 10 tahun bukan? Jadi bukan tandinganku karena aku 5 tahun di Arfoni dan hampir satu tahun di sini." tentu saja hal itu mengejutkan semua murid yang ada di kelas, kecuali para perempuan.

Bagaimana pun ekspetasi mereka itu jika Tenn sama-sama pintar dan hebatnya dengan Riku mengingat mereka adalah saudara kembar. Tapi mereka tidak menyangka jika keduanya seperti langit dan bumi.

"Lagipula, dia itu menurutku terlalu sempurna untuk bisa dibandingkan denganku. Dia tampan, berwibawa, jenius, kuat, baik, dan ramah. Dia juga sudah punya istri yang baik, cantik, kuat, jenius. Dia terlalu sempurna bukan?" mereka sejenak berpikir dan...

"Kau benar." jawab semua murid lelaki serentak.

Setelah semua murid selesai berganti pakaian, mereka langsung ke ruang simulasi saat jam istirahat tersisa 10 menit.

Begitu mereka tiba, hal yang pertama yang mereka lihat selain perubahan ruang simulasi adalah Riku yang tiduran dengan bantal paha seseorang.

"Itu...Shinta-san." kata Tenn begitu melihat siapa orang yang menjadi bantalan Riku.

"Shinta-san maksudmu itu Duo Zamrud itu?" tanya Ryu memastikan.

"Ya, mereka adalah teman kerja awalnya namun aku sendiri tidak tahu bagaimana mereka bisa jatuh cinta. Sebelum 5 tahun yang lalu berpisah, mereka berjanji akan segera menikah begitu bertemu. Itu yang aku tahu." jelas Tenn menatap kedua pasangan yang sedang bercanda di sana.

"Mereka jatuh cinta saat misi pertama mereka lho." sontak seluruh murid menoleh ke sebelah kiri Tenn dan mendapati Rika berada di sana.

"Rika-sensei." Rika hanya tersenyum lembut dan kembali menatap kedua pasangan baru itu dengan senyuman yang sama.

"Benar, mereka jatuh cinta pada misi pertama mereka. Takeshi mengatakan jika saat itu Shinta sedang terluka parah karena musuh dan Riku yang kebetulan dekat posisinya pun menolongnya."

"Mereka benar-benar jatuh cinta saat di tengah-tengah pertempuran yang tidak sengaja terjadi karena bawahan mereka menyalakan sinyal tanda bahaya musuh. Sejak saat itu, mereka sudah seperti lem dan perangko yang tidak bisa terlepas." jelas Rika panjang lebar.

Para murid yang mendengarnya sedikit tercengang karena guru mereka bisa jatuh cinta pada seseorang di kondisi pertempuran.

"Riku! Murid-murid mu sudah datang, kau tidak ingin memulai pengambilan nilai?" seorang lelaki 20 tahunan tiba-tiba saja muncul dari belakang mereka dan berjalan ke arah pasutri yang masih bermesraan.

"Kak Jaka, sehari saja kau tidak menyebabkan darah naik bisakan?" kata Shinta yang mulai naik darah saat Jaka, pria 20 tahunan yang muncul tadi, merusak momen mereka.

Riku berdiri dari posisinya dan menenangkan istrinya, "Shi-chan sudah ya. Maaf mengganggu momen kita tapi aku masih ada tugas mengambil nilai pratek murid-murid." kata Riku memenangkan.

"Wakatta, lagipula kami di sini sekarang karena ulahmu bukan?" Riku hanya tertawa canggung dan ia menyuruh semua yang ada di ruang simulasi berkumpul.

"Baik. Jadi, penilaian kali ini adalah simulasi individu dan lawan kalian adalah mereka bertiga, Jaka Amano-san, Shinta Amalia-san, dan kepala sekolah, Rika-sensei."

"Sistemnya nanti, kalian harus bisa merebut kalung ini dari salah satu dari mereka bertiga dan keluar dari area dengan selamat. Tidak ada batasan waktu dan kalian akan langsung melawan mereka bertiga." tentu saja murid-murid terkejut jika mereka akan tiga lawan satu dengan tiga orang hebat.

"Sensei, bukankah ini terlalu berbahaya? Maksud saya, tiga lawan satu seperti tidak adil dan kami masih belum siap." protes Kaoru dan diangguki hampir semua murid.

"Dalam pertempuran, tidak ada yang namanya adil atau tidak siap Kaoru-chan. Kalian masih terhitung mudah karena lawan kalian masih tiga orang."

"Bayangkan dalam pertempuran aslinya kalian melawan satu batalyon pasukan elit dengan luka parah dan Mana kalian terbatas." seketika semua orang di sana termasuk Shinta dan Jaka, merinding membayangkan hal yang Riku katakan tadi.

"Itu tidak mungkin dilakukan sensei. Satu tim elit saja bisa melumpuhkan 3 batalyon dengan mudah, tapi ini 1 batalyon lawan satu individu. Itu berarti bunuh diri sensei." sangkal Gaku.

Riku hanya tersenyum kecil saat mendengar pendapat Gaku, "Kalau begitu yang kalian lihat saat ini adalah rohku." bulu kuduk mereka langsung berdiri.

"Berarti selama ini kita diajarkan oleh hantu..." ucap Tamaki dengan suara bergetar takut.

"Bukan itu maksudnya!" seru para murid bersamaan.

"Riku-chan, kapan kau mengalaminya?" Riku nampak berpikir dan dia seolah menghitung jari.

"Misi pertamaku? Mungkin saat itu ada Otou-sama, tapi dia ternyata berjarak denganku jadi aku sendirian." jawab Riku dengan santai, bahkan tersenyum lebar.

"Baka! Lawan kau saat itu bukannya bawahan elit dari Sakura Haruki!? Kenapa kau nekat!?" teriak Shinta menggoncangkan tubuh Riku.

"Namanya saja elit, tapi kelas mereka aslinya teri." kata Riku dengan wajah menyampah dan akhirnya Riku harus beradu argumen dengan murid dan istrinya selama beberapa saat.

"Sudah sudah, lebih baik sekarang kita mulai penilaian prakteknya. Kau punya janji bukan dengan seseorang?" mendengar kata 'janji', Riku langsung serius dan simulasi pun di mulai urut dengan nomor absen mereka.

𝙽𝚎𝚡𝚝....

16/10/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top