16. Shinta Amalia 2

Riku pun berjalan ke garasi kemudian menyuruh Shinta masuk ke dalam mobil. Setelah Shinta masuk, Riku langsung melepas wignya dan di lemparkan begitu saja ke belakang kemudian melaju membelah jalanan dengan kecepatan 80 km/jam menuju markas Shinta dan Riku yang ada di pinggiran kota.

"Hisashiburi ne Riku-san. Kau tampak semakin keren saja setelah kita tidak bertemu lama, terutama tadi waktu kau mengatakan pernikahan di depan orang tua dan saudara kembarmu." kata Shinta mengawali obrolan.

"Itu salahmu karena tiba-tiba saja menagih janji yang kau buat sendiri. Lalu bukannya kau harusnya pergi ke apartemen mu terlebih dulu?" Riku masih tetap fokus menyetir, terkadang dia juga menyalip mobil lain dengan kecepatan yang tidak masuk akal.

"Sudah, aku tiba di sini kemarin malam dan karena kau tidak memberikan surat balasan jadi langsung saja aku pergi. Apakah kau keberatan?" Shinta nampak tenang walau Riku mengebut seperti pembalap.

"Bukan keberatan Shinta-san, hanya saja aku baru selesai bekerja. Lalu, katanya kau mau bahas sesuatu, bahas soal apa? Dan misi apa yang diberikan?"

"Kita ke markas saja dahulu agar nyaman pembicaraan kita kali ini. Oh ya, apa kau tahu sesuatu tentang bubuk berkilau ini?" Shinta memberikan satu botol bubuk biru terang kepada Riku dan Riku langsung mengaktifkan mode auto pilot setelah mengambil bubuk tersebut.

Riku merasa aneh dan kenal dengan bubuk yang Shinta bawa dan mencocokkan dengan bubuk magnetis yang ia punya.

"Bubuk magnetis, tapi kenapa formulanya tampak berbeda?" Riku masih membandingkan bubuk pemberian Shinta dan yang ada di dirinya.

"Bubuk apa? Benda apa itu?"

"Kau pasti tahu obat boneka kan? Obat itu menggunakan bahan terlarang dan seharusnya sudah dimusnahkan sedari lama, yaitu bubuk magnetis." Shinta tentu saja terkejut, siapa yang tidak tahu tentang Obat Boneka, tentu hampir semua agen, tentara, polisi dan anggota pemerintahan juga tahu karena sudah menjadi masalah internasional.

"Tapi kenapa masih ada? Bukannya sudah kita bereskan masalah itu beberapa tahun lalu?" tanya Shinta dan Riku hanya menggeleng pelan.

Memang mereka adalah salah satu anggota utama yang di utus untuk memusnahkan obat tersebut sampai ke akar-akar nya.

"Karena organisasi tidak punya akal sehat itu yang ternyata punya salinan bahan-bahan dan cara pembuatannya. Tokorode, kau menemukan bubuk yang ini di mana?" kata Riku.

"Di negara utara, Northmare. Tepatnya di hutan selatan Northmare, dekat istana."

"Itsu?"

"Kira-kira 5 hari yang lalu saat aku iseng berjalan-jalan." Riku merenung, menatap jalanan yang ternyata lengang dengan isi pikiran yang sudah pasti di penuhi oleh segala pertanyaan dan pernyataan.

"Apa aku harus menghubungi si kuning alay itu? Walaupun aku tidak suka bertemu dengan dia, tetapi informasi yang dia dapatkan selalu akurat." kata Riku setelah diam cukup lama.

"Itu terserah padamu mau memanggilnya atau tidak, tapi dia sekarang sedang di Holymizu, sendirian." Riku menonaktifkan auto pilot dan langsung menambah kecepatan mobilnya.

"Kenapa dia ke Holymizu? Apa dia ingin menjemput Seth-senpai?" Shinta hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban dan 2 menit kemudian mereka sampai di markas Riku dan Shinta yang merupakan rumah tua.

"Ish, di sini masih banyak makhluk-makhluk gaib. Kukira kau sudah mengusirnya." kata Riku saat melihat banyak makhluk astral bergentayangan di mana-mana.

Ada yang terbang, ada yang duduk, ada yang cari kepalanya, ada yang gelayutan di pohon dan masih banyak lagi.

"Memang, kecuali kalau sudah tidak ada yang kesini selama 6 bulan lebih. Kau kemana saja setelah itu?"

"Kapan kau mengusirnya?"

"5 tahun yang lalu saat aku dengar perang besar di negeriku. Sebelum ke sana, aku ngusir mereka. Kau kemana?"

"Aku ada misi besar di London dan...aku tidak ke sini lagi sampai sekarang, aku ke sini lagi setelah 5 tahun."

"..."

"..."

Keduanya terdiam dan perempatan kesal muncul di kepala Shinta walau wajahnya sedang tersenyum manis tetapi bagi Riku, senyuman itu sama seperti senyuman maut milik Rika. 'Wow....sepertinya aku membangunkan singa yang tertidur.' batin Riku sebelum dia menjadi sasaran amarah bagi Shinta.

"KAU TAHU AKU MENGUSIR MEREKA PAKAI TENAGA YANG BANYAK TAU!! KENAPA KAU BIARIN KOSONG LAGI HAH!?!" kata Shinta menarik rambut di kepala Riku.

"I-ittai ittai! Ha'i gomen na. Shinta-san nanti aku botak, lepasin." kata Riku berusaha melepas tarikan maut Shinta.

"Iiya da!!" selang beberapa masa, Shinta menarik rambut Riku dan kini Riku terkapar tidak berdaya di tempat dan Shinta tersenyum puas.

"Ittai yo, Shinta-san kalau tarik rambut serius banget." kata Riku pelan sembari mengelus kepalanya yang pusing karena Shinta menariknya terlalu keras.

"Itu salahmu, kenapa kau membiarkan rumah ini kosong lagi. Sudah capek-capek aku usir, kau biarin kosong begitu saja. Sia-sia tenagaku jadinya." balas Shinta yang entah sejak kapan sudah duduk manis di atas dahan pohon dengan sesosok hantu perempuan dengan kimono putih berdarah, jika mereka memiliki indra tambahan.

"Kan aku sudah minta maaf, baiklah sebagai permintaan maafku aku yang akan usir mereka kali ini." Riku berdiri dari posisinya dan mulai bersiap-siap.

"Hee? Yakin kau bisa?" kata Shinta terlihat meremehkan Riku.

"Tentu, lihat ya." Shinta memperhatikam gerak-gerik Riku yang lumayan meyakinkan namun tetap sedikit meragukan di mata Shinta walau energi yang dia keluarkan nampak besar, dan...

"Hush hush sana pergi. Pergi ke alam kalian sana. Hush pergi."

Shinta sweatdrop melihat kelakuan Riku yang tidak sesuai dengan umur dan perilaku dewasanya selama ini dan dia turun dari dahan pohon, bersiap memukul kepala Riku.

"RIKU!!"

"Gomen, bercanda doang kok. Oke sekarang serius. Jangan pukul kepalaku!" kata Riku saat melihat Shinta berjalan dengan mengepalkan tangannya. Riku kali ini benar-benar mengucapkan mantra pengusir makhluk astral dan seketika mereka hilang, kembali ke tempat yang seharusnya, tak lupa ia memasang pelindung anti makhluk gaib agar tidak ada makhluk yang masuk ke markas mereka.

Riku dan Shinta masuk ke dalam markas mereka kemudian berbincang dengan serius. Ya tetap ada sedikit candaan, mungkin.

"Jadi hal apa yang ingin kau beritahukan Shinta-san?" Riku duduk di salah satu kursi yang berdekatan dengan jendela, spot favoritnya.

"Tentang bubuk tadi, di Northmare mereka menyebutnya sebagai bubuk kematian. Entah apa alasannya mereka menyebutnya dengan bubuk kematian, tetapi bubuk itu bisa membuat seseorang menjadi zombie."

"Dicampurkan dengan zat lain atau bagaimana?"

"Karena bentuknya seperti gula/garam walau warnanya berbeda, jadi mereka biasanya mencampurkannya di makanan atau minuman korban."

"Korbannya?"

"Hampir setengah penduduk Northmare, pihak kerajaan sedang menelitinya sekarang dan pangeran alay itu sedang mencarimu." Riku mengalihkan pandangannya dari pemandangan luar ke Shinta yang duduk di dekatnya sembari membaca novel.

"Untuk apa dia mencariku? Pasti bukan cuma dia ingin menunjukkan sisi otaku nya yang sudah mendarah daging itu." Riku menatap calon istrinya dengan tatapan penasaran dan yang ditatap hanya tersenyum seperti biasa.

"Mungkin itu salah satunya tetapi mungkin dia ingin meminta tolong untuk membantu mereka meneliti. Kabar tentang kau yang bisa meneliti sesuatu dengan cepat dan tepat sudah menyebar ke seluruh dunia."

"Pangeran alay yang kau maksud bukan si kuning alay itu kan?" dari nada suaranya terlihat sekali jika Riku tidak ingin bertemu dengan seseorang.

"Siapa lagi bukan? Kakaknya lebih memilih bekerja di ReMa daripada di kerajaan, jadi si alay itu yang harus turun tangan. Mereka kan hanya dua bersaudara jika kau ingat."

"Aku ingat, hanya saja aku sekarang sedang malas bertemu dengan dia, logatnya tidak bisa diterima oleh otak ku ini." Shinta melihat raut kekecewaan dari calon suaminya hanya tertawa pelan.

"Tapi bagaimana pun dia itu partner internasional kita kan? Kita tidak bisa menghindar begitu saja dari dia kecuali ada sesuatu."

"Tapi aku tidak menyangka saja dapat partner seperti dia. Kalau dia teriak, rasanya speaker saja kalah dan tingkahnya juga suka buat orang naik darah."

"Memang, tapi kalau serius dia sama sepertimu."

"Maksudnya?" Riku bukannya tidak mengerti tetapi dia tidak ingin di samakan dengan orang yang dia panggil 'Pangeran alay' itu.

"Iya, kalian itu 11 12. Kalau sedang tidak serius kau pemalas sedangkan dia alay dan lebay, tapi sekalinya serius sifat kalian yang tadi hilang bak ditelan bumi."

"Hei! Aku tidak ingin disamakan dengan makhluk kuning alay dan lebay itu!" Shinta tertawa puas karena bisa menjahili Riku.

"Ha'i ha'i, lalu kau bisa kan menelitinya?" Riku berdiri dan menghadap ke jendela dengan tangannya yang memegang kedua botol bubuk magnetis.

"Beri waktu sekitar 3 bulan. Bubuk ini tetap berbeda walau sama dengan bubuk magnetis tapi aku akan mulai meneliti 1 minggu kemudian." jawab Riku melihat kedua botol kecil di tangannya.

"Kenapa harus menunggu 1 minggu?" heran Shinta menutup bukunya dan meletakkan kembali buku tersebut di tas pinggangnya.

"Kau tidak lihat katung mata ku ini?" Riku menunjuk matanya yang ada katung mata walau tidak terlalu terlihat untuk sekarang.

"Berapa hari kau tidak tidur?" tanya Shinta memiringkan kepalanya ke kiri.

"Hampir 3 minggu, mungkin."

"Jangan memelihara kebiasaan begadang mu itu, istirahat sana."

"Tadi rencana mau istirahat tapi kau datang, lalu mana misinya?"

"Hehe gomen, ini misinya dan kita bisa selesaikan malam nanti sebelum aku pulang karena kakak ku terlalu cerewet." Shinta memberikan satu map hitam yang langsung Riku baca dan selesai membaca dia hanya diam.

"Kau tidak perlu menunggu malam, aku sudah selesaikan." Shinta tahu jika Riku akan menyelesaikannya secepatnya tetapi dia tidak menyangka akan secepat ini.

"Hayai, demo arigatou. Laporan biar aku yang tulis, lalu kalau aku tidak salah dengar kamu jadi pengajar di ReMa ya?"

"Iya, aku dulu waktu masih jadi murid di sana kan awalnya cuma niat bantu kelas 4-2 yang dulu di cap jelek. Tapi Okaa-sama memberiku kartu pengajar, berlaku seumur hidup lagi." Riku mengeluarkan kartu mengajar miliknya yang sudah ia miliki sedari sekolah dulu.

Shinta tersenyum dan mendekat ke arah Riku, "Hihi kau memang lebih cocok jadi pengajar daripada tentara. Kalau begitu pulanglah, kita ketemu 2 minggu lagi." Shinta menepuk pelan kepala Riku sebelum dia beranjak pergi.

Wajah Riku sedikit merona karena perlakuan Shinta, "Kau mau kemana?" tanya Riku yang mengekor.

"Pulang kampung, kakak sepupu ku menikah jadi mau tidak mau aku harus pulang dan aku harap tidak ada pertanyaan keramat." jawab Shinta dan mereka pun keluar dari markas mereka.

"Sokka, mau ku antar ke bandara?" tawar Riku berjalan mendahului Shinta.

"Katanya kau mau istirahat." heran Shinta.

"Daijoubu, lagipula jaraknya dekat. Tidak baik seorang gadis sendirian di bandara." kata Riku membukakan pintu untuk Shinta.

"Woi jangan meremehkan aku! Demo, arigatou na Riku." Shinta tersenyum dan sebelum masuk ke dalam mobil, dia sempat mencium pipi Riku dan itu membuat Riku tersenyum.

Kemudian Riku mengantarkan Shinta ke bandara yang jaraknya tak jauh dari markas mereka namun sebelumnya, Shinta meminta Riku untuk pergi ke apartemennya yang tak jauh dari sana untuk mengambil kopernya.

Tentunya dengan senang hati Riku menurutinya dan setelah mengantarkan Shinta ke bandara, Riku pun pulang dengan hati yang sedikit berbunga-bunga.

"Tadaima." kata Riku saat memasuki rumahnya.( Riku sudah pakai wig lagi ya. )

"Okaeri, Riku-chan tadi ada yang mencarimu." kata Rika yang sedang membersihkan ruang tamu.

"Dare? Lalu kemana dia?" tanya Riku melihat ke sekitar ruang tamu.

"Dia sudah pulang, katanya mau ke sini lagi besok. Lalu yang ke sini itu, kau tahu sendiri pastinya." kini Takeshi yang berbicara, dia sendiri datang dari ruang keluarga dengan kopi di tangannya.

"Biar ku tebak, si kuning alay lebay itu?" Riku mengatakan dengan nada yang tidak menyenangkan, seolah dia berharap bukan orang tersebut.

"Itu kau tahu." jawaban Takeshi mematahkan ekspetasi Riku.

"Hah...baiklah. Sokka, apa aku bisa minta cuti?" kata Riku saat akan menaiki tangga.

"Doushita? Lalu sampai kapan?" tanya Rika heran karena tidak biasanya Riku meminta cuti jika bukan karena misi, tapi ini Riku meminta cuti namun dia juga tidak mendapatkan misi akhir-akhir ini.

"Aku hanya ingin istirahat, hanya 1 minggu kok." jawab Riku yang berhenti di tengah tangga.

"Boleh, kau sudah bekerja keras dan kau pantas mendapatkannya. Sana istirahat, jangan sampai tumbang." jawab Rika dan Riku mengangguk kemudian pergi ke kamarnya untuk tidur, lagi.

Tak lama Tenn datang dari halaman belakang setelah berlatih sihir yang diajarkan oleh Akai Ryuu kemarin, "Otou-sama Okaa-sama di mana Riku?" tanya Tenn yang baru datang.

"Baru saja pulang dan sekarang dia di kamarnya. Kau jangan mengganggunya ya?" kata Rika yang kini ada di dapur, memasak makan siang.

"Kenapa memangnya? Apa asma dia kambuh lagi?" tanya Tenn sedikit khawatir.

Tenn masih belum tahu kalau Riku sudah tidak memiliki asma dan Riku menyuruh orang tuanya tidak memberitahukan Tenn sebelum ia memberitahukannya sendiri.

"Daijoubu Tenn, Riku hanya perlu istirahat. Sebelum kau masuk ke ReMa, Riku sempat masuk rumah sakit karena kehilangan banyak Mana dan memulihkannya tidak secepat itu." jelas Takeshi sambil merangkul Tenn.

"Ya, walaupun saat itu aku juga sedang sakit. Tapi saat sadar, Riku menceritakan semuanya kepadaku." timpal Rika yang datang membawa minuman untuk Tenn.

"Tapi aku lihat dia baik-baik saja. Bahkan dia tidak seperti sedang dalam masa pemulihan." kata Tenn memperhatikan pintu kamar Riku dari bawah dan menerima gelas yang Rika sodorkan.

"Dia bukan anak lemah seperti dulu Tenn-chan, Riku-chan sekarang anak yang kuat, bahkan tampan." kata Rika sembari melihat ke pintu kamar Riku.

'Ya, kurasa Okaa-sama benar dan aku tidak perlu terlalu khawatir dengannya, mungkin.' Tenn pamit untuk menyiapkan pelajaran besok dan memeriksa jika ada pekerjaan yang belum dia selesaikan.

𝙽𝚎𝚡𝚝....

16/06/2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top