2. Bertengkar
"Biar saya yang bawakan beras lima kilogram ke rumah kamu. Ini uangnya simpan buat kamu. Jangan sampai Yudi tahu ya." Mas Ares kembali mendaratkan ciuman, lalu ia tersenyum. Pria itu lebih dulu berjalan menuju dapur untuk mengambil beras, lalu membawakan ke rumahku.
Aku merapikan rambut seadanya, lalu segera menyusul Mas Ares ke rumah, tetapi niatku itu aku urungkan, aku memilih pergi ke warung untuk membeli sayur dengan uang pemberian Mas Ares. Tidak banyak mungkin baginya uang senilai lima puluh ribu rupiah, tetapi bagiku yang sama sekali tidak punya uang ini, pasti sangat banyak. Aku membeli seperempat telur dan juga dua jenis sayuran, bayam dan kangkung.
Aku bergegas pulang setelah mendapatkan semua yang aku butuhkan untuk urusan perut.
"Mau sampai kapan lu di rumah saja, Di? Cari kerja di luar sana?" kudengar suara Mas Ares menegur Bang Yudi.
"Ck, susah kalau gak ada motor, Mas," jawab suamiku terdengar santai. Ya, dia selalu santai bila disuruh kerja, karena baginya, selagi masih ada Teh Mira dan Mas Ares, maka ia akan bergantung mereka berdua.
"Motor yang lama kenapa dijual? Lu cari penyakit sih! Lu mau makan, tapi lu gak mau nyari duit. Minta terus sama gue sama teteh lu. Lu gak malu? Emang lu masih bocah? Ada bini lu yang perlu lu kasih makan juga noh, pikirin apa?!"
"Alah,Mas Ares gak usah ikut campur masalah rumah tangga saya! Udah pulang sana! Bawel banget!"
"Eh, enak aja lu bilang gak usah ikut campur? Emangnya lu masih idup sekarang kalau bukan dari beras yang gue kasih, dari mana lu? Nyawah sendiri lu? Kerja? Makan masih numpang aja, sombong banget! Nih, mulai besok, lu gak ada jatah beras lagi dari gue dan Mira. Lu makan cari sendiri! Gue sama Mira cuma mau kasih makan Wulan, inget itu!" aku hanya bisa menelan ludah mendengar pertengkaran keduanya dari depan pintu.
Aku dan Mas Ares sempat saling pandang, lalu pria itu memalingkan wajahnya dengan cepat. Ia berjalan menuju rumahnya dan aku pun masuk ke dalam rumah juga. Wajah Bang Yudi pun tampak kesal.
"Dari mana lu? Gue suruh ambil beras di rumah Teh Mira, lu malah gak balik?!" tanya Bang Yudi dengan suara tinggi.
"Ini, beli sayur. Nemu duit ceban di jalan. Saya ke warung. Tadi Mas Ares antar beras ya?" tanyaku berpura-pura tidak tahu kejadian dua pria yang perangainya sangatlah jauh berbeda.
"Antar beras dan ceramah. Gue bingung kenapa Teh Mira punya suami tukang ceramah?" kata suamiku.
"Saya lebih bingung kenapa punya suami, beda banget sama Teh Mira. Padahal lahir dari ibu yang sama? Makan pun yang dimasak orang tua yang sama. Abang sekolah dari mulai TK sampai Abang kuliah, itu sama dengan Teh Mira, tapi Ab_"
"Bawel lu!"
"Ish, apaan sih? Jangan lempar-lempar dong!" Aku begitu kesal karena Bang Yudi bungkus rokok yang sudah habis isinya. Aku pun berjalan ke dapur untuk memasak nasi. Sambil menunggu nasi matang, aku membuat telur dadar dan juga tumis kangkung.
"Gue kelaparan ini, Wulan! Cepet kenapa masaknya?" Teriaknya dari teras rumah. Aku malas menyahut dan tetap meneruskan menumis jangkung yang sebentar lagi matang. Sepuluh menit kemudian, aku menata sarapan hampir makan siang ini di atas meja makan.
"Bang, ini sudah," kataku menghampirinya di teras rumah. Lagi-lagi pemandangan judi online yang ada di layar ponselnya.
"Buat makan istri gak ada. Buat main ginian ada!" Aku menekan layar ponselnya karena gemas.
"Ini tuh kerja. Siapa bilang gue gak kerja. Ini kerja meras otak, tahu gak kamu?" aku berdecak sebal, lalu memilih masuk kamar mandi.
Keramas lagi, padahal kemarin aku baru keramas. Sungguh melelahkan dan aku tidak tahu bagaimana harus menghentikan skandal ini.
"Wulan," panggil Bang Yudi yang menatapku heran, begitu aku keluar kamar mandi.
"Apa?!" Jawabku ketus.
"Tunggu!" Pria itu menahan lengan ini, padahal aku benar-benar kesal padanya.
"Tanda merah ini apa? Kenapa bisa ada tanda merah di sini?" tanya Bang Yudi sambil menujuk leherku.
Bersambung
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top