Chapter 06

Di sebuah kosan berukuran minimalis. Terlihat sosok perempuan tengah tertidur lelap. Kondisi kamar perempuan itu begitu berantakan.

Banyak lembaran kertas dan foto-foto berserakan di meja maupun lantai ruangan. Ada beberapa tanda X besar di lembar foto.

Ada satu tulisan yang melihatnya dibuat merinding. 'Pembalasan harus di balas dengan membunuh'.

Di dinding terdapat artikel atau koran menempel di sana. Salah satunya bertopik 'Teror di SMA Subarashii'. Ada juga 'Pembunuh berantai murid-murid SMA Subarashii'.

Kring!!

Suara alarm jam wecker berbunyi nyaring. Namun, perempuan itu tak juga bangun. Ia masih berkeliaran di dalam mimpi.

Kring!!

Lagi bunyi alarm jam wecker berdering. Dan perempuan itu masih belum terbangun. Hingga...

Kring!!

Brak!!!

Sebuah pemukul bisbol menghantam keras jam wecker. Nasipnya begitu malang hingga hancur berserakan di lantai.

"Berisik sekali!" geram perempuan itu tanpa membuka kedua matanya. Ia hanya merubah posisi tidur dan kembali terlelap.
.
.
.
.

Kedua gadis belia sedang berbincang serius. Salah satunya bahkan ada yang menangis. Gadis lainnya memberi ketenangan dengan memeluknya.

"Akemi... Aku takut sekali," ucap gadis berkacamata.

Ia menangis dalam pelukan gadis berambut hitam panjang. Ia begitu terguncang mendengar berita kematian teman sekelasnya satu-persatu.

"Sabarnya Shino. Semua ini pasti akan selesai," ujar gadis berambut panjang yang bernama Akemi.

"Semoga saja," balas Shino mulai tenang.

Ia menghirup aroma rambut Akemi. Rasa Durian, buah kesukaannya.

"Aku semakin mencintaimu... Akemi," batin Shino.

Himari Shinobu. Salah satu gadis berkacamata di kelas 2F. Ia memiliki kemampuan membaca gerak gerik seseorang. Walau hanya sekitar 50% saja, namun itu sudah banyak membantu orang lain.

Keadaan Shino sudah membaik. Kini keduanya tengah menonton televisi di ruang tamu. Ditemani dengan secangkir teh hangat dan biskuit roma kelapa. Sungguh nikmat tiada tara.

Akemi terdiam. Biskuit roma kelapa di tangannya terjatuh. Ia pun berdiri.

"Ada apa Akemi?" tanya Shino terkejut.

"Shino! Kita pergi ke sekolah sekarang!" seru Akemi. Ia mengabaikan pertanyaan Shino.

"E-eh, kenapa?" tanya Shino bingung.

Akemi tak menjawab. Ia langsung beranjak menuju pintu. Memakai sepatu dengan terburu-buru.

"Kau mau ikut atau tidak?!" seru Akemi menatap tajam Shino. Perubahan sikap Akemi yang dingin dan menakutkan.

Shino terdiam. Jujur ia merasa takut dengan Akemi. Karena tak ada jawaban Akemi pergi keluar rumah tanpa berpamitan.

"A-Akemi...," ucap Shido gemetaran.
.
.
.
.

Di SMA Subarashii...

Keiko terus berlari menelusuri hutan belakang sekolah. Wajah cantik dan kulit tangan yang mulus, kini terdapat beberapa luka sayatan.

Rasa perih dan noda darah terus mengalir di area luka. Ia hanya bisa meringis kesakitan.

Aman. Keiko harus bisa selamat dari kejaran seseorang misterius. Tepat di belakangnya berada saat ini.

Deru napas berat menandakan bahwa Keiko sudah tak tahan untuk berlari. Airmata sudah keluar membasahi wajah yang penuh luka.

"A-aku ha-harus sela-selamat," ucap Keiko di tengah larinya.

Namun, nasib sial tak berhenti sampai di sini saja. Tak sengaja kaki kiri Keiko tersandung akar pohon yang muncul di tanah.

Brukk!!

"Aww!"

"Hiks... Hiks... Rock, tolong aku," ucap Keiko menahan sakit seluruh tubuh.

Pakaian yang ia kenakan sudah penuh dengan tanah dan daun kering. Ia sudah tak kuat menahan beban ini sendirian.

Keiko mencoba berdiri. Ia menggunakan pohon sebagai sandaran.

"Sepertinya kaki kiriku keseleo," ujarnya.

Srek! Srek!!

Sosok seseorang misterius yang daritadi dihindari oleh Keiko, kini sudah menampakkan dirinya. Ia berdiri tegak. Seringai yang lebar, serta sebuah pisau berukuran besar nan tajam sedang digenggam erat.

"Hihihi... Akhirnya aku menemukanmu," ucap sosok itu.

Keiko baru kali ini merasakan ketakutan yang sungguh besar. Sifat dia yang santai, berbicara agak kasar dan sosok sempurna. Namun, Keiko yang kita kenal mirip seperti tikus yang terjebak dan tak bisa kemana-kemana.

"Ja-jangan bunuh aku... kumohon," ucap Keiko ketakutan. Seluruh tubuhnya gemetaran.

"Hihihi... Mohon maaf sang bintang terkenal. Nasipmu hanya sampai di sini saja. Menyusul kekasih hatimu yang sudah berada di neraka," balas sosok misterius santai.

Seringai di bibirnya tambah lebar. Wajah yang misterius tertutupi oleh bayangan pohon-pohon di sana.

"Rock! Apa yang kau lakukan padanya?!" seru Keiko emosi. Pikiran negatif sosok Rock yang terbunuh merasuki pikirannya.

"Hihihi... Dia sudah ku bunuh," jawab sosok misterius santai. Ia melangkah maju ke depan dan...

Jleb!

Pisau di tangannya sudah berpindah tempat tepat di jantung Keiko. Ia tusuk berkali-berkali.

Keiko memuntahkan darah segar. Pakaiannya pun sudah bercampur dengan noda merah miliknya.

"Ka-kau...," ucap Keiko lirih. Ia sangat mengenali sosok di depannya. Namun, hembusan nafas terakhir telah menandakan dirinya sudah mati.

"Hihihi... wajah cantikmu ini sungguh membuatku iri," kata sosok misterius. Ia memindahkan pisau ke wajah Keiko. Ia terlihat berkreasi di sana.

Setelah puas, sang pelaku menyeret tubuh Keiko ke suatu tempat. Ia tak peduli dengan jejak darah Keiko yang tertinggal.

"Dua tikus berhasil ku bunuh. Masih tersisa beberapa lagi," gumamnya. Sosoknya pun mulai menghilang.
.
.
.
.

"Oii cebol! Bagaimana tugas dia?" tanya seorang pemuda berwajah tampan. Ia tengah duduk di salah satu bangku dekat jendela.

Gadis bertubuh pendek menatap tajam pemuda itu. Ia mengembukkan kedua pipi mirip bakpau.

"Tch! Aku bukan cebol! Tapi kurang tinggi!" seru gadis itu kesal. Ia membuang muka ke arah kiri.

"Hahaha... Sama saja cebol!" sindir pemuda itu.

"Kau! Mau kubuat tak bisa melihat hari esok hah!" geram gadis kecil. Ia mengacungkan sebuah gunting ke arah sang pemuda.

Pemuda itu hanya menatap remeh. Ia tak terlalu peduli dengan gadis pendek yang berusaha mengancam dirinya.

Suasana tiba-tiba menjadi hening. Sebuah pintu kayu terbuka lebar. Nampak sosok misterius mengenakan sebuah topeng mirip shikigami.

"Kalian berisik!" seru sosok misterius dingin. Bulu kuduk kedua orang di dalam ruangan merinding disko.

"Bagaimana dengan misinya?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan.

Tak ada jawaban. Keduanya memilih untuk bungkam.

Brak!!

"Huh! Kalian tuli atau bisu!" geram sosok itu.

"Kami belum dapat kabar darinya," jawab pemuda berparas tampan.

"I-iya," sambung gadis bertubuh pendek. Ia sudah menyimpan gunting miliknya.

Sosok itu menghela napas berat. Satu-persatu korban sudah berjatuhan. Namun, ia masih belum puas sebelum melihat mereka menderita.
.
.
.
.
.

Siapakah mereka?

Apa sebenarnya motif pembunuhan ini?

Mengapa korban hanya berasal dari 2F?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top