Chapter 09

Shirakawa Roman. Pemuda yang berbakat dalam pelajaran olahraga yaitu voli. Sudah beberapa prestasi dan piala yang ia sumbang bersama satu timnya.

Roman, pemuda yang terkenal sebagai ketua kelas 2F. Ia memiliki sifat yang santai, bijaksana serta mudah bergaul. Hal itu membuatnya cukup populer di kalangan murid-murid di sekolah khususnya para gadis.

"Pagi yang cerah untuk hati yang berkabung," gumam Roman menatap ke langit.

Ia melangkahkan kaki jenjangnya ke dalam kawasan sekolah. Setelah tiga hari berlibur dengan berita yang tak menyenangkan.

"Sepertinya mereka sudah berkumpul," ucap Roman tersenyum tipis.

Roman semakin mempercepat langkahnya menuju ke area belakang sekolah. Ia berjalan seperti bayangan. Tak ada yang menyadari keberadaannya. Seperti sudah terlatih.

Beberapa menit, sampailah ia di dalam hutan. Ia melihat sudah ada sekelompok orang di sana.

"Maaf, aku telat," ucap Roman santai.

Semua orang yang sedang berbincang mengalihkan pandangan ke arah ketua kelas. Mereka hanya tersenyum tipis dan diam.

Suasana menjadi hening. Burung-burung gereja berkicau indah di atas pohon. Hembusan angin membelai lembut rambut merah milik Roman.

"Jadi, semuanya telah berkumpul?" tanya Roman. Ia menatap satu persatu wajah yang tak asing.

"Sudah ketua," jawab Gen.

"Walau ada sedikit paksaan," lanjutnya santai. Ia melirik ke arah gadis kecil di sebelahnya.

Nana yang merasa dirinya sedang dibicarakan mendengus kasar. Ia sedang dalam mode kesal.

"Baiklah. Ada berita apa hari ini?" tanya Roman tegas.

"Jasad Keiko dan Rock sampai saat ini belum ditemukan," jawab pemuda yang berdiri di sebelah Gen.

Roman menatap tajam pemuda itu. "Kenapa bisa belum di temukan, Shuu?!" tanyanya marah.

"Entahlah," jawab Shuu cuek.

Ternyata masih tersisa dua orang di sana. Keduanya adalah perempuan berparas cantik.

"Sebaiknya kita mencarinya sekarang," usul perempuan berambut pirang panjang. Ia berkata dengan logat Jepang yang tak kental.

"Ide yang bagus," sahut Gen.

"Hihihihi..." tawa Yurina kecil. Perempuan berambut pirang tersebut.

Shuu melirik ke arah perempuan lain yang tengah menyandar di bawah pohon. "Bagaimana denganmu, Emili?" tanyanya.

"Aku sih ikut saja," jawab Emili malas.

Roman tersenyum tipis. Semua orang yang ia kumpulkan memiliki satu pendapat yang sama dengannya.

"Aku juga ikut!" seru Nana yang daritadi diam atau kesal.

"Oke! Mari kita membagi menjadi dua tim," ujar Roman.

Kring!!!

Bel sekolah telah berbunyi. Tanda pelajaran pertama akan segera di mulai. Para murid bergegas memasuki kelas masing-masing. Namun, tidak dengan keenam murid kelas 2F. Mereka mulai berpencar menjadi 2 tim. Tugas yang mereka kerjakan saat ini lebih penting daripada belajar.
.
.
.
.

Sebelum bel masuk berbunyi...

~Kelas 2F~

Srek!!

Suara pintu bergeser cukup kencang. Seorang pemuda berekspresi datar baru saja akan melangkahkan kaki masuk ke dalam kelas.

"Ini... bukankah darah," gumam pemuda itu.

Ia menelusuri jejak darah hingga berhenti di depan. Dimana papan tulis dan meja guru berada.

Deg!

Detak jantung berdetak kencang. Kedua mata melotot lebar. Ia berdiri kaku di depan pintu masuk. Hingga...

"Oi, Hide! Kenapa kau malah berdiri seperti patung di pintu?" seru pemuda berambut hitam pendek.

Pemuda itu merasa geram. Wajah yang garang bertambah garang. Ia menepuk keras pundak Hide kencang.

Tak ada reaksi sama sekali. Aneh. Itulah yang sekarang berada di benaknya.

"Kensel... Ka-kau li-lihatlah di depan sa-sana," ucap pemuda berekspresi datar dengan terbata-bata.

"Tch! Memang apa ya-,"

Kensel menatap fokus ke depan, tepatnya ke arah papan tulis berada. Di sana ada satu objek yang sangat menyeramkan.

"Rock!" seru Kensel terkejut.

Yap! Sosok yang tak asing di depan kedua pemuda itu. Tak lain dan tak bukan Rock.

Sosok Rock sangat mengenaskan. Tubuhnya menempel di papan tulis. Kedua tangan dan kakinya ikut menempel dengan cara di paku. Wajah serta kulitnya yang berwarna hitam, seperti gosong. Cairan berwarna merah pekat sudah terlihat kering. Beberapa berada di papan tulis dan lantai kelas.

Kensel terduduk lemas. Sahabatnya baru saja ditemukan dalam kondisi mengenaskan di dalam kelas. Airmata keluar cepat membasahi wajah.

"Ini... tidak mungkin. Benar kan Hide! Ini tidak mungkin!" teriak Kensel histeris.

"Aku tak tahu!" seru pemuda itu aka Hide.

Pemuda berkacamata masih setia berdiri kokoh. Pandangannya tak lepas dari sosok Rock.

Kusakabe Hide. Pemuda yang terkenal dengan berwajah tanpa ekspresi dan pendiam. Ia hanya bicara seperlunya saja, tetapi menyakitkan. Ia memiliki sikap cuek dan tsundere.

Hide melangkah mundur secara bertahap. Hingga jarak di antara dirinya dan Kensel cukup jauh.

"Ma-maaf Kensel, a-aku sudah tak kuat... Huek!"

Hide langsung berlari menuju ke toilet. Sarapan tadi pagi yang ia makan, seakan ingin berlomba keluar.
.
.
.
.

Suasana di sekolah menjadi heboh. Terlihat murid-murid berkumpul di kelas yang saat ini terkenal akan kutukan kematian. Dan hal itu pun benar-benar terjadi.

Garis kuning polisi menutupi area kelas 2F. Para polisi bersiaga di setiap sudut kelas sampai lorong lantai 2. Mengantisipasi kerumunan yang menghalau pemeriksaan serta kehebohan di sekolah.

Tanpa di jaga pun, kehebohan sudah datang lebih cepat. Itu bermula dari salah satu murid kelas sebelah mendengar percakapan di pagi hari. Percakapan itu begitu tegang dan pertanyaan besar berkecamuk dibenak sang murid.

"Itukan... Hide dan Kensel dari murid kelas 2F," ucap sang murid pelan. Entah kenapa ia merasa untuk tidak berisik.

Lalu kejadian berlanjut, dimana Hide berlari kencang ke arah toilet yang berada di lantai 2. Rasa penasaran semakin mencuat.

Sang murid melangkah sepelan mungkin, hingga ia melihat sosok Kensel tertusuk lemas sambil menangis.

"Kenapa Kensel terlihat begitu sedih?" tanya sang murid penasaran.

Dan saat ia melihat ke depan. Kedua matanya melotot lebar, badan gemetaran dan tumpuan kaki begitu terasa berat.

Pemandangan di depannya begitu menyeramkan, seakan ia berada di ruang penyiksaan. Jasad Rock menempel di papan tulis dengan keadaan di paku di masing-masing sudut.

"Huek!" Ia sudah tak tahan lagi. Isi perutnya terasa akan keluar. Ia pun masih berjalan pelan, hingga di rasa jarak sudah jauh. Ia berlari kencang menuju ke toilet.

Seseorang misterius yang bersembunyi di balik sudut ruangan tersenyum tipis. Ia sudah berada di sana selama Hide, Kensel dan sang murid kelas sebelah menemukan jasad Rock.

"Fufufu... perkiraanku memang selalu sempurna dan terbukti," ucapnya tersenyum lebar. Ia pun mumutuskan untuk pergi menuruni tanggal lantai 1.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top