II

Dipa berjalan mengelilingi rumah besar ini sendirian. Sekarang hanya dia yang jadi penghuni tunggal dirumah ini.

Seminggu setelah papa meninggal, Deva memecat seluruh pekerja dirumah ini, kecuali para security, menurut Dipa bukan demi melindungi Dipa tapi demi melindungi Harta benda peninggalan papa.
meski Deva masih memperkerjakan pembantu paro waktu dan tak membiarkan Dipa berkutat dengan urusan dapur dan rumah.
Namun sayangnya Deva Membiarkan Dipa merasa sendirian dan kesunyian.

Deva tahu persis kalau Dipa tak terlalu banyak kenalan. Meskipun kaya, Dipa tak bisa menjadi anak gaul. Karena Dipa lebih suka menghabiskan waktu diperpustakaan dari pada di club.
Dipa hanya punya satu teman dalam hidupnya, Dea.

Sayangnya Sudah hampir sebulan Dea ikut keluarganya liburan keliling eropa, tapi mendengar kematian papa Dipa, Dea berjanji akan pulang segera. Dan sudah dipastikan kalau Dea akan menemuinya besok.

Dengan kepulangan Dea, Dipa jadi punya tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Dipa tahu kalau Deva tak pernah suka dengan persahabatannya dengan Dea. Deva selalu bilang kalau Dea itu seperti perempuan murahan.

Terlepas dari hobi Dea yang suka mengenakan pakaian super minim, Dipa selalu tak perduli tanggapan orang pada sahabatnya itu. Meski Dea menghabiskan malamnya di club untuk bersenang-senang, tapi Dea tak pernah mengajak atau membawa Dipa bersamanya.

Dan terbukti sekarang betapa Laudia sangat baik, dengan memutus liburannya dan memilih pulang demi Dipa.

Dipa masuk ke kamar, membiarkan semua lampu menyala, kecuali lampu kamarnya yang diatur agar nyaman untuk tidur. Dipa tak takut gelap. Tapi kalau sendirian menghadapi gelap dalam rumah nya yang besar maka jujur saja, Dipa sangat ketakutan.

Dipa naik ke tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan selimut, pikirannya kembali melayang pada Deva. Kakaknya itu belum sekalipun bertanya pada Dipa. apakah Dipa baik-baik saja, setelah papa meninggal.

Dipa tersenyum sendiri, dia tak butuh perhatian Deva. Apa yang Dipa harapkan.mungkin kelak jika dia mati dijalan karena ditabrak, dan Deva yang melihat mayatnya terkapar dijalanan akan tetap pura-pura tak mengenalinya.

Airmata mengalir dari sudut mata Dipa. Meski dia menyayangi dan selalu menggangap Deva orang yang paling disayangnya setelah papa tapi Deva menganggap Dipa adalah orang paling menjijikan di dunia ini. Apalagi kalau Deva tahu betapa Dipa menganggap Deva tmpan dan ingin sekali melihat tubuh berotot Deva yang tak ditutupi oleh sehelai benangpun. betapa tragisnya,senyum Dipa yang mulai tertidur dan dibuai mimpi erotis dengan Deva.

Di atas Ranjangnya yang sedingin biasanya, Deva sedang mengertakkan giginya, mati-matian. Deva butuh pelepasan, tapi Deva memilih menahannya. Dia ingin pelepasan ditempat yang seharusnya, dalam kewanitan Dipa yang sebentar lagi akan dimasukinya.
Jadi Deva akan bertahan, dia takkan mencari perempuan murahan untuk memuaskan dirinya, kerena Deva tahu, meski kejantannya terpuaskan tetap saja hatinya tak merasakannya dan makin terasa hampa.

Hanya Dipa yang Deva inginkan dari awal dia mimpi basah, adik kecilnya yang manja dan tak tahu diuntung. Dan detik itu juga, Deva bersumpah bahwa kelak dia akan menjadikan Dipa sebagai pemuas Hasratnya.

Deva memjamkan matanya, tapi wajah Dipa makin jelas terlihat dibalik kelopak matanya hingga justru makin membuat penisnya membesar.

Andai saja tak ada beberapa hal yang harus di urusnya, Deva takkan membiarkan Dipa tidur nyenyak sentara dia tersiksa seperti ini.

Dan besok adalah hari yang penting. Besok dia akan memaksa Dipa menyerahkan kuasa semua Harta papa padanya, Meski Deva sebetulnya tak butuh tambahan Harta lagi, tujuannya hanyalah agar Dipa bergantung sepenuhnya pada Deva.

Deva tersenyum dan mulai mengurut penisnya sambil membayangkan wajah Dipa, hingga pelepasannya, dia masih saja tak bisa menghilangkan sososk Dipa dari pikirannya. Bahkan mimpinya selalu diisi dengan adegan erotis antara dirinya dan Dipa.

Deva berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Kembali naik ke ranjang dengan telanjang bulat dan setelah satu jam, pada akhirnya Deva terlelap juga.

Keesokan paginya, Dipa yang baru selesai sarapan jadi kaget saat mendengar ada Denis yang datang menjemputnya atas perintah Deva. Deva memerintahkan agar Dipa ke kantor saat ini juga.

Dipa yang tak pernah punya keberanian membantah setiap perintah Deva langsung naik ke kamar hanya untuk mengambil hp dan dompet, kalau-kalau Deva menyuruhnya pulang menggunakan taksi. Dipa langsung masuk ke mobil dan membiarkan Denis membawanya pada Deva.

Deva sudah berjalan mondar-mandir dikantornya dan jadi pusat perhatian dua orang pengacara yang akan mengurus Serah kuasa yang disiapkan Deva.

DENIS memang sudah menelpon dan mengatakan bahwa mereka terjebak macet akibat ada kecelakaan. Macet sialan, padahal Deva sudah tak sabar mendengar Suara Dipa memanggilnya atau wajah takut-takut dipa saat menatapnya.

Akhirnya setelah dua jam, Denis datang membawa Dipa yang seperti biasa, kelihatan kelewat sederhana untuk seorang Putri jutawan. Dan ini salah satu yang Deva sukai dari Dipa, Dipa tak membiarkan pria lain menjadikannya fantasi untuk pikiran mesum mereka, hanya Deva yang boleh berpikiran kotor pada Dipa.

Dipa duduk saat Deva menyuruhnya disusul Deva yang segera duduk disebelahnya. Diseberang mereka para pengacara mulai mengeluarkan pena dan kacamatanya. Dan membentangkan berkas-berkas yang harus Dipa tanda-tangani.

Awalnya Dipa biasa saja mendengar penjelasan pengacara tersebut yang membeber kan jumlah warisan yang Dipa dapatkan. Tapi Saat selanjutnya pengacara tersebut menyuruh Dipa menandatangani serah kuasa bagiannya pada Deva, terus terang Dipa kaget.
Otomatis dilihatnya Deva yang ada disebelahnya.

"Kenapa Dipa harus melakukan itu kak?" tanya Dipa pelan.
Tapi efek suara Dipa yang lama tak bicara padanya, membuat Darah Deva bergetar hebat. Tapi Deva juga kesal karena Dipa sudah berani mempertanyakan keputusan ya.

Deva memberi kode pada dua pengacara itu agar meninggalkannya berdua dengan Dipa.

Setelah pintu tertutup dibelakang mereka, Deva segera merenggut lengan Dipa dan membawa Dipa menempel padanya.

"Kau masih mempertanyakan apa yang sudah menjadi keputusanku?" desis Deva di depan Wajah Dipa yang tegang akibat kedekatan mereka.

Dipa menelan ludah.
"Tidak kak, Dipa hanya ingin tahu kenapa Dipa harus minta izin dulu untuk menggunakan uang pemberian papa?" jawab Dipa putus dan meringis karena cengkraman Deva yang makin kuat dilenganya.

"Karena aku tak mau uang jerih payah papa habis dan digunakan untuk apapun yang kau pikir penting, padahal sebenarnya tak penting" hina Deva pada kebiasaan Dipa yang tak bisa menahan keinginannya untuk membeli apapun yang disukainya.

Dipa mencoba menarik tanganya tapi percuma saja, Dipa mencengkeram kuat sekali.
"Tandatangani saja, dan aku akan mengatur semuanya untukmu. Aku akan memastikan agar kau tak kekurangan. Atau aku akan membeku aset papa sampai umurmu tiga puluh tahun dan kurasa siap untuk bertanggungjawab. Tapi sebelum itu aku takkan membiarkanmu hidup berkecukupan.kau harus menanggung biaya rumah atau pindah dari sana. Bahkan untuk kuliahmu, kau harus mencarinya sendiri"
ancam Deva.

Dipa memucat, jika uangnya dibekukan, dengan cara apa Dipa akan membayar kebutuhan rumah. Dipa juga takkan meninggalkan rumah yang dipenuhi kenangan akan papa. Atau pekerjaan apa yang bisa Dipa lakukan, sedangkan mencuci piring pun dia belum pernah.

Deva dapat membaca isi pikiran Dipa yang bagai sebuah buku yang terbentang dihadapannya. Lihat saja, dalam sepuluh menit Dipa akan menyetujui keputusan Deva. Dipa itu lemah dan sangat mudah di manipulasi.

Benar saja, setelah menimbang baik dan buruknya, pada akhirnya Kepala Dipa mengangguk lemah tanpa berani membalas tatapan tajam Deva,hingga Dipa tak melihat segaris senyum kurang ajar dibibir Deva.

Deva melepas cengkramannya yang langsung diusap pelan oleh Dipa yang susah payah menahan tangisnya, cengeng ejek batin Deva.
Deva menekan bel dan tak lama kedua pengacara itu masuk, Dipa makin sedih melihat sikap pengacara tersebut yang tak perduli pada wajahnya yang merah atau matanya yang berkaca-kaca. Padahal pengacara papa yang lama, paman Albar, selalu memperhatikan dan mendengarkan Dipa. Mungkin karena itulah Deva memecatnya batin Dipa.

Percuma Dipa menyesal, kertas tersebut sudah ditandatangani olehnya dan kedua pengacara itu juga sudah pergi, dan sekarang Dipa harus menerima kenyataan kalau Deva akan mengatur keuangan hingga keurusan pembelian celana dalamnya. Dan itu artinya Deva butuh izin Deva untuk melakukan apapun, seperti yang tertera pada kertas yang ditanda tanganinya.

Sedang pikiran Deva dipenuhi kepuasaan. Hanya menunggu saatnya saja untuk dia memerangkap dan menjadikan Dipa sebagai miliknya seutuhnya.

"Kak, Dipa boleh pergi sekarang?" bisik Dipa yang masih sedih.

Kejantanan Deva yang sudah separo bangun dari awal Dipa masuk tadi, langsung mengeras mendengar bisikan Dipa yang serak.

Deva menyambar lengan Dipa lagi hingga dada Dipa membentur dadanya yang keras. Satu aturan harus dibuat saat ini juga, batin Deva.

"Jangan memanggilku kakak lagi. Panggil namaku" bentak Deva yang membuat Dipa kaget, hingga Dip bersembunyi makin dalam ke cangkangnya.

Deva ingin Dipa belajar untuk menjadi pasangannya. Dan melupakan dirinya adalah kakak bagi Dipa.

"Sebut namaku" teriak Deva.

Dipa langsung menyebut nama Deva dengan bibir yang gemetar.

"Deva" alunan suara Dipa yang parau mengantar perasaan Deva ke awang-awang.

Deva melepas cengkramannya dan segera melangkah menjauh dari Dipa.

"Pergilah dari sini" perintah Deva. Tanpa menunggu, Dipa langsung menyambar dompetnya dan berlari menjauh dari sosok Deva yang membuat dadanya berdebar tak terkendali.

Deva memperhatikan bagaiamana tergesa-gesa nya Dipa pergi darinya. Sekarang mungkin Dipa masih bisa menghindarinya. tapi nanti, perangkap yang dibuatnya akan membuat Dipa takkan bisa pergi menjauh selangkahpun darinya.

Deva tak tahu apa yang akan terjadi pada mereka kelak, mengingat hubungan darah mereka yang membuat hubungan yang ingin Deva ciptakan akan dianggap tabo oleh masyarakat.
Meski begitu, Deva tetap ingin agar Deva menemani dirinya diatas ranjangnya hingga mereka tua kelak.

Didalam taksi yang mengantarnya, Dipa mulai menangis. Dadanya berdebar kuat bukan karena amarah Deva tapi karena sensasi yang dirasakannya saat tubuh mereka menempel.

Apa yang salah padanya, kenapa dia selalu mengaggap Deva itu menggairahkan, tampan, seksi dan layak untuk dicintai.

Ya, ya..
Dipa sudah lama tahu kalau dia jatuh Cinta pada kakak nya sendiri. Dipa sadar itu saat Deva menikahi Aulia dan pergi dari rumah. Saat itu papa bertanya kenapa tubuhnya makin kurus, dan Dipa menjawab kalau dia sedang diet untuk menarik perhatian cowok yang disukainya.
Padahal saat itu, Dipa sedang merasa kalau hatinya yang rusak perlu ditukar dengan barang baru yang belum rusak karena hal kotor, yaitu mencintai kakaknya sendiri.

***********************

(03102017) pyk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top