Should We End?

Konser Argonavis akan diadakan satu bulan lagi, dalam waktu yang tak sedikit itu, semua anggota mulai sibuk berlatih dari pagi hingga siang, sampai larut malam pun terkadang mereka masih berlatih di salah satu studio di sana. Bahkan masing-masing dari mereka sampai mengabaikan kesehatannya, dan salah satu anggota yang sedikit lalai adalah Ren, sang vokalis. Saat dirinya sedang berlatih bernyanyi untuk yang kesekian kalinya, Wataru datang dan menegurnya.

"Ren, sudah cukup latihannya hari ini. Kamu harus istirahat."

Ren menoleh ke arahnya, "Sebentar lagi Wataru, suaraku di nada ini masih belum sampai."

Wataru hanya menghela nafas, membiarkan temannya itu berlatih sedikit lagi. Tanpa sadar, handphonenya berdering, menunjukkan sebuah telepon masuk dari seseorang.

Telepon dari (Y/n), kekasihnya yang kini sedikit terabaikan karena kesibukannya sebagai anggota band. Dirinya menatap layar tersebut dan ingin sekali mengangkatnya, barang sedetik pun karena dirinya sangat rindu akan gadisnya itu. Baru saja mau diangkat, tiba-tiba saja yang lain menyuruhnya untuk berlatih lagi. Padahal mereka baru saja istirahat beberapa menit. Terpaksa, telepon tersebut dia tolak dan kembali melanjutkan latihan yang lebih penting itu.

"Maafkan aku (Y/n)." gumamnya sambil kembali mengambil bass putih miliknya.

Mereka pun mulai berlatih beberapa lagu yang akan mereka bawakan saat konser nanti, semuanya tampak serius dan bersemangat, hingga tangan Wataru sampai sedikit luka karena harus menekan senar bass itu dengan kuat. Namun saat mereka berlatih untuk lagu terakhir, dari depan ada suara ribut-ribut antara seorang gadis dengan pemilik studio. Memaksa mereka untuk berhenti sejenak.

"Ada apa sih?" tanya Banri yang masih duduk di depan drumnya.

"Kayaknya ada yang berantem deh, coba kulihat dulu ya." ujar Wataru yang hanya mendapat anggukan dari temannya.

Dia keluar dari studio, mencari sumber suara yang sangat gaduh itu. Dirinya terkejut ketika melihat orang yang bertengkar dengan pemilik studio adalah kekasihnya, "(Y/n)?"

(Y/n) yang mendengar namanya dipanggil otomatis menoleh ke arahnya, wajahnya sedikit terkejut dan memerah, "Wataru?!"

Wataru hanya terdiam tak percaya, lalu tanpa sadar, dirinya ditarik oleh (Y/n) keluar dari gedung studio itu menuju taman di dekatnya.

"Eh... eh... (Y/n)... tunggu dulu."

Seketika itu juga, (Y/n) berhenti dan menatapnya dengan tatapan sedikit kesal. Wataru makin bingung, namun berusaha untuk tetap tenang. (Y/n) menarik nafas, lalu mulai berbicara, "Wataru, ada yang ingin aku bicarakan padamu."

"Apa itu?"

"Maaf ini kedengaran aneh buat kamu, tapi.... Sebenarnya kamu masih sayang sama aku nggak, sih?"

Satu pertanyaan yang sulit untuk dijawab terlontar dari bibir sang kekasih, memaksanya untuk berpikir hati-hati sebelum menjawabnya, lalu dibalas, "Tentu aku masih sayang sama kamu."

"Kalau begitu, kenapa kamu nggak pernah kasih kabar ke aku? Kamu tahu kan aku khawatir sama kamu?"

"Ya aku juga maunya begitu (Y/n). Tapi kamu tahu sendiri kan, aku juga sibuk."

"Sibuk apa? Sibuk latihan doang?"

Kali ini perkataan (Y/n) sedikit membuatnya kesal, bahkan dia hampir marah dan menaikkan suaranya.

"Kamu tahu apa tentang band ku? Aku latihan keras kayak gini juga buat kamu."

"Buat aku? Kalau buat aku, seenggaknya kamu kasih tahu ke aku. Ini nggak, kamu main hilang gitu aja."

"Kamu kan bisa lihat sosmed aku, aku selalu posting kegiatan aku di sana. Gampang, kan?"

"Ugh..." tatapan (Y/n) mulai berubah jadi kesal, dan sedikit ingin menangis mendengar perkataannya, lalu tanpa pikir panjang, dia berkata pada Wataru, "Kamu emang nggak peka! Dasar cowok egois!" lalu berlari, meninggalkannya sendirian di taman.

"Hei! (Y/n)!" teriaknya dan berusaha mengejar kekasihnya, tapi kakinya terasa sangat berat hingga dirinya tak sanggup untuk berlari. Hanya melihat bahwa gadisnya kini tengah menangis karena dirinya yang tidak peduli.

(Y/n) terus menangis, berpikir bahwa mungkin memang tidak seharusnya dia terlalu berharap padanya. Tapi bagi (Y/n), dia hanya sekedar ingin mendengar kabar langsung darinya, dan dia ingin diperlakukan selayaknya seorang kekasih, bukan seorang penggemar. Kini hatinya terasa sangat sakit akibat pertengkaran tersebut, dan dirinya memutuskan untuk tak pernah menghubunginya lagi, untuk beberapa saat...

Atau untuk selamanya.

To be continued.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top