Chapter 30
Di sebuah ruangan...
Terdapat banyak layar monitor di setiap ruangan. Layar-layar itu menampilkan aktivitas dan kegiatan Semua murid kelas 2F.
"Fufufufu... Masih tersisa 7 murid ya," ucap seorang pria dewasa.
Pria itu mengenakan kacamata putih berbentuk oval. Ia memakai setelan kemana putih panjang yang di balut has hitam serta dasi panjang warna merah, celana kain hitam panjang dan sepatu pantopel hitam.
Tertera sebuah kertas berwarna putih polos di atas meja. Ada tulisan tinta merah seperti darah. Berisikan deretan nama-nama murid kelas 2F.
Akemi
Emili
Erza
Gen
Hashimoto
Hide
Hoshi
Keiko
Kensel
Lev
Lullin
Maggiana
Nana
Ota
Rock
Roman
Sera
Shino
Shuu
Yurina
"Kita harus bergerak cepat. Benar tidak Jui-sensei," ucap pria itu tersenyum simpul.
Ia melirik ke sebuah meja berbentuk lingkaran. Di sana terdapat sebuah kepala yang di taruhnya di atasnya. Kedua matanya yang melotot dan lidah yang menjulur keluar. Kepala itu milik... Jui-sensei.
.
.
.
.
Dor!
Dor!
Dor!
Tiga buah peluru melesat kilat di sepanjang lorong sekolah lantai 2. Lima sosok sileut masing-masing berlindung di dalam kelas atau tangga.
Brukk!!
Sebuah bangku kayu terlempar dari balik pintu kelas. Tembakan beruntun di kerahkan hingga menghancurkan bangku kursi yang menjadi serpihan kayu-kayu kecil.
"Dia sniper profesional," gumam Yurina.
"Sial! Aku tidak bisa memukul!" geram Roman. Ia tidak mau mengambil resiko.
Akemi menatap tajam sang sniper. Ada perasaan dendam yang mendalam. "Hashimoto," gumam Akemi mengepalkan tangan erat.
Gen melirik sekilas ke arah Akemi. Ia merasakan aura kuat yang sangat gelap keluar darinya. Ia sampai merinding disko di buatnya.
"Akemi sangat berbahaya," ucap Gen pelan.
Nana yang bersembunyi di balik tangga bercucuran keringat. Ia masih trauma dengan kejadian semalam. Ia tak mau jika harus mati sekarang, sebelum membalaskan dendam kepada gadis pirang itu.
"Na-nana... harus ku-kuat," gumam Nana.
Hashimoto masih terus menembak dengan membabi buta. Sepertinya ia telah kehilangan akal. Seorang penjaga sekolah yang datang karena mendengar keributan pun menjadi korban. Kepala, kedua mata dan perut menjadi sasaran peluru timah.
"Matilah kalian pembunuh!" seru Hashimoto menggema di sepanjang lorong sekolah lantai 2. Senapan yang dipakai telah habis peluru. Ia langsung membuang sembarangan dan mengambil senapan api laras pendek.
"Akan kubuat tubuh kalian menjadi siarang peluru-peluru ini, hahaha..."
Hashimoto maju selangkah demi selangkah. Ia menembak ke pintu kelas dan suara ledakan cukup besar terdengar. Nasip pintu itu sudah tak berbentuk, berhamburan di lantai.
Brak!!
Hashimoto baru saja menendang kelas 2E. Di sana terdapat seseorang yang mengumpat.
"Keluar kau, Gen!"
Gen pun hanya diam. Ia sedang memikrikan cara agar terbebas dari peluru Milih Hashimoto. Senyum tipis terukir di bibir.
Slash!!
Satu pisau kecil melesat dari balik meja belakang. Hashimoto yang baru mengetahui serangan dadakan itu mencoba menghindari. Namun, naas pisau kecil itu mengenai titik berat sebagai seorang penembak.
Pisau kecil tepat menusuk langsung di mata kanan Hashimoto. Hashimoto menjerit kesakitan. Ia mencabut paksa pisau itu, lalu membuangnya asal. Darah mengucur deras dari mata kanannya.
"Arghh!!!" jeritnya kesakitan.
Gen menyeringai kecil. Ia keluar dari tempat persembunyian. Ia langsung menabrak tubuh besar Hashimoto hingga menabrak papan tulis di depan.
Brakk!!!
Punggung Hashimoto bertemu langsung dengan papan tulis. Gen tak tinggal diam sampai di situ saja. Ia merebut senapan api milik Hashimoto. Ia membalikan keadaan saat ini.
"Saatnya membalas," ucap Gen.
Dor!!
Satu buah peluru terpendam di paha kanan Hashimoto. Hashimoto kembali menjerit kesakitan. Keadaan sniper otu cukup mengenaskan dengan mata kanan yang bolong dan paha kanan yang tertembak.
.
.
.
.
LEV POV
Terik matahari begitu menyengat. Padahal waktu masih pukul 08:00 pagi. Aku harus menggunakan topi untuk menutupi wajah tampanku.
Katana kesayangannya aku sembunyikan di balik sarung gitar. Bisa gawat kalau sampai ketahuan oleh orang lain apalagi polisi.
"Kakak... Aku mau es krim," ucap gadis bertubuh kecil. Ia menarik-narik ujung bajuku.
Kumenolehkan kepala ke bawah. Gadis itu memiliki rambut pirang seperti diriku. Wajahnya pun mirip denganku.
Tepat sekali! Dia adalah adik kandungku. Namanya Teruaki Leona, biasa di panggil Leona. Kami beda setahun saja. Saat ini Leona duduk di kelas X SMA Subarashii.
"Kakak...," panggil Leona kembali.
Aku mengacak rambut putih Leona gemas. Aku pun mengiyakan permintaannya.
Kami berkunjung di salah stan es krim di pinggir jalan. Aku memesan es krim rasa vanila dan Leona dua rasa yaitu coklat dan vanila.
"Enak sekali," gumam Leona. Ia tersenyum ceria ke arahku.
"Kamu kalau makan pelan-pelan dong," ucapku. Aku mengelap sisa es krim yang tertinggal di bibir Leona.
Aku menjilati jari telunjuk bekas bibir Leona. Nikmat dan manis. Ahh! Sifat asliku seperti keluar gara-gara Leona.
"Maafkan aku, Leona,"
"Apa Ka... humph,"
Kedua bibir saling bersautan. Suara kecupan mesra terdengar merdu di telinga mereka. Aku paling mendominasi ciuman ini. Leona sampai di buatnya kewalahan hingga pasokan oksigen di paru-parunya hampir habis. Ia memukul dadaku cukup kencang.
"Huh! Huh! Huh!"
Napas Leona memburu. Ia seperti ikan laut yang dibiarkan di tanah. Leona menghirup udara sebanyak-banyaknya. Wajahnya sudah memerah sempurna. Ada bekas air liur miliknya yang tercampur dengan milik sang Kakak.
"Kau memang luar biasa, adikku sayang," puji Lev. Aku mengelus lembut kepala Leona.
"Ka-kakak menyebalkan!" seru Leona. Ia membuang muka ke samping kiri. Perasaannya saat ini antara senang dan malu.
"Hehehe... Mari kita lanjutkan perjalanan lagi," ajak Lev. Leona menganggukan kepala kecil. Ia mengandeng tangan Lev dengan semangat.
Kedua adik kakak itu ternyata memiliki hubungan sedikit 'intim' diantara mereka. Sungguh pemandangan dan situasi yang mengangetkan publik.
"Saatnya memulai pesta," gumamku menyeringai sangat tipis.
LEV POV END...
.
.
.
.
Kita kembali di saat pertarungan antara kelompok itu dan sang penembak di mulai. Kelompok yang terdiri dari lima orang masih melanjutkan rapat dadakan. Salah satu dari mereka memilih untuk mundur perlahan, lalu menatap pemandangan di luar jendela.
"Ini semua tak bisa dibiarkan terus-menerus!" seru Roman. Ia sampai mengebrak meja yang tak bersalah. Kacamata yang digunakan Roman hampir terjatuh.
"Hihihihi... Kau harus tenang," sahut Yurina dengan tawa ciri khasnya. Ia mengibaskan rambut pirangnya sekilas.
"Hmphh, Nana ikut saja deh," ujar Nana. Ia sedang memainkan gunting kesayangan.
"Fufufufufu... Kita harus membunuh si penembak Hashimoto dan si penipu Lev," ucap Gen. Ia agak menekan ucapannya saat menyebutkan nama terakhir.
"Oke! Kita harus menyelesaikan masalah ini dan bertemu dengan dalang di balik ini semua!" seru Akemi tegas.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari arah tangga menuju lantai 2. Suasana di sekolah memang sepi sejak kematian beruntun yang berasal dari kelas 2F.
Dor! Dor!
Suara dua buah tembakan menggema di sepanjang lorong lantai 2. Dua peluru itu menembus dinding hingga berlubang.
Sepertinya permainan sebenarnya akan segera di mulai. Hashimoto melakukan serangan di awal permainan.
Para anggota kelompok 'itu' langsung bersiap dan bersiaga. Mereka mengeluarkan senjata masing-masing.
Dor!
Salah satu jendela kelas 2C terkena tembakan hingga pecah. Keributan semakin heboh di buatnya.
"Let's go!" ucap Akemi tegas.
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top