21. Terungkap

Di Kota Fleryca sendiri, lebih tepatnya di kediaman Nanase, Rika dan Tenn sedang melakukan aktivitas masing-masing. Hening menyertai aktivitas mereka hingga Tenn membuka suara.

"Ne Okaa-sama, ke mana Riku pergi? Sudah hampir seharian dia pergi namun belum kembali. Bukankah sinyal tanda bahaya sudah di bunyikan sedari tadi?" tanya Tenn tiba-tiba dan itu membuat Rika terhenti membaca satu buku.

'Sekarang saatnya. Lagipun Riku sudah mengijinkannya.' pikir Rika menatap sesuatu di kantung bajunya.

"Tenn, kau ingin mengetahui sesuatu?" tanya Rika menaruh bukunya yang berjudul 'Where's The Happiness?' di meja terdekat kemudian mendekati Tenn.

"Nandesuka Okaa-sama?" Rika duduk di depan Tenn dan memberikan sesuatu dari saku bajunya.

"Pin tentara? Tapi ini tidak seperti milik Otou-sama, milik siapa ini Okaa-sama?" ucap Tenn mengambil pin tersebut dan meneliti setiap detail yang ada.

"Coba kau lihat nama yang ada di belakang pin. Nama yang ada di depan pin hanya nama samarannya, nama asli pemilik pin itu ada di belakangnya." Tenn melihat nama pin yang di depan.

"Erin. Itu nama samarannya?" Rika mengangguk pelan dan Tenn lanjut melihat bagian belakang pin.

Mata Tenn terbuka lebar begitu melihat bagian belakang pin. Rika hanya tersenyum tipis saat melihat reaksi Tenn.

"Dia tidak ingin kau terlalu khawatir dengannya. Lagipula dia juga harus menyembunyikan identitasnya yang lain." kata Rika menatap foto yang berada di dekatnya.

Foto keluarga mereka saat Riku dan Tenn masih 3 tahun. Senyuman Riku di foto tersebut membuat Rika mengeluarkan air matanya di ujung mata.

'Seandainya waktu bisa di ulang. Aku ingin membuat Riku-chan lebih bahagia daripada sekarang.' pikir Rika mengambil foto tersebut dan mengelusnya.

"Apa yang selama ini terjadi Okaa-sama? Kenapa Riku berubah? Apakah karena dia seorang tentara?" Rika menaruh kembali foto tersebut dan menggeleng.

"Ada kejadian di dalamnya yang membuat Riku berubah. Kematian Deryn-kun salah satu hal yang membuat Riku berubah dan perubahan lainnya mungkin lain kali saja ya?" Tenn menatap Rika dan pin yang ada di tangannya secara bergantian.

"Ha'i Okaa-sama. Berarti Riku pergi dengan Otou-sama itu pergi ke medan perang?" kata Tenn memberikan kembali pin tersebut kepada Rika, namun Rika memakaikannya di kerah baju Tenn.

"Sou desu, dia salah satu anggota pasukan elit dan utama jadi mau bagaimana pun dia harus pergi ke medan perang. Simpan saja pin ini kata Riku-chan, dia tahu jika kau suatu saat akan menggantikan dirinya." Tenn menatap Rika yang matanya berkaca-kaca dan langsung memeluknya.

"Semoga Riku bisa pulang bersama yang lainnya." Rika membalas pelukan Tenn dan mengangguk pelan.

'Tapi takdir mungkin bisa berkata lain Tenn-chan.' pikir Rika mengelus kepala Tenn.

Kembali ke Riku, langkahnya terhenti saat dia sampai di suatu kawasan yang cukup membuat merinding tapi tidak untuknya yang sudah terbiasa dengan pemandangan di hadapannya kini.

Lautan mayat dan darah memenuhi padang tersebut. Senjata dan kertas mantra berceceran di mana-mana dan jangan lupa api yang membara masih menyala.

"Riku-kun, para Zombies sudah melakukan semua tugasnya." Riku mengangguk dan dia membakar satu kertas mantra kemudian berjalan melewati lautan darah.

"Kau tidak takut?" tanya Tora penasaran dengan reaksi Riku yang tidak menunjukkan ketakutan ataupun jijik.

"Hampir di seluruh hidupku selalu ku habiskan di medan perang. Tangan ini.....*menatap tangannya...sudah kotor sejak lama. Terkadang aku heran, dengan tangan yang kotor ini bagaimana bisa menjadi seorang panutan." Tora melihat Riku yang masih menatap tangannya dengan pandangan sedih.

Dalam pandangan Riku sendiri, tangannya sudah ternodai darah bahkan satu tangan lainnya memegang pedang yang terkena darah. Dia seperti melihat dirinya yang lama.

"Aku seharusnya tidak menjadi seorang panutan karena diriku sudah terlampau kotor untuk menjadi seseorang yang begitu bersih, seperti Deryn." lanjut Riku menutup setengah wajahnya.

"Kau tahu tidak? Sebelum arwah Deryn-shounen itu pergi, dia datang kepadaku untuk memberikan pesan. 'Onii-san, aku adalah orang yang baik dan juga rendah hati. Tanganmu tidak kotor dan dirimu pantas menjadi panutan banyak orang. Tidak ada orang yang bisa menjadi dirimu, jadi jangan terlalu keras pada diri sendiri. Deryn akan awasi dari atas, mata ne Onii-san. Daisuki.'."

Riku mendengar pesan yang Tora katakan itu terkejut dan menatap langit malam yang menampilkan bulan sabit sempurna. Hembusan angin pelan membelai wajahnya dan perlahan-lahan senyuman terbit di wajahnya.

"Dasar anak itu." Riku dengan cepat menahan agar air matanya tidak keluar dan berjalan ke arah tujuan selanjutnya. Tora yang mengikuti dari belakang juga tersenyum saat melihat cahaya harapan di mata Riku muncul kembali seperti dulu.

Beralih ke Takeshi dan Akai Ryuu, mereka kini sudah tiba di lokasi perang. Hal pertama yang mereka lihat adalah lautan darah dan mayat.

"Kurasa Riku sudah membersihkan jalan kita. Kita harus ke markas mereka sekarang, berpecah ke tempat yang sudah dibagikan. Tetap jaga komunikasi dan jika kalian ada dalam keadaan darurat, nyalakan sinyal darurat." perintah Takeshi mengeratkan pegangannya pada pedang.

*BOOM!!

Suara ledakan besar itu mengalihkan perhatian mereka. Dari asap tebal itu terlihat seseorang terlempar ke arah mereka dan mendarat di depan Takeshi.

Jubahnya berkibar dan hal yang pertama terlihat adalah mata crimson yang menyala dengan raut wajah serius. Rambut hitam panjangnya terurai tanpa ada sesuatu yang mengikatnya dan juga beberapa goresan luka di sekitar wajahnya.

"Riku/-san/Mayor/Kapten."

Pemilik nama menoleh dan dia terkejut dengan orang di belakangnya. Dari kejauhan raungan harimau terdengar dan tak lama ada sosok mendekat ke arah mereka yang ternyata adalah Tora.

"Tora! Daijoubu ka?" tanya Riku kepada Tora yang ada di sebelahnya sekarang. Tora sedikit mengangguk dan tak berselang lama, muncul lagi seseorang dari arah Tora datang.

"Kau masih sama lemahnya seperti dulu ya? Bahkan sampai mengundang pasukan yang lebih banyak dari 5 tahun yang lalu, Nanase Riku." Riku menarik pedangnya dan kembali bertarung dengan orang yang mengejeknya.

"Sepertinya aku mengenali suara ini." gumam Takeshi saat mendengar suara orang yang kini bertarung dengan Riku.

"Kau pasti mengenalnya Takeshi-shounen, dia itu—" belum juga Tora selesai berbicara, Riku memanggilnya.

"Tora! Formasi 3!" dengan cepat, Tora dan Riku membentuk satu formasi serangan yang mulai membuat musuh kewalahan.

Setelah mencoba untuk melukainya, Riku melakukan tinju tepat di tengah wajah orang itu.

"Apa yang kau lakukan selama 5 tahun ini Riku? Kenapa kau makin..." ucap orang itu terduduk lemas dengan darah mengalir dari hidungnya setelah terpukul oleh Riku tepat di hidungnya.

"Setelah kau membunuh Deryn, aku tidak menyangka kau masih hidup walau aku menembakmu tepat di titik vital. Minami Harukawa." Riku menatap orang yang ia pukul dengan tatapan marah bahkan genggaman pada pedangnya dieratkan.

Ya, orang itu adalah Minami Harukawa, musuh Riku 5 tahun yang lalu. Setelah Riku dan Akai Ryuu pergi, Harukawa ternyata diselamatkan oleh seseorang dan membuatnya bisa bertahan.

"Kau seharusnya berterima kasih karena aku masih hidup bukan? Kau bisa membalaskan dendam karena membunuh teman mu itu." ucap Harukawa berdiri dengan di bantu pedangnya.

"Awalnya aku berpikir seperti itu, tapi dia mengatakan untuk tidak membunuhmu dan juga aku punya dendam lain terhadapmu. Lalu asal kau tahu, Deryn terlalu baik untuk segala hal di dunia ini dan dia pantas mendapatkan yang terbaik." kata Riku memasukkan pedangnya kembali.

"Kau selalu menganggap remeh musuhmu kan?" Riku menatap Harukawa dengan waspada. Lalu tiba-tiba Harukawa mengaktifkan sinyal bala bantuan.

'Memanggil bala bantuan ya? Menarik, kurasa identitas pertamaku akan terbongkar. Atau mungkin....' Riku sedikit melihat ke langit di mana sinyal bantuan masih menyala dan kembali melihat ke arah Minami yang tersenyum licik.

'Yang kedua ya? Tak apa, setidaknya identitas ke-tiga atau yang terakhir belum terbongkar.' pikir Riku menatap pasukan musuh yang datang dari kejauhan.

"Otou-sama. Komando pasukan untuk ke markas musuh yang ada di timur laut, biar aku yang tangani pasukannya di sini." kata Riku ketika pasukan bantuan hampir dekat dengan mereka.

"Demo—" Riku memotong kalimat yang akan Takeshi katakan sembari menggambar lingkaran mantra di tangannya dengan tinta khusus.

"Percayalah, aku akan kembali dengan kalian. Aku bukan seorang yang lemah seperti dulu. Onegai!" Takeshi sebenarnya berat hati ingin meninggalkan anak bungsunya, tetapi perintah harus tetap di laksanakan.

"Kita bagi jadi 4 pasukan! Kepung mereka dengan taktik arah mata angin." titah Takeshi tegas.

"Ha'i." sebelum Takeshi pergi, dia sempat melihat ke arah Riku yang masih menatap serius Harukawa. Merasa ditatap seseorang, Riku menoleh dan memberikan senyuman lamanya.

Hal itu membuat Takeshi ikut tersenyum dan dia pun pergi menyusul pasukannya yang lain. "Hati-hati nak, Tenn dan Rika menunggu kita. Oh dan jangan lupa calon istrimu." ucap Takeshi sebelum dia pergi.

"Aku sudah berjanji Otou-sama." Riku kembali menatap Harukawa yang kini tersenyum mengerikan.

"Kau akan hancur jika sendiri Riku." kata Harukawa meremehkan. Awalnya Riku hanya diam namun senyuman sinisnya terbit begitu lingkaran sihir di tangannya menyala.

"Kata siapa aku sendiri? Ara-sama, Ata-sama, Tora, dan seseorang akan membantuku." Riku mengucapkan mantranya dan seketika aura di sekitar Riku membuat pasukan lawan berhenti sejenak.

"Pedang kehancuran, Aresa. Dewa Perang, Ares."

Di hadapan Riku muncul pedang Aresa dan juga di belakangnya terdapat sosok besar dengan pakaian perang romawi kuno.

"Riku, kau jarang sekali memanggilku dan pedangku secara bersamaan." ucap sosok yang adalah Dewa Perang, Ares.

"Sumimasen Ares-sama, aku hanya perlu pasukan lebih. Bisa bukan?" kata Riku dengan tawa hambar. Tak lama di sebelah kanan kiri Riku juga muncul 2 sosok, Ara dan Ata.

"Hm? Ares-sama? Kau juga di panggil?" tanya Ara saat melihat sosok Ares di belakang Riku.

"Ara-sama, ha'i sou desu. Jadi Riku?" Riku berjalan pelan beberapa langkah ke depan dan menatap Harukawa serius.

"Serbu." satu perintah singkat dari Riku langsung membuat ke-empat sosok penjaga Riku bergerak ke masing-masing arah. Riku sendiri lebih memilih menghadapi Harukawa.

Takeshi dan pasukannya berhasil menyelamatkan tahanan perang. Leo dan Subaru menyuruh mereka untuk membantu Riku di garis depan karena mereka melihat sinyal bala bantuan dari Riku.

"Kami akan kirimkan pasukan khusus rahasia juga untuk membantu karena Minami Harukawa memiliki sesuatu yang mereka cari." kata Leo setelah memastikan tahanan perang terakhir masuk ke dalam mobil pengangkut.

"Itu artinya Shinta...." kata Shira memberikan sinyal pada pengemudi untuk segera jalan setelah semua tahanan perang masuk.

"Ya, dia bahkan hampir sampai di sini bersama seseorang lagi." balas Subaru dan mereka semua kembali ke garis depan membantu Riku yang perlahan mulai kewalahan karena bertambahnya jumlah musuh dalam waktu singkat.

"Riku gomen, waktu perjanjian sudah habis. Kami harus pergi." kata Ara saat melihat dirinya mulai memudar.

"Aku juga harus pergi sekarang, tapi tenang saja pedangku tidak memiliki batas waktu. Pedangku akan membantumu." sambung Ares dan dia langsung menghilang di susul Ara dan Ata.

"Arigatou gozaimasu Ara-sama, Ata-sama, Ares-sama. Tora, kau masih ada waktu bukan?" ucap Riku menahan serangan lawan dan langsung membunuhnya.

"Aku tidak punya batas waktu dan asalkan ada energi alam, aku masih bisa ada di sini. Riku-kun belakang mu!" Riku langsung mengeluarkan sihir penyerang.

"Panah Petir Ganda.", "Ombak Suci."

Dua orang yang menyerangnya dari belakang langsung tersambar petir merah milik Riku lalu tak lama sihir air milik Tora mengusir mereka.

"Menyerah saja Harukawa, kau tidak memiliki kesempatan untuk melawan ku lagi." ucap Riku mendekat ke arah Harukawa yang sedang memulihkan diri.

"Heh....kau yakin?" Riku menatap waspada sekitarnya terutama Harukawa dan tak lama terdengar suara gemuruh akibat langkah orang-orang uang mendekat.

"Aura Putih. Lumpuhkan."

Gelombang dari seseorang yang tiba-tiba datang dari atas membuat orang-orang yang berlarian mendekat terlempar mundur. Riku awalnya terkejut saat melihat orang yang datang, namun tak lama dia tersenyum.

"Kenapa kalian lama?" tanya Riku tanpa melihat orang yang ada di belakangnya.

"Salahkan saja kakakku, dia lambat sekali membawa motor." setelah orang tadi mengatakan demikian, datang lagi seseorang dari arah yang sama.

"Adik durhaka, rela sekali meninggalkan kakakmu dengan segerombolan musuh yang punya senjata dan racun mematikan sendirian." ucap orang yang baru saja tiba.

"Kau juga bawa motor seperti siput, aku tinggal saja. Calon suamiku dalam bahaya daripada kau." sarkas orang satunya yang merupakan adiknya.

"Mou ii, kalian ini kenapa selalu bertengkar di manapun jika bersama Shinta-san, Jaka-san." kakak-beradik tersebut seketika terdiam dan memalingkan muka mereka ke sembarang arah asal tidak saling bertatapan.

Mereka adalah Shinta dan kakaknya, Jaka Amano. Riku mengenal Jaka saat Jaka tidak sadar tersesat hingga ke Danau Holy dan Riku yang kebetulan sedang di ajak memancing oleh Takeshi bertemu dengannya.

𝙽𝚎𝚡𝚝...

22/09/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top