65

Assalamu'alaikum

Datang lagi nih, maaf telat bilangnya up siang tp malah jd ny sore🤭

Maeupkeun yeee

Oh ya komennya blm bisa di balas semua, blm sempat di baca cuma di lihat td. Entr deh aku balasin ya..

Ya udh deh langsung aja...

Vote dan comment ny lagi yaaaa

See u next chap!!!!

Purple U

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

______________________________________









"Karena 90% spesies orang pintar ada disana! Sementara 10%nya tersebar di seluruh sekolah lain di Korea....

“Salah! Bangtan Academy menjadi sekolah terbaik adalah karena kurikulum yang diajarkan disana berbeda dengan kurikulum sekolah umum, bahkan dari tingkat Elementary School Nya.

Jika aku ibaratkan dengan angka bilangan bisa di umpama kan seperti ini, sekolah umum memiliki grade lima maka Bangtan Academy memiliki grade dua puluh lima. Berkali-kali lipat dari sekolah biasa.

Karena itulah Bangtan Academy selalu melakukan seleksi ketat setiap kali tahun ajaran baru, dan hanya menerima siswa tingkat Elementary School, tidak pernah menerima siswa pindahan entah dari manapun.” Kim Saem tidak menjelaskan dengan rinci pada ketiga murid Home Schooling Nya itu.

mereka tampak mendengarkan dengan baik, karena itu ia tetap melanjutkan penjelasannya, tentu saja ia tidak mau berbicara jika tidak diperhatikan membuang-buang waktu.



“Dan untuk spesies orang pintar yang tadi Jae In sebutkan, itu tidak seratus persen benar, dan tidak seratus persen salah juga.

Jika kalian mengukurnya dari tingkat IQ bisa aku pastikan jika hampir seluruh siswa Bangtan adalah superior bahkan ada yang lebih dari itu. Tapi sayangnya, Bangtan tidak menilai dari IQ, nilai IQ bisa berubah jika sering kali dilatih, dengan kata lain bisa di tingkatan seiring berjalannya waktu.

Orang pintar bisa di bentuk, tetapi orang cerdas tidak. Para siswa Bangtan di didik untuk menjadi orang yang cerdas, bukan hanya secara akal, tetapi juga secara emosional dan karakter.

Itulah alasan kenapa Bangtan hanya membuka pendaftaran siswa baru untuk sekolah dasar, sementara tidak untuk tingkat menengah, baik tingkat pertama maupun tingkat atas. Karena pada masa itu, sulit untuk mengubah pola pikir, karakter dan sifat seseorang. Kalian lihat tiga meja kerja yang ada di sudut itu?”

Kim Saem mengarahkan telunjuknya pada tiga buah meja besar yang berada disudut lain ruang belajar itu di ikuti tatapan penuh tanya dari ketiganya. Saat pertama kali menginjakan kaki di ruangan itu, mereka pernah akan duduk disana.

Mereka pikir meja itu kosong pasti boleh ditempati, tetapi nyatanya mereka tidak diperbolehkan mendudukinya bahkan menyentuh barang-barang yang ada di atas meja itu. Katanya meja itu telah seperti itu selama empat tahun terakhir dan tidak pernah di sentuh kecuali maid yang bertugas untuk membersihkan, itupun tidak memindahkan satu barang pun dari posisinya.

Jung Yae In yang pertama kali membuka suara dari ke terpakuan mereka bertiga. “Bukankah itu meja belajar? Saem bilang itu milik dari pemilik tempat ini?”

“Meja Kerja yang selalu di gunakan untuk belajar lebih tepatnya. Para pemiliknya kalian tidak tahu tentang mereka bukan? Mereka adalah murid-murid di Bangtan Academy.”






“Ne??? Jinja? Jadi yang punya tempat seperti istana ini adalah murid Bangtan?”




“Wah, hebat sekali! Dia pasti kaya hingga bisa memiliki tempat sebesar ini?”


Ketiga anak itu berdecak kagum setelah mendengar perkataan Kim Saem. Orang yang mampu membangun kastil sebesar ini dengan barang-barang mewah dan berkelas sebagai perabotannya pastilah memiliki banyak uang yang tidak bisa dihitung jumlahnya.

“Aku belum selesai berbicara, Tuan Muda Park yang terhormat!” ujar Kim Saem. Anak itu selalu saja tidak mendengar omongan orang sampai habis.

Yae In yang menyadari ada kata-kata Saem nya yang aneh menurutnya, segera memotong apa yang ingin disampaikan sang guru lagi.

“Saem kau bilang mereka, berarti bukan hanya satu bukan. Dan lagi bukan hanya meja-meja itu yang berjumlah tiga, hampir semua barang di dalam bangunan ini memiliki tiga pasang.”




“Nona Jung ini cukup teliti sepertinya, mengingatku pada seekor kelinci buntal salah satu kesayangan paman ku saja.”



“Kelinci buntal?” tanya ketiganya serempak, apa hubungannya Yae In yang teliti dengan kelinci buntal? Yae In tidak se-gemuk itu untuk bisa dikatakan kelinci buntal, apalagi dia tidak memiliki cici-ciri seperti kelinci, bahkan gigi kelinci pun dia tidak punya.



“Emm, kelinci itu sangat manis. Sayang dia sangat malang. Ah, ya! Mengenai tiga pasang itu, memang benar. Mereka ada tiga orang, pemilik tempat saat ini. Jika harus menyebut mereka kaya, aku sedikit sangsi, karena aku tidak tahu seberapa kaya mereka. Yang aku tahu tempat ini mereka dapatkan sebagai warisan turun temurun yang jelas.”






Saem sepertinya kau tau banyak tentang mereka…” kali ini Jae In yang mencoba mengorek informasi




“Tentu saja, karena ketiganya berada dibawah bimbingan ku dan ke-empat rekan ku yang juga mengajar kalian. Mereka dalah murid-murid terbaik yang pernah di Miliki Bangtan dalam tiga puluh tahun terakhir.

Cerdas, Jenius dan berbakat. Kalian tidak akan menemukan yang seperti itu di tempat lain kecuali disini.” Jelasnya dengan bangga. Di kepalannya terbayang saat-saat waktu yang ia habiskan dengan ketiga muridnya yang sekarang entah bagaimana dan dimana keberadaan mereka tepanya.



“Aku jadi penasaran, Saem kau bilang tempat ini adalah milik mereka, tapi kenapa aku tidak melihat satupun foto mereka?” pertanyaan itu diangguki oleh dua oran lainya. Mereka sejak awa sudah bertanya-tanya kenapa tidak ada satupun ditempat ini foto yang terlihat.



Jikapun ada semua tertutup oleh kain hitam yang kata para maid disana, sengaja di gunakan untuk melindungi foto-foto itu dari debu, karena kastil ini memang tidak di tempati sejak empat tahun lalu, walaupun para maid selalu datang untuk membersihnya.

Saat mereka telah tinggal di kastil pun penutup dari pigura-pigura foto itu tidak pernah dibuka, dan tidak memperbolehkan mereka membukanya. Katanya itu perintah langsung dari Jendral.

“Benarkah? Entahlah, seingatku dulu banyak sekali foto mereka yang terpajang, mungkin mereka tidak ingin orang lain tahu seperti apa mereka. Karena ketiga murid ku itu sedikit aneh.

Dan lagi, Jendral sepertinya menjaga agar privasi mereka agar tetap terjaga selagi ia meminjam tempat ini untuk menyembunyikan kalian”



“Aku yakin mreka seaneh dirimu Saem, kau kan juga aneh!” celetuk Jihyun.







“Benarkah? Ah, aku tersanjung..”


“Itu bukan pujian..”




“Tapi aku menganggapnya pujian, pergilah ke ruang makan sekarang. Kalian pasti sudah ditunggu. Aku pergi dulu, sampai jumpa!” setelah mengatakan kalimat itu, Kim Saem benar-benar pergi meninggalkan ruang belajar itu dengan gerakan yang cukup cepat, sepertinya ia terburu-buru.

Terlambat mungkin, pikir ketiganya.

*****

Sepeninggal Kim Saem, kedua pemuda dan seorang pemudi itu saing tatap. Sepertinya mereka sama-sama sepemikiran, jika mereka penasaran.


“Aku jadi penasaran dengan orang-orang yang di ceritakan oleh Kim Saem.” Kata Jae In

Park Jihyun melihat kearah pigura kecil yang tadi sempat di genggang dan ditatapi oleh sang guru. Tangannya terangkat menunjut benda itu dan berkata,“Hei, kalian menyadari tidak Kim Saem dan para Saem yang lain sering kali menatap bingkai foto yang ada diatas meja mengajar mereka, apa mungkin itu foto orang-orang itu?”


“Orang-orang siapa maksudmu?” kata Yae In tidak mengerti arah pembicaraan Jihyun.



“Ck, para meliki tempat ini! aku penasaran, apa mereka sangat jelek hingga semua fotonya disembunyikan!”



Mereka bertiga saling pandang, “Kalian mau melihatnya?” tanya Jihyun pada akhirnya.



“Kau gila, para Saem sudah memperingatkan jika tidak ada yang boleh menyentuh apapun yang ada di meja mereka!” Yae In sebagai satu-satunya anak perempuan disana bersuara, Ia tidak penasaran, tetapi takut jika terkena masalah.







“Iya aku juga tahu, tapi kan mereka sedang tidak ada…”











“Jadi…?” tanya Jihyun lagi sambil memandang si kembar yang masih tampak ragu, tepatnya hanya Yae In karena Jae In sepertinya setuju dengan usul Ji hyun





“Kalau ketahuan bagaimana..?” tanya Yae In lagi.



Jihyun memutar bola matanya, anak perempuan memang selalu merepotkan, pikirnya dan berkata, “Tanggung bersama tentu saja! lagi pula, memangnya apa yang bisa mereka lakukan sebagai hukuman, aku yakin seperti biasa…”




“Iya biasa, tumpakan soal yang bahkan aku tidak yakin itu dipelajari siswa tingkat satu seperti kita..!” kata Jae In mendesis tetapi tetap setuju dengan usul Ji hyun


“Setuju, Yae In-ah?” tanya Ji hyun lagi.
Yae In yang melihat jika saudaranya Jae In setuju dan tidak masalah dengan resikonya, ia juga sebenarnya sama penasarannya. Gadis itu menggigit bibirya ragu, iyakan atau tidak.









“Errrgg… baiklah! Aku sudah kepalang penasaran!”


TBC

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top