25. Ujian Kenaikan Tingkat
Keesokan harinya, Riku berangkat ke ReMa bersama Tenn dan Rika. Jadwal mengajarnya hari ini tidaklah padat seperti biasanya karena para murid baru saja melakukan ujian kenaikan tingkat minggu lalu.
"Bagaimana ujian kenaikan tingkat pertamamu di ReMa Tenn-chan? Apakah sulit?" tanya Rika memulai pembicaraan saat perjalanan ke ReMa.
Mereka berangkat menggunakan mobil Riku, namun yang menyetir adalah Rika sedangkan si pemilik mobil merebahkan dirinya di kursi belakang.
"Eh sudah ujian kenaikan tingkat? Soalnya seperti apa tahun ini?" tanya Riku yang sedang bermain game konsol di bangku belakang.
"Sama seperti 9 tahun yang lalu, kau masih hafal?" jawab Rika tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.
"Ya, ujian itu ya...entah kenapa aku mengingat raut wajah pasrah Deryn saat itu. Dia keluar dari ruang ujian dengan wajah pasrah dan lelah. Tapi dia naik tingkat walau hanya satu tingkatan di atasnya saja." kata Riku sedikit tertawa.
"Kau sendiri?" tanya Tenn penasaran.
"Oh itu soal yang mudah jadi saat itu aku mendapatkan nilai sempurna dan tingkatan penyihirku langsung naik dari tingkat 4 ke tingkat profesor kalau tidak salah." jawab Riku dengan ringannya.
"Kau sekarang tingkatan apa? Kudengar banyak orang sudah menyerah saat tingkat ke 4. Tingkat 5 dan tingkat tinggi saja sudah sedikit." tanya Tenn menghadap ke belakang di mana Riku masih asik dengan game konsol miliknya.
"Terakhir aku mengambil ujian kenaikan tingkat itu 9 tahun yang lalu dan tingkatan ku sudah tidak bisa naik. Jadi seharusnya aku mengambil ujian kenaikan tingkat bersama guru-guru lain hari ini, tapi aku sudah tidak bisa karena tingkatan ku sudah tidak bisa naik." jawab Riku tanpa mengalihkan perhatiannya.
"Menang!" seru Riku mengangkat tangannya tinggi setelah memenangkan permainan di game konsol nya.
"Jangan bilang kau tingkat leluhur?" tebak Tenn dengan mata tidak percaya.
"Ya, memang ada tingkatan yang lebih tinggi dari itu? Tidak kan? Jika ada kristal pengukur tingkat, kristal itu akan pecah karena tidak bisa mengukur tingkatan ku jika aku mengambil ujian kenaikan tingkat lagi." balas Riku dengan wajah polosnya.
"Okaa-sama sendiri cuma sampai tingkat tinggi, dan Otou-sama tingkat profesor. Kau...bisa sampai tingkat tertinggi itu bagaimana caranya?" Tenn terlihat masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Riku.
"Ada tingkatan yang lebih tinggi dan hanya Reika-sama yang bisa mencapainya saat ini." timpal Rika dan itu membuat perhatian Riku yang awalnya ke game konsol menjadi ke pembahasan tingkatan tertinggi.
"Tingkatan yang hanya Reika-sama yang bisa capai....tingkatan penyihir suci. Itu benar-benar ada?" tanya Riku tidak percaya, di matanya nampak sekali binar-binar penasaran.
"Ya, kalau tidak ada kenapa Reika-sama di sebut penyihir suci." jawab Rika menyalakan lampu sen dan mulai berbelok.
"Aku akan ikut ujian kenaikan tingkat itu, hanya ingin mencoba saja." Riku benar-benar bersemangat saat mengetahui ada tingkatan yang lebih tinggi dari tingkat leluhur.
"Tapi bagaimana jika identitas mu terungkap lagi?" tanya Rika khawatir.
"Memang sudah waktunya bukan?" Riku menjawabnya dengan nada biasa bahkan dengan wajah polosnya.
"Terserah kau saja nak, Kaa-san hanya bisa berdoa." Rika pasrah jika sudah menghadapi wajah polos Riku.
Tenn sedaritadi hanya menyimak karena memang dirinya tidak paham apa yang keduanya perbincangkan sedaritadi. Kecuali bagian ujian kenaikan tingkat.
Saat sampai di sekolah, Riku langsung ke kelas 5-1 karena ia ingin memberitahu soal tugas-tugas dan juga tentang projek yang mereka buat beberapa minggu sebelumnya.
"Projeknya dikumpulkan dalam bentuk laporan di meja sensei yang di kantor guru. Lalu untuk pratek projeknya kita lakukan besok. Hari ini jangan sampai ada yang keluar kelas jika bukan jam istirahat, mengerti?" jelas Riku saat ia selesai menulis tugas di papan tulis.
"Mengerti Riku-sensei." jawab semua murid termasuk Tenn.
"Baiklah, sensei permisi. Selamat pagi." Riku pun meninggalkan kelas dan pergi ke aula di mana guru lain sudah berkumpul.
Saat ia tiba di sana, hal yang ia lihat pertama adalah Takeshi, Rika, dan Ratu Yuriko. Melihat putra bungsunya, Rika langsung memanggilnya untuk mendekat.
"Riku-kun, apakah benar kau ingin mengambil ujian kenaikan tingkat lagi?" kata Ratu Yuriko dengan nada pelan sehingga hanya Riku dan Ratu Yuriko saja yang tahu.
"Ha'i, itu benar Yang Mulia. Apakah bisa?" balas Riku yang juga memelankan nada suaranya.
"Tentu saja, lalu jika hasilnya sudah keluar apakah kau ingin mempublikasikannya?" balas Ratu Yuriko dengan senyuman.
"Saya tidak berniat untuk memperlihatkan tingkatan saya Yang Mulia jadi tolong rahasiakan saja." jawab Riku masih setia menunduk di hadapan Ratu Yuriko
"Kalau begitu kau berbarislah bersama guru-guru yang lain." Riku pun masuk ke dalam barisan di mana di sebelahnya ada Momo dan Yuki.
"Kau sudah masuk lagi ya Riku-kun?" kata Yuki saat Riku ada di sebelahnya.
"Sou desu senpai, lagipula sudah berminggu-minggu aku izin jadi hari ini aku harus masuk." jawab Riku tersenyum lebar.
"Aku jujur merindukanmu kouhai ku. Beberapa minggu kau tidak masuk mengajar membuatku kesepian." kata Momo menahan diri untuk tidak memeluk juniornya.
"Karena tidak ada yang bisa kau jahili bukan senpai?" tebak Riku dengan wajah pasrah.
"Benar." jawab Momo tentu dengan senyuman lebar.
Setelah mendengarkan penjelasan dari Ratu Yuriko dan Rika, para guru langsung pergi ke ruangan yang sudah di sediakan kemudian mengerjakan ujian kenaikan tingkat sesuai dengan tingkatan mereka.
Ujian kenaikan tingkat terdiri dari ujian tertulis, pratek, pengetahuan, dan juga ujian jiwa. Ujian jiwa adalah syarat utama kenaikan tingkat karena jiwa merupakan akar dari sihir seseorang.
Ujian itu berlangsung selama 3 jam dan kini seluruh guru sudah kembali berkumpul ke aula, tak terkecuali Riku. Namun, wajahnya yang biasanya tenang itu tiba-tiba menjadi pucat saat keluar dari ruang ujian.
Tidak ada yang tahu apa yang di alami para peserta selama ujian kecuali peserta itu sendiri. Rika dan Takeshi jujur khawatir dengan Riku karena baru pertama kali Riku keluar dari ruang ujian dengan wajah sepucat itu.
"Baiklah selamat untuk kalian yang sudah mengambil ujian kenaikan tingkat, dan hasilnya sangat melebihi ekspetasi saya. Kalian benar-benar guru yang berbakat karena kalian semua naik satu tingkatan lebih tinggi dari tingkatan sebelumnya." ucap Ratu Yuriko mengumumkan hasilnya.
"Untuk Nanase Riku-kun, bisa kemari sebentar?" Riku mengangguk lemas dan dia mendekat ke arah Ratu Yuriko yang membisikkan dirinya sesuatu.
"Apa Riku-kun baik-baik saja? Dia terlihat lebih pucat dari sebelumnya." bisik Seth kepada guru-guru di dekatnya.
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu bagaimana bisa dia seperti itu." balas Momo menatap khawatir punggung Riku.
"Berdoa saja jika dia baik-baik saja." kata Banri berusaha untuk tetap berpikir positif dan tidak terlalu khawatir.
"Ya, aku juga berharap seperti itu." balas Rinto yang bisa melihat raut putus asa Riku.
"Jadi seperti itu Riku-kun, keputusan ada di tanganmu. Jika kau menyetujuinya, bilang saja kepadaku." Riku hanya mengangguk dan dia pamit untuk ke kamar mandi.
Saat di kamar mandi, dia langsung menyandarkan diri di dinding dan menjatuhkan dirinya. Sejenak ia menatap tangannya dan ia menenggelamkan kepalanya di antara lututnya.
"Tidak mungkin, seharusnya tidak seperti ini. Apa memang aku yang kurang kuat? Aku..." Riku bergumam sendiri selama beberapa menit hingga ketukan dari seseorang membuatnya sadar dari lamunannya.
"Riku, sudah waktunya pulang. Ayo, Tenn dan Rika menunggu di mobil." suara Takeshi membuatnya sedikit lebih tenang dan langsung memeluk Takeshi saat ia melihat sosok Takeshi.
"Hiks...hiks....Otou-sama...." tangisan Riku pecah di pelukan sang ayah. Takeshi sudah mengetahui semuanya dan dia langsung menenangkan Riku.
"Namanya ujian jiwa Riku, ujian untuk menguji seberapa kuat jiwa mu jika kau akan naik tingkat. Sudah seharusnya seperti itu bukan?" kata Takeshi menenangkan Riku.
"Hiks...tapi....hiks....itu...hiks...." Riku tidak bisa melanjutkan kata-katanya dan lebih memilih menangis keras di pelukan Takeshi. Takeshi hanya diam saat melihat anak bungsunya mengeluarkan semua keluh kesah nya.
'Kau menyimpan semuanya sendiri selama ini nak. Gomen ne, Tou-san belum bisa menjadi ayah yang baik untukmu. Tou-san akan menjadi ayah yang baik mulai sekarang dan sampai kapanpun.' pikir Takeshi dan perlu waktu lama untuk menenangkan Riku saat ia sudah bisa menangis keras.
Rika dan Tenn sendiri penasaran kenapa Takeshi dan Riku lama di kamar mandi. Rika sebenarnya sudah ada rasa khawatir namun tiba-tiba rasa khawatir itu hilang begitu melihat Takeshi yang menggendong Riku dibelakangnya.
"Riku-chan, dia...tertidur?" tanya Rika begitu melihat Riku yang tertidur di gendongan Takeshi.
"Biarkan saja dulu, dia lelah. Bisa tolong bukakan pintunya? Dia mulai berat sejak terakhir kali aku menggendongnya." Tenn langsung membukakan pintu belakang dan Takeshi langsung menaruh Riku di belakang dengan hati-hati agar tidak terbentur.
"Tenn, kau temani adikmu di belakang. Biar Tou-san yang menyetir." keluarga Nanase langsung masuk ke tempat masing-masing dan mobil pun melaju membelah jalanan menuju ke kediaman mereka.
Di alam bawah sadar Riku...
"Eh? Aku di sini lagi? Hmm..." Riku langsung duduk termenung di depan danau. Air matanya kembali menetes, isakan tangisnya terdengar menggema di sana.
"Riku-kun, kau kenapa menangis sendirian di sini?" seseorang menepuk pundaknya dan mendengar suara yang familiar, Riku langsung saja melihat sosok di belakangnya dan menerjang sosok itu dengan pelukan.
"Reika-sama, katakan apakah aku tidak cukup kuat untuk melawan iblis itu?! Kumohon katakan!" kata Riku sedikit berteriak, teriakannya terdengar putus asa.
"Riku-kun, kau itu kuat. Mana mungkin bukan orang reinkarnasi dariku itu lemah. Semuanya kuat, bahkan kau yang terkuat melebihi diriku." kata Reika membalas pelukan Riku guna menenangkannya.
"Jika iya, kenapa roh ku berkata kebalikannya?! Aku rasa memang belum cukup kuat Reika-sama." Riku benar-benar sudah berada di titik terendah.
"Roh mu? Bukannya roh penyihir suci mu masih tersegel ya?" tanya Reika heran.
"Iie, aku sudah melepaskan segelnya 3 tahun yang lalu. Hiks....dia selalu saja membuat ku ragu, kenapa dia selalu membuatku ragu?" jawab Riku.
"Ah aku tidak menyadari hal itu, maafkan aku Riku-kun. Biar urusan ini ku bantu, memang bukan mudah menaklukkan roh penyihir suci. Datanglah ke Dunia Pelangi Suci setelah kau bangun di rumah nanti." jelas Reika mengelus rambut lembut Riku.
"Hiks...baiklah." Reika melihat sosok Riku mulai memudar, dengan kata lain dia mulai sadar.
"Roh penyihir suci merupakan musuh terbesar para penyihir, sebenarnya setiap penyihir memiliki roh tersebut namun akan otomatis tersegel. Jika tidak di kendalikan, hal itu akan menjadi pedang bermata dua karena roh penyihir suci adalah kumpulan kelemahan dan keraguan diri." gumam Reika menatap danau di depannya dan dia segera menenggelamkan dirinya demi bisa ke Dunia Pelangi Suci.
Sementara di dunia nyata, saat Riku terbangun, ia melihat langit-langit kamarnya lalu saat akan bangun, dia melihat Shinta yang sedang duduk di sofa dengan sebuah buku novel di tangannya.
"Oh Ri-chan, kau sudah bangun? Apa begitu melelahkan kegiatan mu hari ini? Sampai-sampai baru bangun jam segini." kata Shinta menaruh buku itu di meja yang tak jauh darinya kemudian mendekat ke Riku yang kini duduk di kasur.
"Memang jam berapa sekarang?" tanya Riku saat Shinta sudah duduk di dekatnya.
"10 malam, kau mau makan malam? Jika iya, akan aku ambilkan di dapur." jawab Shinta dengan senyuman manisnya. Namun ketika dirinya akan beranjak pergi, Riku menahannya dengan tangan yang sedikit gemetar.
"Iie, tetap saja di sini Shi-chan. Aku hanya perlu menenangkan diriku saja." Shinta tahu dari nada bicara Riku yang nampak baru mengalami hal buruk.
'Kau bukan orang yang pintar berbohong Ri-chan. Isi hatimu sebenarnya terlihat jelas jika dilihat seksama.' batin Shinta menatap mata Riku yang cahaya harapannya sedikit meredup.
"Aku tidak tahu apa yang kau alami hari ini, tapi Ri-chan harus tahu jika semua ini terjadi agar kau bisa menerima kenyataan dan juga menjadi lebih kuat." kata Shinta kembali duduk di dekat Riku hingga ia bisa bersender di bahu Shinta.
"Hmm...bagaimana kabarnya?" ucap Riku mengalihkan topik lalu tangannya yang tidak memegang tangan Shinta, mengelus perut Shinta yang sedikit menonjol.
Jika kalian menebak jika Shinta sedang hamil, maka itu benar. Shinta baru mengandung 2 minggu yang lalu dan hanya Riku saja yang mengetahui hal itu.
"Baik, hanya merindukan ayahnya." Riku tertawa kecil saat mendengar jawaban Shinta.
Mereka diam cukup lama hingga Riku membuka suara, "Apakah kau sudah memberitahukan hal ini kepada yang lain?" tanya Riku yang masih mengelus perut Shinta dengan satu tangannya.
"Iie, aku berencana untuk membuatnya sebagai kejutan." jawab Shinta menatap kembali mata Riku yang perlahan muncul kembali cahaya harapannya.
"Aku juga berpikir demikian, sudah berapa minggu?" balas Riku yang kini memeluk Shinta dan menaruh dagunya di bahu Shinta.
"Baru juga 2 minggu, tetapi karena gen keluargaku jadi dia sudah 1 bulan." jawab Shinta mengelus rambut Riku yang panjangnya mulai sepunggung.
"Lalu di tambah gen keluarga ku juga, dia sudah 3 bulan ya? Padahal baru 2 minggu yang lalu ya." sambung Riku. Usia kehamilan penyihir berbeda-beda dan ada beberapa penyihir yang usia kehamilannya lebih cepat dari manusia biasa.
Keluarga Shinta normalnya akan mengandung selama 4 setengah bulan saja atau setengah lebih cepat dari kehamilan biasa yang 9 bulan.
Sedangkan gen Nanase hanya hamil selama 9 minggu atau 2 bulan lebih 1 hingga 2 minggu. Gen milik Rika sendiri tergantung dengan siapa dia menikah, namun jika menikah dengan saudara jauh yang sama-sama memiliki darah penyihir suci, maka usia kehamilannya hanya 1 setengah bulan saja.
"Kau menginginkan perempuan atau laki-laki?" tanya Shinta menyembunyikan wajahnya di bahu Riku.
"Apapun, aku tidak peduli kelaminnya apa karena itu tetap anak kita bukan?" Shinta tertawa kecil saat mendengar alasan Riku.
"Padahal kau baru 18 tahun, tapi sebentar lagi kau akan jadi ayah." kata Shinta melepas pelukan itu dan menatap lekat mata Riku.
"Kau juga baru 19 tahun kan?" Riku dan Shinta saling tertawa setelahnya. Tanpa mereka sadari jika Rika menguping pembicaraan mereka.
"Ara...ternyata seperti itu. Baiklah akan aku rahasiakan dan jika di hitung dari pembicaraan mereka, 4 minggu lagi baru Shin-chan akan melahirkan." gumam Rika saat menjauh dari kamar Riku.
𝙽𝚎𝚡𝚝...
11/10/2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top