Chapter 20

Lev POV

Klang!!

Seorang pemuda berambut putih menendang asal kaleng minuman bekas. Aku tak memperdulikan kaleng itu mengenai siapa.

"Sial!" gerutuku.

"Aku benci Gen!"

"Aku benci Nana!"

"Aku... tak bisa benci denganmu... Akemi," ucapku melembut.

Aku tak mengerti, kenapa akhir-akhir ini sifat gadis yang kusuka berubah. Ia menjadi pendiam, cuek dan tak peduli kepadaku.

"Ini semua pasti gara-gara dia, aku yakin itu!"

Aku terus berjalan menuju apartemenku. Walau aku seorang pelajar, aku termasuk anak orang kaya. Aku tak berbohong ataupun munafik. Memang kenyantaan seperti itu.

Keluargaku seorang pengusaha obat, lebih tepatnya Ayahku. Kalau Ibuku berkeja sebagai WO organization miliknya sendiri. Sedangkan adikku, dia masih pelajar sepertiku. Kita hanya berjarak setahun saja.

"Ahh... Sebelum itu, lebih baik membeli makanan dulu," gumamku.

Aku berjalan menelusuri sebuah kafe berletak di pinggir jalan. Kafe itu selalu ramai pengunjung. Kafe itu termasuk merupakan milik teman sekelasnya yaitu Ota. Semua variasi makanan dan minuman sangatlah enak, memiliki cita rasa sendiri.

Tring!!

Suara bel berbunyi, menandakan seorang pengunjung masuk ke dalam kafe. Sore ini kafe milik Ota tergolong ramai. Aku pun mencari tempat duduk yang kosong.

Seorang pelayan mendatangi diriku. "Apa yang ingin anda pesan, Tuan?" tanyanya.

"Hmmm... omelette, ramen dan milkshake durian. Ah satu lagi, minuman bersoda," jawabku.

Pelayan itu mencatat semua pesanan. Ia pun pamit undur diri. Aku sih tak peduli. Aku tahu dia daritadi mencuri pandang wajahku.

Tampan. Itulah pujian dan komentar dari para wanita yang melihat diriku. Aku sih senang-senang saja, lumayan aku bisa mencari seseorang untuk menemani hariku di kala putus cinta.

"Huh!"

Akhirnya si pelayan datang membawa pesananku. Ia bersikap agak centil dan tersenyum genit kepadaku. Aku memiliki sebuah ide dan pasti akan menyenangkan.

Brak!!!

Nampan yang berisi makanan terjatuh di atas meja hingga mengotori lantai. Sang pelayan terkejut.

"Hei! Apa-apaan kau ini?!" seruku. Aku memasang ekspresi kesal.

"Maaf-maafkan saya Tuan, ta-tapi...,"

"Masih saja mengelak! Aku tak suka makan di sini! Pelayanan ya sungguh berantakan dan kau mencoba menggodaku terus!" seruku.

Hahaha... Ini sangat menyenangkan sekali. Semua pengunjung menatap ke arah kami. Sepertinya rencanaku berhasil.

Sang pelayan menunduk ke bawah. Ia menahan tangis yang sebentar lagi akan pecah.

"Dasar!"

Aku pun pergi meninggalkan sosok pelayan dan keluar dari kafe itu. Aku tersenyum puas. Setidaknya kafe milik Ota akan menjadi sepi, mungkin.

POV Lev End....
.
.
.
.

POV Roman

Setelah kita mencari keberadaan Hide yang tak kunjung dapat. Kami memustukan untuk pulang. Kulihat Yurina dan Erza pergi berduaan. Mereka memang serasi sekali.

"Selamat tinggal Roman," pamit Yurina. Ia melambaikan tangan ke arahku.

"Sampai ketemu lagi bro," sahut Erza menyengir lebar.

Aku hanya melambaikan tangan saja. Kedua sosok itu menghilang dari pandanganku.

"Ah... Beginilah nasip seorang jomblo," keluhku.

Aku mengambil jalan lain. Aku mendapatkan sebuah informasi yang cukup mengejutkan.

"Ini pasti menyenangkan," gumamku.

Waktu sudah menunjukkan waktu siang hari. Tak terasa lama juga kami mencari keberadaan makhluk tak tahu diri itu.

Aku masuk ke dalam sebuah gedung tak terpakai. Aku melihat tak ada yang mengikuti.

"Saatnya pertunjukan," ucapku menyeringai kecil.

Aku mengambil semua pakaian dan topeng bergambar wajah seseorang mirip Sasuke. Tak lupa sebuah tongkat bisbol yang sudah bercampur dengan noda berwarna merah yang terlihat kering. Aku menambahkan beberapa kawat.

"Sempurna," ungkapku.

Aku menatap diri di cermin tak terpakai. Walau gedung ini gelap, masih ada cahaya dari sinar matahari.

Seorang pemuda mengenakan pakaian serba hitam, topeng dan tongkat yang ia pegang. Aku sudah mirip seperti psikopat saja.

"Fufufufu...,"

"Ahh, ini lumayan berat juga,"

Aku membawa lebih tepatnya sih sebuah karung usang. Di dalam sana terdapat sebuah mayat yang sangat ku kenali. Bau anyir dan busuk mencemari hidungku. Tapi sih aku suka haha...

"Selamat menerima hadiah dariku... Hide!"

Roman POV End...
.
.
.
.

Yurina dan Erza mampir ke sebuah toko. Mereka terlihat sedang memilih barang.

"Ahh! Ada gantungan gorila!" seru Yurina senang. Ia sampai melompat-lompat seperti kelinci.

"Hei! Lebih baik kau menari ular saja!" sahut Erza.

Saat ini Erza sedang menarikan sebuah tarian ular. Ia mempelajari tarian itu dari negeri asalnya yaitu Indonesia.

Keduanya seakan memiliki dunia sendiri. Para pengunjung merasa ternganggu, adapula yang merekam aksi mereka.

"Halo Pak, di sini ada dua orang di-,"

Sebelum perkataan pemuda berkacamata itu selesai, sebuah gantungan kunci berbentuk jelly masuk ke dalam mulutnya. Erza menendang perut pemuda itu dengan keras, hingga terdorong menabrak beberapa rak-rak.

Brak!!

"Bagus sekali tendanganmu, Erza," puji Yurina. Ia memeluk erat lengan kanan Erza.

"Aa... Kau pun pelempar yang handal," balas Erza mengelus rambut piring Yurina.

Semua orang yang melihat hal itu terkejut. Mereka memustukan untuk pergi atau pura-pura tak melihat.

Erza dan Yurina menuju ke mesin toko. Keduanya langsung membayar barang belanjaan, lalu keluar toko.

"Lain kali aku akan bermain-main dengannya," ungkap Yurina kesal. Ia mengembukan kedua pipi.

"Hmm... Dia itu murid kelas 2G. Kalau tak salah namanya Tsuki," ucap Erza. Ia menunjukan sebuah identitas kartu pelajar.

"Owh... Tadi aku sekilas mendengar berita dua murid kelas 2G tewas di game center dalam keadaan cukup mengenaskan," ujar Yurina.

"Siapa namanya?" tanya Erza penasaran. Ia menatap lembut wajah blasteran Yurina.

Yurina berpikir sejenak. "Sora dan Fred," jawabnya.

"Ah, mereka kan pasangan serasi," sahut Erza.

"Pasangan mesum yang benar, hahaha...," ejek Yurina. Keduanya pun tertawa.
.
.
.
.

Shuu baru saja tiba di rumah sakit, tepatnya di kamar Lullin di rawat. Shuu membawa sebuah bingkisan berisi buah-buahan.

Srek!!

Shuu membuka pintu, lalu ia masuk perlahan. Kosong. Itulah kondisi di dalam ruangan.

"Lullin! Dimana kau?" tanya Shuu cemas. Ia mencari keberadaan gadis pemalu itu sampai mencari di dalam toilet.

"Sial! Pasti dia kabur dari rumah sakit dan melukai dirinya sendiri," ucap Shuu. Ia mengepalkan kedua tangan erat. Ia langsung keluar rawat.

Shuu tahu satu tempat dimana Lullin berada. Ia mengeluarkan sebuah ponsel berwarna biru. Ada satu titik berwarna merah.

"Aku tak ingin kau sampai mati," ungkap Shuu sedih.
...............

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top