Chapter 32

Kembali ke masa sekarang...

Pertarungan antara kelompok pembunuh melawan penembak profesional masih terus berlanjut. Keadaan saat ini tengah terbalik, yang awalnya di penembak menguasai pertarungan kini terpuruk oleh salah satu anggota kelompok pembunuh.

Bugh!

Gen menendang perut Hashimoto. Ia terus mengulanginya selama lima kali. Senjata-senjata seperti senapan api milik Hashimoto sudah ia singkirkan semuanya.

Saat Gen hendak menendang kembali, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya. Ia pun mengalihkan pandangan. Di sana sudah berdiri Akemi dengan aura membunuh yang sangat kuat.

Senjata berupa pisau daging dan palu besi sudah dipegang erat olehnya. Gen yang merasa terintimidasi dengan aura Akemi mengambil jarak aman. Sepertinya sang Ketua akan mengambil alih pertarungan.

"Terimakasih Gen," ucap Akemi tersenyum sangat tipis.

"Sa-sama-sama Ketua," balas Gen gugup.

Akemi menatap tajam Hashimoto yang sudah tak berdaya. Hashimoto sendiri hanya meringis kesakitan. Ia tak peduli dengan sosok di depannya.

"Kau!" geram Akemi.

Bught!!

Sebuah palu besi menghantam paha kanan Hashimoto. Suara retakan tulang-tulang terdengar jelas.

"Arghh!!"

Hashimoto menjerit kesakitan. Ia merasakan tulang-tulang kakinya patah. Darah semakin merembas keluar membasahi celana hitam.

Slash!!

Akemi kembali menyerang dengan menyayat paha kiri Hashimoto. Hashimoto akan menjerit kembali, namun palu besi menghantam keras mulutnya.

Bught!!

"Rasakan kesakitan yang kau alami sekarang. Ini masih belum sebanding dengan kau yang telah membunuh kembaranku!"

Gen terkejut. Ia baru mengetahui fakta bahwa Akemi memiliki kembaran. Setahunya ia hanya memiliki Kakak tiri yaitu Roman. Dan itu baru beberapa bulan lamanya.

Slash!!

Slash!!

Dua sayatan terbuka lebar di kedua lengan Hashimoto. Bau anyir darah semakin menyeruak.

Gen rasanya ingin mual, namun ia menikmati sensasi penyikasaan pemuda di depannya yang mungkin akan mati. "Fufufufu... Ketua bolehkan aku ikut menyiksanya," ucapnya.

"Silahkan! Kau pun yang telah membuat ia terluka pertama kali," balas Akemi. Ia mengambil beberapa langkah mundur.

Keadaan Hashimoto sangat mengenaskan. Ia tak bisa merasakan kedua tangan dan kakinya. Suaranya tak bisa keluar. Satu mata yang tersisa. Ia pasrah dengan ajal yang sebentar lagi menjemputnya.

"Hummh,"

"Kau bicara apa hah?!"

Bugh!!

Jleb!!

Gen menendang keras perut Hashimoto. Ia juga menusuk dalam-dalam perut korban. Beberapa organ seperti usus keluar berserakan.

"Mari kita membunuhnya bersama-sama, Ketua," ajak Gen menyeringai sadis.

Akemi menganggukan kepala kecil. Ia maju perlahan. Pisau daging dan palu besi sudah siap membunuh korban.

Dalam hitungan detik saja, nyawa Hashimoto sudah tak tergolong. Beberapa pisau kecil menancap di area leher, mata kiri, serta dahi. Sayatan lebar bekas pisau di dada kirinya menganga. Bagian tempurung kepala sudah tak berbentuk.

"Selamat jalan Hashimoto," ucap Akemi. Senyum puas terpancar dari bibir merahnya.

Gen terlihat bahagia. Ia bisa membalaskan perlakuan Hashimoto kepada Nana.

"Ini masih belum selesai," ujar Akemi cukup keras. Ketiga orang yang berada di luar keras mendengar jelas peringatan itu.
.
.
.
.

Rumah sakit Tokyo...

"Bagaimana keadaan Kak Faisal, dok?" tanya Rizal.

Dokter yang baru keluar dari kamar operasi hanya diam. Ia menghela napas sejenak, lalu menatap Rizal.

"Maafkan kami, Pak. Nyawa Faisal sudah tidak tertolong," jawab sang Dokter.

"Ti-tidak mungkin dok! Pasti dokter bisa menyelamatkan Kak Faisal!" seru Rizal. Ia sampai memegang kedua pundak dokter, lalu mengguncangnya cukup kencang.

Perawat yang berada di sebelah dokter menghentikan aksi Rizal. Rizal pun akhirnya dapat dipisahkan dari dokter.

"Sekali lagi saya minta maaf Pak. Peluru yang berada di kepala Faisal sudah menembus sampai ke bagian otak terdalam. Bapak harus sabar, saya harus kembali ke ruangan." jelas sang Dokter. Dokter itu pun pamit dari hadapan Rizal.

"Dasar polisi gila!" gerutu dokter.

Rizal terduduk lemas. Ia masih tak menerima kehilangan orang yang sudah ia anggap sebagai Kakak kandung sendiri. Kini ia harus hidup sebatang kara kembali.

"Kak Faisal! Aku pasti akan menangkap penembak itu dan membalaskan dendam ini!" seru Rizal bertekad keras.

Ia langsung melangkah pergi menuju ke lantai 1. Ia merapikan pakaian polisi yang ia kenakan. Pistol sudah berada di balik jaket kulit.
.
.
.
.

YURINA POV

"Akhirnya si penembak itu telah mati," gumamku. Aku saat ini berada di toilet lantai 2.

Aku habis membuang sarapan pagi yang terpaksa keluar. Aku tak paham melihat kondisi mayat Hashimoto yang sangatlah mengenaskan.

Akemi dan Gen ternyata memang pembunuh sadis profesional. Aku merasa masih di bawah keduanya.

Air keran yang masih mengalir sudah aku matikan. Aku menatap cermin di depan. Rambut pirang yang tergurai bebas begitu indah di pandang. Iris mata berwarna hijau seakan menyejukan hati ini.

"Ah... Urusanku masih belum selesai. Aku muak melihat gadis itu masih bernapas. Erza si seniman psiko gagal membunuhnya dan malah dirinya yang terbunuh," kesal diri ini.

Prang!!

Cermin di depanku hancur. Aku baru saja memukulnya keras. Serpihan kaca berserakan di wastefel, lantai dan sebagain masih menempel di lenganku. Aku tak peduli jari-jari ini berdarah.

Rasa sakit dan cemburu ini lebih penting bagiku. Aku sangat mengetahui pacarku ternyata menyimpan rasa suka kepada gadis Boncel itu.

Ingin rasanya diri ini membunuhnya secara langsung di depan Gen. Agar dia tahu bawah diriku lebih hebat darinya.

"Nana... Sebentar lagi kamu tidak akan menikmati dunia yang indah ini," ucapku menyeringai lebar.

"Hihihihi...,"

Aku pun membersihkan lengan yang terluka akibat memukul cermin toilet.  Aku langsung keluar toilet. Ketua kami yaitu Akemi telah memperingatkan pembunuh lainnya sedang berjalan kemari.

Yurina POV END...
.
.
.
.

ROMAN POV

"Oh tidak!"

Aku menatap khawatir Akemi. Ia sebenarnya adalah gadis rapuh di dalam. Ia menjadi gadis tangguh sekarang ini setelah melihat kejadian yang tak terlupakan baginya.

Akeno. Nama kembaran Akemi. Atau bisa dibilang sosok Kakak Perempuan baginya. Ia sangat menyanyangi Akeno, sampai-sampai dari kecil mereka tak bisa terpisahkan.

Perceraian. Itulah yang penyebab keduanya terpisahkan jarak yang cukup jauh. Akeno di bawa oleh Ayahnya ke luar negeri, sedangkan Akemi di bawa oleh Ibunya kembali ke rumah nenek atau Ibu kandung dari Akemi.

Akemi sangat kesepian. Ia menjalankan hari-harinya dengan kesendirian. Ia tak ingin berteman dengan siapapun. Hanya yang diinginkannya adalah Akeno. Akeno segalanya bagi dirinya.

Kepribadian Akemi yang bersemayan di raganya muncul. Sosok Akemi yang lain sampai tega membunuh Ibu kandungnya sendiri. Namun, Akemi yang asli malah berterimakasih kasih padanya. Sebab, dengan kepergian Ibunya itu Akemi dapat membalaskan rasa sakit hatinya.

Setelah sekian lama tak berjumpa. Akemi dan Akeno di pertemukan. Namun, nasip mereka begitu malang lebih tepatnya Akeno. Akeno mati terbunuh melindungi Akemi dari peluru yang mengincarnya. Pelaku penembakan itu adalah Hashimoto yang kini sudah mati olehnya.

Kalian pasti bingung, mengapa aku mengetahui semua masa lalu Akemi dan kembarannya? Aku dan Akemi sebenarnya adalah sepupu jauh. Hanya kelompok 'itu' yang mengetahui bahwa kami saudara tiri. Itu semua hanyalah kebohongan yang kami sepakati setelah bergabung.

Kami baru mengetahui semenjak bertemu di SMA Subarashii ini. Awalnya kami menolak, namun semakin lama semakin terbiasa.

Akemi menceritakan seluruh masa lalu kelamnya kepadaku. Kami pun berpura-pura sebagai teman sekelas saja tak lebih.

Tetapi bagiku, Akemi adalah segalanya. Aku memang mengingikan seorang adik perempuan yang manis sepertinya.

"Akemi... Kakak akan selalu melindungimu hingga taruhan nyawa ini sebagai buktinya," ucapku pelan.

Aku langsung memeluk Akemi dari belakang. Akemi hanya diam. Tetapi, aku tahu bahwa ia sangat menikmatinya pelukan hangat ini.

"Mari kita berjuang bersama, walau harus membunuh sesama anggota lainnya," bisikku lembut. Akemi menganggukan kepala kecil.

ROMAN POV END...
.........

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top