7. Cemburu?

Aku berlari masuk ke dalam rumah untuk bergegas menyiapkan sarapan untuk Bang Yudi. Masa bodoh ia mau marah. Jika kalimat talak keluar dari bibirnya, malah bagus untukku. Aku bisa segera pergi dari neraka ini. Aku juga bisa menjauh dari Mas Ares. Aku akan menata hidup menjadi lebih baik, bukan tetap tinggal bersama suami toxic.

"Kamu jangan asal bicara, Wulan!" Kata Bang Yudi saat aku keluar lagi dari rumah. Ia tengah duduk di teras dengan wajah masam.

"Saya udah pikirkan baik-baik kok. Kalau Bang Yudi merasa saya beban, kenapa saya gak dilepas saja? Saya juga capek begini!" Aku pergi meninggalkan suamiku dengan sejuta kesal di dada. Rasanya sangat penuh dan sakit. Teh Mira selalu menuruti apa yang diinginkan adiknya, menyebabkan Bang Yudi tidak mandiri dan selalu mengandalkan tetehnya. 

Begitu masuk kembali dari pintu samping, aku langsung menyimpan uang merah tiga lembar tadi ke dalam saku celana panjang yang aku kenakan. Bukan hanya di celana panjang, uang itu aku selipkan di celana dalam. Di dekat bagian pinggang.

Drt! Drt!

Ponselku berdering. Nama Maas Ares muncul di layar. Aku berdiri di dekat jendela dapur, agar aku tidak sampai kecolongan lagi ada yang tiba-tiba datang. 

"Halo, kenapa, Mas?"

"Halo, Wulan, kamu di mana? Di rumahku kan?"

"Iya, Mas, ini mau beresin dapur. Nanti baru ke ruangan yang lainnya. Mas di mana? udah sampai ya? Enak banget yang honeymoon."

"He he he ... maksud kalimat ini adalah cemburu?" 

"Dih, males! Saya aja minta putus. Gimana bisa saya cemburu?"

"Oh, gitu, baiklah. Nanti tunggu saya pulang ya. Lusa saya udah pulang. Saya ingin dimasakin lontong sayur. Mira juga pasti senang kalau kamu masakin lontong sayur. Kalau gak bisa nyari daun untuk lontongnya, kamu beli di tukang sate aja lontongnya, tetapi sayurnya kamu yang bikin. Saya lagi pingin banget makan lontong sayur."

Aku tergugu. Apa Mas Ares ngidam? Apa Teh Mira hamil? 

"Halo."

"Eh, i-iya, Mas."

"Kamu pasti mikir kalau aku seperti ngidam ya? He he he ..."

"Ya, kalau bener Teh Mira hamil, maka kesepakatan kita harus diakhiri."

"Kamu tenang saja, Mira belum hamil kok. Apa mungkin kamu?"

"Aish! Udah, ah! Saya mau nyapu dan ngepel. Selamat honeymoon." Aku memutuskan panggilan itu, lalu menghapus riwayat panggilan dengan Mas Ares. Ponsel pun langsung aku matikan juga agar kakak iparku itu tidak terus-menerus menelepon.

Dua jam kemudian, rumah Teh Mira pun bersih dan rapi. Lantainya glowing karena aku tiga kali bolak-balik mengepelnya, setelah aku sapu dua kali. Pintu rumah aku kunci kembali, lalu aku berjalan menuju warung sayuran. Sebelum tiba di warung sayur, aku mampir dahulu ke toko pulsa untuk membeli paket internet. Sekalian memecahkan uang seratus ribu.

Tentu saja Abang konter yang mengisikan pulsa internetku. Aku tidak berani membawa pulang ke rumah voucher pulsa karena nanti Bang Yudi pasti bertanya-tanya, aku uang dari mana beli paket.

Selesai dengan HP, kini aku pergi ke warung sayur. Aku membeli sebungkus tahu dan juga sebungkus sayuran untuk sayur asem. Goreng tahu, sayur asem, sambal. Udah sangat nikmat dalam bayanganku. 

"Bu, kalau Bang Yudi tanya, bilangnya saya ngutang ya, Bu," kataku pada ibu pemilik warung.

"Oh, itu, oke." Ia tersenyum sambil mengangkat jempolnya tinggi. 

"Makasih, Bu." Aku tersenyum, lalu berjalan pulang ke rumah.

"Lah, belanja banyak ini," komentar Bang Yudi saat aku pulang membawa bungkusan belanjaan.

"Katanya gak punya duit, hayo, duit dari mana?" tanyanya penasaran.

"Ini ngutang di warung. Tanya aja sana! Aku bilang, nanti Abang yang bayar." Aku masuk ke dalam rumah dan langsung menuju dapur.

"Eh, mau apa?" pekikku terkejut saat tangan ini ditarik oleh Bang Yudi masuk ke dalam kamar. 

"Kayaknya kita udah seminggu gak keringetan di ranjang." Tangan Bang Yudi sudah menyusup ke dalam celana ku. Aku menahan napas karena aku teringat uang pemberian Mas Ares masih ada di sana dua lembar lagi. 

Bersambung

Di aplikasi KBM sudah bab 28 ya, Kak. Dijamin makin seru.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top