🍓6. Surprise Kiss 🍓
Memasuki hari ke empat setelah permintaan dari sang mami dan nenek. Hidup Yuga dipenuhi teror. Setiap hari selalu ada pertanyaan mengenai apakah Yuga sudah melakukan perkenalan atau pendekatan dengan Tya. Karena mereka berdua ingin perkenalan tya dan juga Yuga berjalan dengan alami dan tanpa ada kesan paksaan.
Jujur saja itu mengganggu kegiatan yang dilakukan oleh pria itu. Apalagi kalau sang mami mengirimkan pesan disaat ia tengah bekerja. Yuga paling kesal jika itu terjadi. Maunya, saat bekerja, t ada satupun yang mengganggu termasuk sang nenek dan juga siapapun. Fokusnya hanya pekerjaannya saja.
'Gimana hari ini? Nenek nunggu perkembangannya.'
Itu tadi pesan dari Nindi yang dikirimkan Nindi pada Yuga. Yuga hela napasnya, benar-benar kesal rasanya. Dan jadi malas setengah mati menanggapi pesan-pesan yang dikirimkan Nindi dan juga Ayu.
Jam makan siang hari ini memutuskan untuk makan di kantin saja. Sesekali, Yuga memang suka makan di kantin kalau malas ke luar. Lagi pula hari ini rekannya, Jimmy tengah memiliki kesibukan lain dan tak mengajaknya makan siang.
Melangkahkan kaki menuju kantin, dengar sapaan dari para karyawan, Yuga hanya membalas dengan kedipan mata atau sedikit anggukan kepalanya. Kantin sudah cukup sepi karena ia datang sedikit lebih siang dan kebanyakan dari para karyawan sudah mendapatkan santapan makan siang.
"Silahkan Pak, duluan." Seorang karyawan mempersilahkan.
"Silahkan duluan, saya kan baru datang," jawab Yuga karena mau bagaimanapun ia datang terlambat dan tak mungkin menyerobot antrian.
Tatapan Yuga mengedar, ia melihat Tya yang sedang makan siang dengan beberapa rekan kerjanya. Ada juga Gilang desainer dari perusahaan. Yuga jadi kesal sendiri, hidupnya malah jadi tak tenang karena Tya. Pria itu kemudian memutuskan menghampiri Tya. Berjalan seraya menggulung lengan kemejanya, menunjukkan rolex miliknya, keluaran terbaru yang jelas harganya buat terkejut.
"Boleh kita bicara berdua?" tanya Yuga.
Gilang menunjuk dirinya, berpikir kalau ini ada urusannya dengan desain terbaru musim ini yang bahkan belum ia pikirkan sama sekali. "Saya Pak?" tanya Gilang.
"Bukan kamu Gilang, saya mau bicara sama Tya." Yuga katakan lagi. "Kita butuh bicara, Sayang?"
Mata Tya melotot, juga yang lain yang ada di sana. Bagaimana bisa tiba-tiba Yuga memanggilnya seperti itu? Bisa-bisa ia jadi bahan pembicaraan apalagi yang saat ini menikmati santap saing bersama bukan hanya bawahan Gilang, Tapi juga dari divisi lain. Gilang mendorong-dorong bahu Tya agar segera berdiri.
Sementara Yuga sengaja melakukan itu karena merasa kesal. Tya bisa hidup dengan nyaman, sementara dirinya harus menerima tekanan dari Nindi dan juga Ayu. Memang aneh sekali, karena seharusnya memang Yuga tak perlu kesal pada gadis bertubuh gempal itu. Karena memang sampai saat ini Tya tak mengetahui apapun, dan apa yang dialami Yuga juga bukan salah Tya kan?
"Sa-saya?" Tya bertanya terbata, jadi bingung dengan apa yang dikatakan Yuga tadi. Kenapa atasannya itu memanggil dirinya dengan sebutan sayang?
Yuga menganggukan kepalanya. "Iya kamu memang siapa lagi? Saya udah capek sembunyi-sembunyi ya, kita butuh bicara." Yuga kemudian menghentikan ucapannya dan menatap ke arah Gilang. "Saya minjam dulu pacar saya ya?"
Gadis bertemu gemuk itu menatap ke arah Gilang, seraya menggerak-gerakan kedua tangannya, seolah mengatakan kalau apa yang dikatakan oleh atasannya itu adalah sebuah kebohongan. Tapi, bagaimanapun Gilang tentu saja lebih percaya kepada Yuga yang jelas-jelas adalah atasannya. Dalam pikiran Gilang tak ada untungnya, jika Yuga harus berbohong mengenai hubungannya dengan bawahannya itu.
"Silahkan Pak," jawab Gilang.
Yuga melirik sekilas ke arah Tya, kemudian menggenggam tangan gadis itu. Hal ini bukan hanya menjadi pengamatan bagi Gilang. Tapi saat ini hampir seluruh penghuni kantin menatap, memerhatikan apa yang terjadi di kursi belakang. Apalagi itu berhubungan dengan atasan mereka yang selama ini terkenal masih jomblo.
"Maaf kita mau bicara apa ya?" Tya bertanya.
Yuga tak jawab pertanyaan yang diajukan. Pria itu memilih untuk menggandeng tangan Tya, kemudian malah berjalan menuju ruangannya. Sepanjang perjalanan, Yuga sama sekali tak melepaskan genggaman tangannya sampai mereka kemudian masuk ke dalam lift.
"Kita mau bicara apa ya Pak?" tanya Tya.
Lagi-lagi pertanyaan itu sama sekali tak mendapatkan jawaban. Tya jadi kesal sekali dengan pria di hadapannya itu.
"Kalau memang nggak ada yang dibicarakan, nggak usah macam-macam Pak. Saya males kalau kayak gini, pakai bohong segala kalau saya pacarnya bapak?" Tya bercicit meluapkan perasaan yang benar-benar marah.
"Kamu pikir kamu doang yang kesel? Saya juga sebel sama kamu. Beberapa hari ini yang ada di rumah saya cuma nama kamu, dan nama kamu terus."
Tya jadi heran. Bingung sekali Kenapa Yuga yang ada di hadapannya kini malah marah-marah? Padahal ia juga tak tahu kenapa namanya terus disebut di rumah itu. Tya jelas sama sekali tak mengerti masalahnya dan kini harus dikaitkan dengan kekesalan Yuga.
"Mana saya tahu kenapa Nama saya disebut-sebut. Kenapa Nama saya disebut?" Tya kembali bertanya pada pria itu berharap mendapatkan jawaban.
"Kamu salah, harusnya badan kamu nggak segemuk ini, bikin perkara aja." Yuga jadi marah, meskipun dikenal cukup pendiam, tapi Yuga cukup sulit mengendalikan emosinya. Dan jika ia marah akan menggebu-gebu sekali seperti ini.
Yuga bukan tipe laki-laki pendiam yang akan marah dalam diam. Pria itu cenderung meluapkan emosinya dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengomel dan mengoceh. Dan itu berbeda sekali dengan Tya, Tya memang terkenal sangat cerewet dan ceria. Namun, ketika gadis itu marah cenderung lebih diam. Tya tak akan banyak bicara dan biasanya akan memilih menyendiri kemudian meluapkan emosinya dengan menangis.
"Kenapa masalah sama badan saya? Selama ini saya gendut nggak ada masalah? Kenapa malah jadi pembahasan di rumah bapak?"
Lift kemudian terbuka dan pria itu kembali menggenggam tangan Tya. Sengaja memperlihatkan itu ke para karyawannya agar menjadi isu. Dengan begitu akan mudah untuknya meminta Gadis itu untuk menikah kontrak. Setidaknya itulah yang ada di dalam pikiran Yuga saat ini.
Yuga kemudian membawa Tya ke dalam ruang kerjanya. Pria itu jalan melewati Sandra yang kini tengah mengobrol dengan beberapa karyawan. Yuga tak ambil pusing meski sejak tadi Sandra memerhatikan. Setelah di dalam ia segera menutup pintu.
"Kamu," ucap Yuga terhenti sambil menunjuk dengan jari telunjuk kanannya. "Argh!"
"Saya apa?"
"Penawaran saya belum berubah. Saya capek terus didesak nenek dan Mami saya. Dan kamu harus tanggung jawab karena itu. Kita bisa nikah kontrak selama 2 tahun."
"Saya enggak mau! Enggak mau! Titik!" Tya katakan itu dengan tegas.
Yuga menatap, kesal sekali dengan jawaban yang ia dengar. "Saya bayar kamu," kata Yuga lagi.
"Ini bukan masalah uang. Tapi pernikahan itu bukan hal yang bisa dipermainkan Pak."
"Tiga hari ini saya udah hampir gila, dengar nama kamu disebut di rumah saya. Saya males terus didesak sama ibu dan nenek saya. Tolong," kata Yuga.
"Enggak!" Tya kemudian berjalan untuk membuka pintu. Itu segera melangkahkan kakinya ke luar ruangan.
Dengan cepat Yuga mengejar gadis itu. Ia lalu menggenggam tangan, menghentikan langkah Tya.
"Maafin aku sayang," ucap Yuga berakting.
Tya mendelik, lalu berseru kaget, "Pak?!"
Yuga lalu dengan cepat menarik tangan Tya dan mengecup bibir Gadis itu tepat di depan Sandra dan juga karyawan yang lain. Tentu saja itu menjadi perhatian dan membuat semuanya terkejut.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top