Chapter 10
Gadis berparas cantik dan berambut merah muda melangkah dengan anggun menelusuri lorong lantai 1. Senyum manis merekah di bibirnya yang berwarna merah merona.
Lorong lantai 1 terlihat sepi. Tetapi ia tak memperdulikan hal itu. Ia hanya ingin cepat-cepat bertemu dengan sang pujaan hati.
"Semoga dia tidak lama menunggu," ucap gadis itu sedikit khawatir.
.
.
.
.
Di belakang gedung sekolah...
Terlihat sebuah kelompok yang terdiri dari 3 orang berjalan santai. Sepertinya mereka akan menuju ke sebuah gudang perlengkapan. Dimana gudang itu berfungsi untuk menaruh dan menyimpan berbagai macam perlengkapan sekolah yang masih layaknya di pakai.
"Yurina-chan," panggil gadis kecil ceria.
Gadis yang namanya di panggil menolehkan kepala ke samping. Ia menatap gadis kecil itu. "Ada apa, Nana-chan?" tanyanya.
"Aku perhatikan daritadi kau begitu semangat sekali," jawab Nana, sang gadis kecil.
"Hihihi... Memang kenapa?" tanya balik Yurina tersenyum kecil.
Nana menggaruk kepalanya tak gatal. Ia bingung harus menjawab.
"Sebaiknya tak usah kau pedulikan gadis cebol itu," sahut pemuda berambut cokelat cuek.
"Hihihi... Kalian berdua cocok sekali," ucap Yurina merasa terhibur.
Gen dan Nana saling menatap tajam. Seolah-olah ada kilatan listrik yang keluar dari mata mereka. Keduanya yang berjalan berdampingan mulai menjauh jarak.
"Aku sama gadis cebol itu! Lebih baik aku bersama kekasihnya saja!" seru Gen mencibir.
Sebuah senyum tipis terukir di bibir Nana. "Kekasih? Kau saja di selingkuhi olehnya," sindirnya.
"Kau!" geram Gen. Ia ingin sekali menampar mulut pedas Nana.
"Apa?!" seru Nana dengan nada menantang.
Yurina semakin keras terhibur. Ia pun tak kuat lagi untuk menahan tawa. "Hihihihi... Kalian berdua membuatku ingin tertawa terus," ucapnya.
"Kamu bukan badut!" seru keduanya kompak.
Gen dan Nana saling pandang memandang. Ada percikan cinta di sana. Mungkin.
Nana membuang muka. Ia menghentakkan kaki ke rumah, lalu berjalan mendahului Yurina dan Gen.
"Kudoakan semoga kalian cocok," ucap Yurina berharap.
"Tidak!" sanggah Gen. Ia berjalan cepat menyusul Nana yang menjauh. Di belakang masih ada Yurina yang diam memperhatikan.
"Andai saja, kejadian dulu tak pernah terjadi," gumam Yurina lirih. Ekspresi wajah yang awalnya ceria berubah sendu.
Tanpa mereka tahu, seseorang di antara mereka memilih Jalan yang berbeda. Sosoknya menghilang bagai bayangan.
.
.
.
.
Di ruang gedung aula...
Yuka baru saja tiba. Ia berdiri di depan pintu. Ia merapikan pakaian dan mengeluarkan kaca untuk melihat penampilannya sekali lagi.
"Kamu memang cantik," ucapnya percaya diri.
Ia menyimpan kembali kaca ke dalam saku. Ia mulai membuka pintu perlahan.
Kosong. Kata pertama bagi Yuka. Tak ada siapapun di sana. Hanya satu benda yaitu papan target.
"Lev-kun...," panggil Yuka lembut dan sedikit di buat manja.
Ia melangkahkan kaki perlahan, mencari sosok sang pujaan hati. Terus melangkah hingga...
Brak!
Pintu yang gedung aula tertutup. Bunyi dentuman keras mengelegar di dalam ruangan.
"Eehh!"
Yuka agak berlari menuju ke pintu. Ia mencoba membuka namun tak bisa terbuka ataupun bergeser sedikitpun. Kini ia dalam posisi terjebak.
Rasa takut dan gelisah memenuhi benak dan pikirannya saat ini. Ia mengedor-ngedor pintu, berharap ada yang membukanya dari luar.
Sekuat apapun Yuka mencoba dan berusaha, tak ada perkembangan sedikitpun. Airmata mulai jatuh membasahi pipi.
"Lev-kun... Aku takut. Dimana kau?" ungkap Yuka sedih. Pikiran negatif semakin besar. Ia terduduk lemas di balik pintu.
Tap! Tap!
Terdengar suara langkah kaki dari sudut ruang aula. Sosok siluet terlihat sedikit demi sedikit.
"Lev!" seru Yuka. Ia langsung berdiri dan menghampiri sosok siluet tersebut. Namun, langkah lajunya terhenti. Kedua matanya melotot.
"Hai, Yuka. Kau masih ingat denganku?" tanya sosok itu. Suaranya terdengar lembut namun seakan menuduk.
"Kau bukan Lev!" geram Yuka. Ada sedikit nada kecewa.
"Owh, ada kecewa rupanya," ujar sosok tersebut. Siluet tubuhnya semakin terlihat. Ternyata ia adalah seorang pemuda tampan. Ia memiliki rambut berwarna cokelat madu.
"Memang aku bukanlah Lev si perebut pacar orang. Aku adalah pacarmu, Yuka sayang," balasnya.
"Gen! Aku mau pergi saja!" seru Yuka emosi.
Gen, identitasnya dari sosok siluet. Ia tersenyum miring. Ia menjentikan jaringan, lalu papan target muncul di belakang Yuka. Entah darimana itu bisa berasal.
"It's show time!"
Yuka yang merasakakan aneh dengan gelagat Gen, sang kekasih yang mungkin sudah tak ia cintai. Ia lebih memilih pemuda lain dan merupakan salah satu teman sekelas pacarnya.
Tiba-tiba beberapa pisau kecil sudah berada di tangan Gen. Ia mengerakan pisau kecil itu dengan santai seakan benda tajam tersebut hanyalah sebuah mainan biasa.
"A-apa yang akan k-kau lakukan dengan pi-pisau itu?" tanya Yuka takut.
Gen menyeringai kecil. "Hmm... Mungkin untuk bermain-main denganmu. Sudah lama kita tak bermesraan," jawabnya.
"Ka-kau psikopat!" seru Yuka.
"Pftt... Lalu?" Gen sudah siap-siap melemparkan pisau kecil.
"Kumohon jangan lakukan itu... A-aku masih sayang denganmu," Yuka menatap Gen dengan ekspresi memelas. Ada keraguan dan mungkin kebohongan yang diutarakan olehnya.
Jleb!
Satu buah pisau mendarat tepat di paha kanan Yuka. Yuka menjerit histeris. Darah merembas keluar membasahi celana olahraga yang ia pakai.
Yuka baru saja akan mencabut pisau itu, tetapi dua pisau berikutnya menancap di bahu kanan dan telapak tangan kiri.
"Arghh!" jerit Yuka semakin histeris. Airmata sudah tak dapat dibendung. Rasa sakit yang teramat membuat ia semakin lemah tak berdaya.
"Pfftt... Senang sekali melihat ekspresi menderitamu. Itulah rasa yang ku alami selama kau bermain api di belakangku," ucap Gen sangat terhibur. Ia sangat menikmati.
Yuka mencoba mencabut pisau. Dan lagi-lagi tiga buah pisau mendarat mulus. Kali ini satu di bagian perut, paha kiri, serta jantung.
Brukk!
Tubuh Yuka pun terjatuh ke lantai. Di sekitarnya terdapat genangan darah merah. Kedua matanya melotot lebar.
Hari ini menjadi hari terakhir Yuka untuk melihat dunia. Hembusan napas terakhir berlalu.
Gen mendekati jasad Yuka. Ia masih asyik memainkan pisau kecilnya.
"Ini sebagai hadiah terakhir untuk orang yang sangat kusayangi," ucap Gen tersenyum lebar. Ia menciun lembut kening Yuka. Ia pun menancapkan pisau terakhir di tengah bagian kepala.
"Sampai jumpa," bisik Gen. Ia segera meninggalkan ruang gedung aula melalui pintu rahasia. Rasa sakit hati dan kecewa kini sudah terbalaskan dengan kepergiannya.
.
.
.
.
Di sebuah tempat penginapan...
Seorang perempuan tengah meringkuk Di atas kasur. Suasana di kantin begitu berantakan. Seakan badai besar baru saja tiba.
"Ahh... Rasanya sungguh nikmat," ungkap perempuan itu.
Di tangan sebelah kanan memegang sebuah potongan kaca. Tetesan darah jatuh dari kaca tersebut.
Slash!
Slash!
Cairan kental berwarna merah mencuat dari pergelangan tangan kiri. Di sana terdapat beberapa luka sayatan benda tajam.
"Kau sudah membangkitkan sosok kegelapan dalam tubuhku. Aku tak bisa menahan ini semua," ucapnya.
"Hiks! Tetapi rasanya sungguh mengairahkan," lanjutnya. Ekspresi penuh kenikmatan terukir jelas di sana.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top