FIRST SIGHT

Maafkan tangan saya yang gatal untuk segera update. Sambil saya progres, yang bersedia memberikan kritik, saya tunggu ...

Dedicated to :dtonggo, @ulat_kiyut, trisnawatiyonoTriRatnaFitriasariainov_irukazarinahishadowshadesEmaYufina, @DhiaDeka, Mimialogo, @setiasari123 @TeaGlass, TikHansesiiyaDi_evilwidya271179ratu_kyuhaeTeaGlassulat_kiyut46setiasariDhiaDekakudanilbiru,

Maaf jika namanya kena tag. Saya hanya minta kritik dan saran. 

So, SINGGAH DAN CACILAH



Pesta kebun ini demikian mewah menurut pandangan Jasmine. Seorang gadis yang malam ini mengenakan dress hitam panjang sebatas mata kaki terlihat berjalan dengan pandangan penuh takjub ke arah suasana pesta yang demikian mewah. Dalam hati gadis itu merasa demikian heran dan aneh, karena hanya untuk sebuah pesta ulang tahun perusahaan saja menggunakan acara begini besar?

Beberapa tamu yang sebagian besar mengenakan tuksedo mewah dengan istri-istri cantik yang nyaris semua seperti toko perhiasan berjalan, menjadi pemandangan utama malam ini. Sementara beberapa mata terlihat mencemooh ke arah si gadis karena dia datang dengan digandeng oleh seorang laki-laki setengah umur yang meskipun wajahnya terlihat masih demikian tampan, namun sebenarnya umur mereka terlihat demikian jauh.

Jasmine, nama gadis itu. Gadis muda berperawakan sedang berkulit kuning langsat dan terlihat demikian bening sehingga sangat kontras dengan dress yang dikenakannya malam ini.

"Cantik-cantik kok seleranya oom-oom ya?" sebuah suara bisik-bisik lirih ke telinga Jasmine ketika dia berjalan melewati segerobolan tante-tante genit.

Tapi bukannya marah, Jasmine hanya tersenyum yang membuat wajahnya terlihat demikian ceria. Bahkan dia semakin mempereratkan pegangannya pada lengan lelaki setengah baya yang sedari tadi menggandengnya dengan posesif. Si lelaki sampai mengerutkan keningnya penuh tanya melihat tingkah gadisnya.

"Kenapa kamu erat sekali memegang Ayah ? Kamu tahu kan, Ayah tak akan kemana-mana?" si lelaki akhirnya bertanya ketika mereka sudah sampai di tengah-tengah area pesta.

Jasmine hanya tersenyum sambil meraih selendang pasmina yang tersampir di punggungnya untuk sedikit naik. Dress nya memang berlengan, tapi sangat pendek dan berleher rendah. Tentu Ayahnya akan sangat cerewet jika Jasmine berbusana demikian terbuka. Maka selendang pasmina akhirnya menjadi pilihannya untuk berkompromi dengan larangan ayahnya.

"Mereka berpikir bahwa Jasmine adalah perempuan simpanan Ayah," Jasmine berbisik lirih sambil tertawa mengikik di susul senyum simpul dari si lelaki yang ternyata adalah ayah Jasmine itu.

"Itu akibatnya kalau kamu selalu ngekor kemanapun Ayah pergi." Pak Affandy, ayah Jasmine mengeluarkan isi pikirannya, membuat Jasmine merengut kesal.

"Lebih baik aku yang dicemooh mereka daripada Ayah pergi ke pesta dengan tante Sonya." Jasmine menjawab dengan suara menggeram.

Pak Affandy tertawa.

"Tante Sonya kan rekan kerja Ayah, Jasmine? Apa salahnya berangkat ke pesta bareng?"

"Karena Jasmine melihat bahwa tante Sonya punya maksud tertentu sama Ayah!"

"Maksud apaan?" Pak Affandy mengerutkan keningnya. Padahal tanpa bertanya pun Pak Affandy tahu bahwa tante Sonya memang selalu mengejar Pak Affandy.

"Ayah jangan pura-pura nggak tahu, ya?"

Pak Affandy tertawa tertahan karena acara akan segera dimulai. Seorang MC segera menggelar protokol acara ulang tahun perusahaan kali ini. Semua tamu yang telah hadir segera berdiri untuk mengikuti rangkaian acara.

Disela berlangsungnya acara, Jasmine masih saja mendengar kasak-kusuk yang membicarakan dirinya yang hadir bersama seorang laki-laki setengah baya. Tapi sekali lagi Jasmine hanya tersenyum.

Acara belum lagi dimulai ketika tiba-tiba Jasmine merasakan panggilan alam untuk ke belakang. Setelah celingak celinguk mencari dimana kira-kira letak toilet, Jasmine lantas berbisik pada ayahnya.

"Yah, Jasmine pingin ke belakang."

Pak Affandy menatap dengan pandangan geli.

"Tanyalah sama pelayan, Ayah menunggu di sini."

Jasmine mengangguk lantas berdiri untuk mencari toilet. Ketika dia berppasan dengan salah seorang pelayan yang kebetulan seorang perempuan, Jasmine memberanikan diri bertanya.

"Maaf, Mbak. Toiletnya mana, ya?"

"Ooo ... dari arah sebelah barat bangunan utama, silahkan memasuki lorongnya, Nyonya. Disana ada petunjuk tulisan toilet."

Jasmine manggut-manggut.

"Terima kasih, Mbak," jawab Jasmine sambil dongkol karena pelayan itu memanggilnya dengan panggilan Nyonya.

Oke, sebenarnya bukan salah si pelayan juga jika akhirnya Jasmine mendapat gelar nyonya, karena sebagian besar tamu yang hadir pada acara kali ini adalah rekan kerja perusahaan. Tentu mereka datang bersama pasangan mereka masing-masing. Dan mereka jelas tak akan percaya bahwa Jasmine datang bersama ayahnya.

Setelah melihat tulisan toilet, Jasmine segera masuk tanpa peduli karena panggilan alam kali ini benar-benar tak bisa dikompromi lagi. Lega setelah melepas hajatnya dan membenahi dress pestanya, Jasmine buru-buru keluar karena mungkin saja acara inti akan segera digelar.

Jasmine berjalan sambil menunduk untuk membenahi dressnya yang belum rapi, ketika tiba-tiba langkahnya terbentur sesuatu. Seseorang lenih tepatnya, membuat dompet yang dipegangnya jatuh dan berantakan.

"Maaf." Jasmine lantas jongkok dan memunguti kembali isi dompetnya. Dan seseorang yang ditabraknya juga ikut membantu mengemasinya.

"Saya yang seharusnya minta maaf," terdengar suara lelaki dan seketika terkejut ketika tanpa sengaja kulit mereka bersinggungan. Karena seperti aliran arus listrik yang menjalar tiba-tiba. Keduanya saling pandang dan beberapa jenak kedua mata mereka terpaku.

Jasmine terpesona pada sepasang mata tajam dan dingin namun memiliki kedalaman yang tak terukur, juga seraut wajah kokoh namun tidak bersahabat. Dan Jasmine tergetar karenanya.

Sementara laki-laki itu seperti melihat pendaran cahaya yang berbinar cemerlang terpancar dari raut muka Jasmine. Menunjukkan keceriaan dan kelembutan yang terpadu manis dalam sesosok raga perempuan semampai. Kulitnya yang bening dan begitu kontras dengan dress hitam pekat yang dikenakannya itu, sukses membuat si lelaki seperti tersedot arus tak kelihatan.

Ya, Jasmine dan laki-laki itu saling terpesona pada pandangan pertamanya. Namun laki-laki itu menyadari, tak baik jika dia terus menurutkan rasa pesonanya pada perempuan muda seperti ini. Ini tak akan baik, bathin laki-laki itu.

"Permisi!" lelaki itu berkata dengan suara datar dan dingin, sambil berlalu dari hadapan Jasmine. Sementara Jasmine hanya memandang punggung lelaki itu, berlalu ke arah lorong toilet tanpa menoleh sama sekali ke arahnya.

Diam-diam Jasmine kecewa.

Karena lelaki itu, meski Jasmine tahu bahwa usianya tak semuda dirinya, tapi sangat mempesona.

Sampai ditengah suasana pesta, Jasmine kembali duduk di dekat ayahnya. Matanya sesekali celingukan, berharap lelaki tadi kelihatan kembali olehnya. Namun keinginannya sia-sia, karena lelaki itu tak juga muncul. Mendadak, Jasmine merasa ada yang hilang.

Tibalah kini pada acara sambutan dari si empunya acara, pemilik perusahaan yang sedang mengadakan ulang tahun perusahaan secara besar seperti ini. Jasmine hanya duduk dengan tenang, sambil sesekali membenahi selendang pasminanya. Seorang laki-laki dengan tuksedo mewah, hem warna telor asin, dan sebuah dasi yang terpasang manis dilehernya, dengan diiringi seorang perempuan sempurna, terlihat berjalan menuju ke podium untuk memberikan kata sambutan dan ucapan terima kasihnya pada tamu yang bersedia hadir.

Tapi bukan sambutan itu yang membuat Jasmine terpana, melainkan siapa yang sedang memberikan sambutan. Karena Jose Martinez yang disebut-sebut sebagai pemilik perusahaan konstruksi itu ternyata adalah laki-laki yang tadi bertubrukan tak sengaja dengan Jasmine di toilet, beberapa waktu lalu.

Jasmine terpesona dengan sosok yang kini sedang memberikan sambutan dengan demikian berwibawa itu. Setiap kalimat yang terlontar dari mulut Jose seperti mantra yang menghipnotis kesadaran Jasmine, menuju dimensi yang menggetarkan hati dan jantungnya. Jasmine benar-benar terperangkap cinta pada pandangan pertamanya. Dan ini baru sekali seumur hidup dialaminya.

Sementara di depan para hadirin, Jose memberikan sambutan dengan penuh wibawa dan pesona. Banyak para tamu perempuan, baik yang masih single ataupun yang sudah bersuami melirik kagum padanya. Namun mendadak sambutannya terhenti dan melambat, selayaknya slow motion ketika pandangannya yang tak sengaja mengedar, menangkap sosok cantik dalam balutan dress hitam dan selendang pasmina.

Gadis itu terlihat sangat menonjol diantara semua tamu yang hadir. Selain dia adalah salah satu diantara tamu yang mengenakan dress panjang berwarna hitam, entah mengapa Jose merasa bahwa gadis itu bahkan terlihat paling cantik diantara yang lain. Suaranya tercekat. Maka demi menghindari kegugupan yang tiba-tiba menyergapnya, Jose berdehem untuk menetralkan suasana hatinya yang tiba-tiba saja mengacau tak jelas.

Jasmine, gadis yang tertangkap mata Jose itu pun semakin terperosok jatuh dalam pesonanya yang luar biasa pada Jose. Dia hanya tertegun dan tak bisa menyembunyikan degup jantungnya yang membuatnya gugup tiba-tiba. Bahkan hingga saat Jose kemudian mengakhiri sambutannya, Jasmine masih kehilangan fokusnya.

Suasana mendadak hiruk pikuk ketika acara selanjutnya terlihat bahwa Jose turun dari podium sambutannya disambut oleh ciuman mesra seorang perempuan dengan kecantikan yang sempurna. Tepuk tangan bergemuruh terdengar ramai melihat pemandangan mesra itu.

Jasmine mencelos. Tiba-tiba suasana hatinya memburuk. Dan anehnya, hal itu bahkan tak luput dari pengawasan Jose, karena diam-diam lelaki itu terus memperhatikan gerak-gerik Jasmine dengan ekor matanya. Dan meskipun secara harfiah dia sedang berbicara dengan beberapa rekan bisnis yang menyalaminya dan memberikan ucapan selamat, namun pikirannya selalu mengarah pada gadis berpakaian dress hitam penuh pesona itu.

'Stop, Jose. Gadis itu masih terlalu muda untuk menjadi sasaran ketidaknormalanmu,' alam bawah sadar Jose memberikan alarm peringatan. Membuat Jose tanpa sadar tersenyum sendiri. Namun entah mengapa, Jose tak juga bisa mengendalikan pikirannya untuk berpaling dari memperhatikan gadis itu.

Dan disisi lain, Jasmine yang sudah memburuk suasana hatinya mendadak mengajak ayahnya untuk pulang.

"Pulang? Bahkan acara belum selesai, Jasmine?"

"Jasmine nggak peduli! Pokoknya kita harus pulang sekarang juga!" Jasmine merajuk dan tak peduli.

"Ada apa ini sebenarnya, Jasmine? Tadi siang menggebu minta mendampingi Ayah ke pesta, dan sekarang juga menggebu minta pulang?" Pak Affandy tak habis pikir dengan jalan pikiran Jasmine.

"Jasmine bisa pulang sendiri kalau Ayah nggak mau pulang!" dan Jasmine bergegas hendak pergi meninggalkan ayahnya. Pak Affandy segera meraih Jasmine untuk mencegah gadis itu pulang sendirian.

"Oke, kita pulang sekarang. Tapi akan lebih baik jika kita pamit dulu sama yang punya acara."

Jasmine melotot. Pamit pada yang punya acara? Bukankah itu artinya Jasmine akan menyaksikan Jose dan perempuannya yang seronok itu dari dekat? Jasmine menggeleng tanpa sadar, dia sangat tak ingin melihat kedekatan mereka berdua.

"Ayah tak mau dianggap sebagai relasi yang kurang sopan karena meninggalkan pesta tanpa permisi, Jasmine. Karena ini akan berpengaruh pada kredibilitas perusahaan Ayah. Beliau selama ini selalu menggandeng perusahaan Ayah, meskipun perusahaan Ayah jauh lebih kecil dibanding dengan perusahaan beliau." Pak Affandy memberikan pengertian panjang lebar pada Jasmine.

Jasmine sedikit memahami. Jadi meskipun wajahnya masih saja masam, dia akhirnya menuruti niat pamit ayahnya.

"Nah, begitu kan anak ayah makin cantik?" godaan Pak Affandy tak mampu membuat Jasmine tersenyum, namun Pak Affandy tahu, putri kesayanganya ini sudah tak marah lagi sekarang.

Dengan wajah masih sangat masam, Jasmine akhirnya menggamit lengan ayahnya dan berjalan menuju ke arah dimana Jose sedang bercakap-cakap dengan rekan-rekan bisnisnya yang lain.

"Permisi, Mister." Pak Affandy mencoba menyela percakapan Jose, sementara Jasmine membuang pandangannya kearah lain, seakan tak ingin meliohat Jose.

"Hallo, Pak Affandy. Terima kasih sudah berkenan hadir di acara kami, Pak Affandy." Jose mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Pak Affandy.

"Selamat atas ulang tahun perusahaannya, Mister. Semoga ke depan, perusahaan Anda semakin berkembang sempurna." Pak Affandy menyambut jabat tangan Jose dengan senyumnya yang kelihatan demikian arif.

"Terima kasih, Pak Affandy. Semiga kita akan selalu menjadi rekan bisnis yang saling menguntungkan kedua belah pihak."

"Amin, mudah-mudahan, Mister. Oh, ya ... sepertinya saya harus pamit terlebih dahulu, Mister."

"Tapi acara inti belum juga dimulai, Pak Affandy. Dan ini ?" Jose menunjuk ke arah Jasmine yang masih saja menoleh ke arah lain.

Pak Affandy lantas menggamit Jasmine agar menjabat tangan Jose sebagai ucapan selamat atas ulang tahun perusahaan. Dan tentu Jose terkejut karena dari tadi dia kurang memperhatikan perempuan yang dibawa oleh Pak Affandy ini. Maka dia tak bisa menyembunyikan rona terkejutnya ketika tahu bahwa gadis di depannya inilah yang mengganggu konsentrasinya sejak tadi.

"Ini Jasmine, Mister." Pak Affandy memperkenalkan keduanya dengan sebuah senyum yang terkembang sempurna di wajah beliau.

"Jasmine? Nama yang bagus." Jose memuji dengan tulus. "Dia ..." Jose tak meneruskan kalimatnya yang bernada tanya itu.

Pak Affandy tersenyum. "Dia putri saya, Mister. Putri satu-satunya kesayangan saya."

"Oo ..." Jose menggut-manggut mengerti.

Maka ketika gadis itu mengulurkan tangannya, Jose menyambutnya dengan ragu. Karena dia merasa bahwa dia pasti akan merasakan kembali sensasi seperti tersengat arus listrik tegangan rendah seperti yang dirasakannya beberapa waktu lalu, di toilet. Yang gelenyarnya bahkan masih bisa Jose rasakan hingga saat ini.

Dan dugaan Jose benar, kelembutan kulit tangan Jasmine menyulut api dalam dirinya. Mereka berjabatan tangan, dan Jasmine mengucapkan selamat kepada Jose dengan wajah yang masam. Jose menganguk dan dalam hati mengumpat, karena dalam ekspresi yang tak sedap pun, gadis muda dihadapannya ini malah telihat semakin cantik. Jose buru-buru melepas jabatannya agar tak semakin terseret arus yang akan menenggelamkannya dalam pesona yang menggilas akal sehatnya.

"Baiklah, Mister. Saya pamit pulang sekarang."

"Silahkan, Pak Affandy. Terima kasih sudah berkenan hadir."

"Sama-sama, Mister."

Pak Affandy lantas menggamit lengan Jasmine dan membawanya berlalu dari hadapan Jose. Sementara untuk untuk merasakan kelembutan Jasmine, Jose berpura-pura mengusap hidungnya yang tidak gatal, hanya untuk menghirup wangi yang mungkin tertinggal ditangannya.

Dan Jose dibuat mabuk karenanya. Karena wangi bunga sedap malam yang tertinggal dijemarinya membuat Jose terbuai. Jose akan menyimpan wanginya, mengunci dalam benaknya.

Sepeninggal Pak Affandy, Jose terus mengawasi laki-laki itu yang berlalu meninggalkan area pesta. Kelebat gerakan tubuh Jasmine sungguh membangunkan sesuatu yang sedang pulas dalam dirinya.

Menggeliat bangkit hingga Jose merasa gelisah karenanya. Ada yang tak beres dengan dirinya kini, sehubungan dengan keberadaan Jasmine yang hanya sekilas.

Sungguh, ini tak bisa dibiarkan. Maka Jose lantas menghubungi seseorang dengan telepon genggamnya. Sementara gadis yang tadi menyambutnya dengan ciuman mesra seusai Jose memberikan sambutan, hanya menatap Jose dari jarak yang agak jauh sambil menggeram, karena gadis itu melihat pancaran lain yang muncul dari mata Jose ketika laki-laki itu memandang Jasmine.

Perempuan sempurna itu terlihat gusar. Matanya menyalak, menguarkan kebencian yang tertuju pada gadis muda dengan dress hitamnya. Gadis muda yang sama yang telah membuat Jose berusaha dengan keras untuk meredam keterpesonaannya. Jasmine.

* * * * *


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top