Suatu Hari Di Yotsukaido

SEMUA YANG ADA DISINI BUKAN MILIK SAYA!! SEMUA KARAKTER ADALAH MILIK PENULIS ASLI LIGHT NOVEL, WATARU WATARI!! ILUSTRASI DIATAS ADALAH MILIK PONPON8813 SELAKU SENIMAN PEMBUAT ILUSTRASI.

~~~

Rabu, 24 Desember 2022

Pukul 07.10 waktu setempat.

Yotsukaido, Prefektur Chiba, Jepang.

~~~

*Riing.... Riing!!!

Oh, yang benar saja... Padahal masih enak tidur terlelap, eh malah sudah pagi hari. Andaikata aku punya kekuatan mengendalikan waktu seperti Doraemon, pasti aku sudah bisa tidur sampai kebutuhan mata berkantung ku ini terpenuhi.

*Kriiing!!! (Visualisasi suara sederhana dari musik yang aku pakai)

Karena suaranya sangat keras dan mengganggu, aku pun berniat langsung mematikan alarm nya. Namun saat tangan kananku akan ku gerakkan, sangat berat rasanya seperti ada yang menaruh beban berat di atasnya.

Alarm tersebut terus berbunyi saat aku sedang sedikit kebingungan untuk segera mematikan alarm tersebut. Alarm tersebut akhirnya mati dengan sendiri nya karena memasuki fase snoozing dan akan hidup lagi kurang lebih 5-10 menit kemudian.

Aku pun perlahan membuka mataku yang masih memohon untuk ditutup ini. Perlahan namun pasti, pandangan yang kabur pun menjadi jelas. Langit langit kamar adalah hal pertama yang aku tatap dalam dalam, meskipun yang ku lihat hanya langit langit yang polos.

Aku pun menengok ke kanan, dan menatap langsung seorang wanita yang paras cantiknya memang tidak ada yang bisa mengalahkan di dunia ini. Rambut hitam ke abu abuan yang sedikit berantakan dan wajah tidurnya benar benar membuat hatiku bersemi.

Ya, dia tak lain adalah istriku, Hikigaya Yukino. Seorang wanita yang mampu melunakkan dan meluluhkan hati kerasku pada masa SMA dulu.

Wajah tidurnya memang sangat menggemaskan, ditambah lagi baju piyama nya yang benik atasnya sedikit terbuka. Aku perlahan mengelus rambut Yukino, dengan perlahan sambil berusaha tidak membangunkan-nya.

Tidurnya masih sangat terlelap, mungkin karena tadi malam dia baru saja begadang untuk menyelesaikan research paper yang sedang ia kerjakan. Karena itu lah, aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak membangunkan tidurnya, meskipun jika kubangunkan, dia tidak akan bangun.

"Ah!"

Tanpa aku sadari, karena Yukino sekarang menjadikan tangan kananku sebagai sebuah bantal, tangan kananku akhirnya mati rasa. Aku pun mencoba perlahan menggerakkan tangan kanan ku agar Yukino tidak terbangun dan menggantinya dengan bantal yang asli.

Akhirnya, tangan ku pun terbebas dari tekanan kepala Yukino yang membuat tanganku mati rasa dan keram. Rasanya sungguh tidak nyaman ketika digerakkan dan aku pun mencoba meluruskan tangan ku setelah aku terduduk di samping tempat tidur.

Setelah sekian menit, aku pun beranjak bangun dan menuju ke kamar mandi yang berada tidak jauh dari kamar tidurku.

Disitu, aku pun menggosok gigiku dan membasuh muka ku dengan sabun muka. Sambil melakukan hal tersebut, aku menatap refleksi wajahku pada cermin kamar mandi, sembari merenungkan tentang segala hal yang berhasil aku capai yang tidak pernah ku kira akan capai dulu saat SMA.

Aku pun tiba tiba teringat dengan memori pernikahanku dengan Yukino beberapa minggu lalu.

Lebih tepatnya 2 minggu yang lalu, pada saat kita berdua berucap janji sehidup-semati di tanggal 10 Desember lalu, sebuah hari yang sangat memorable di benak kita berdua. Pernikahan pada waktu itu digelar dengan sangat meriah, hal yang wajar bagi pernikahan seorang putri dari keluarga Yukinoshita yang notabene nya adalah keluarga pejabat tinggi negara

Sungguh lucu perbedaan strata sosial kedua keluarga kita. Di saat keluarga Yukinoshita bertemu dan bercakap dengan para pejabat negara yang datang pada saat itu. Keluarga Hikigaya hanya duduk santai menikmati suasana.

I mean, lihat saja perbedaan pekerjaan ayah Yukino dengan Ayahku, bagaikan langit dan bumi. Maka tak heran jika perbedaan kekayaan antara kita berdua sangatlah beda.

Meskipun harta kita tidak sebanyak harta keluarga Yukinoshita. Namun kita bisa dikatakan, sudah mapan dan sangat berkecukupan.

Pekerjaan ku sekarang ini pun sudah bisa dipakai untuk membeli sebuah unit rumah semi-mewah dan sebuah mobil. Apalagi, baru saja minggu lalu aku membeli sebuah BMW yang baru saja dikirim langsung tadi malam.

Kurasa memilih pekerjaan sebagai seorang programmer dan software developer bukanlah hal yang buruk. Tak pernah kubayangkan hari dimana aku bisa membangun perusahaan software sendiri dengan teman teman kuliahku sendiri, dan pada akhirnya aku bisa meraih mimpi yang tidak pernah kupikirkan tersebut.

Sambil menatap refleksi wajahku di atas genangan air pada wastafel yang berpusar turun ke selokan, aku pun menyadari betapa besarnya perubahan yang terjadi pada diriku.

Seorang introvert yang membenci segala bentuk kegiatan sosial tidak lagi kulihat, melainkan seorang yang optimis dan cerah menggantikan orang tersebut.

Anyways, aku pun langsung menuju ke ruang makan, dan menyiapkan secangkir kopi yang akan menemani pagi hari ku. Bijih kopi instan bermerek 'Max Coffee' kuambil dari rak kopi yang berada tepat disamping mesin pembuat kopi.

Sambil menunggu kopi tersebut jadi, aku meluangkan waktu untuk mengecek HP ku. Langsung, beberapa pesan pun berhamburan masuk memenuhi layar kunci, mulai dari pesan LINE yang dikirim oleh teman alumni, beberapa kolega-kolega ku, bahkan ada juga pesan dari orang tua ku yang belum sempat aku jawab.

'Hei, selamat malam, Hikigaya-kun! Aku sudah mengirim kode ke Github proyek aplikasi kita. Rupanya setelah aku cek, masih terdapat banyak bug. Aku sudah menyertakan beberapa catatan berisi bug apa saja yang terjadi.' Baca salah satu pesan dari teman ku yang bernama Zaimokuza-kun, yang dikirim tadi malam pukul 1 dini hari

Jari jemariku pun bergerak mengarungi 9 tombol aksara hiragana yang muncul di ponselku itu, 'Oke, akan aku cek segera' jawabku ke dia.

Setelah mengambil cangkir kopi panas, aku pun langsung bergegas menuju ruang kerjaku di lantai bawah, melawan suhu udara musim dingin yang mencekit kaki.

Akhirnya aku pun sampai di ruang kerjaku, tempat dimana aku melakukan sesi coding di rumah. 3 layar monitor dan sebuah tower bewarna putih menjadi salah satu hal yang paling menonjol di ruangan itu. Bentuk nya bak komputer gaming yang berharga jutaan yen.

(NB : tower disini yaitu tower komputer tempat hardware kalian berada)

Setelah akhirnya hidup, aku pun langsung terjun ke Github dan menggarap tugas-tugas koding yang sekarang diserahkan kembali kepadaku.

Kode yang Zaimokuza kirim ternyata tidak terlalu panjang, suatu hal yang membuatku sedikit lega. Dan benar saja, saat aku coba padukan kode itu dengan kode yang lainnya, terjadi bug yang sifatnya merusak kerja aplikasi dan membuat crash.

"Hmm, ternyata kode yang dikirim nya tidak mau bekerja sama dengan kode kode lainnya." Gumam ku saat menatap kotak dialog error di layar monitor.

Aku pun memulai proses debugging kode kiriman Zaimokuza tersebut. Bug tersebut ternyata disebabkan oleh typo, suatu kesalahan berakibat fatal di dalam sebuah kode.

Setelah satu setengah jam, akhirnya sesi debugging pun selesai. Pekerjaan ku ini ternyata selesai lebih cepat daripada yang kubayangkan sebelumnya, karena kesalahan-kesalahan yang ada pada kode tersebut tidak terlalu tersembunyi.

Setelah selesai dan kode sudah kupastikan berjalan dengan lancar. Aku unggah kembali kode tersebut ke Github dan segera aku mengabari Zaimokuza bahwa kode telah aku selesaikan.

'Oke, kode sudah aku cek, dan semua masalah seharusnya sudah terselesaikan.' Ketik ku ke Zaimokuza meski pesan ku tadi pagi belum terjawab.

Tepat setelah aku mengirim pesan tersebut, tiba tiba ada suara seorang wanita yang memanggilku dari belakang.

"Nyelesaiin pekerjaan pagi ya?" Tanya suara tersebut, yang tentunya adalah istriku, Yukino.

Aku memutar kursi kerjaku dan menghadap Yukino "Oh, iya... Sudah selesai kok, baru saja." Aku menjawab. "Kode kode yang Zaimokuza kirimkan, tidak telalu panjang, jadi bisa cepat aku selesaikan."

"Bagus lah kalau begitu..." Jawab Yukino sambil menggenggam segelas teh panas di tangan nya. "Mau aku buatkan sarapan?" Tawarnya

"Iya lah, tentu saja... Jika tidak ada sarapan, maka apa yang akan mengisi perutku?" jawabku sedikit bercanda.

"Udara..." Jawab Yukino sambil tersenyum.

Candaan nya memang tidak berkelas sama sekali, bahkan seorang yang selera humornya sangat rendah pun tidak akan tertawa mendengar celotehannya. Namun, senyum yang dipancarkan nya memang memanjakan hati.

Kita berdua pun langsung berjalan menuju ke ruang makan yang terletak di dekat dengan dapur. Disitu, Yukino langsung menyiapkan alat masaknya dan pada saat ia membuka kulkas, ia pun bertanya pada ku.

"Mau sarapan apa, yah?" tanya Yukino, wajahnya terlihat sedikit muram setelah melihat isi kulkas kosong karena belum di stok ulang. "Kita hanya punya bahan untuk membuat sup Miso... dengan lauk telur mata sapi."

"Oh, boleh tuh. Kita masih punya nasi putih kan?" Tanya ku

"Iya, stok nasi putih kita masih lumayan banyak... Namun tidak untuk bahan lainnya." Jawabnya, sambil membawa beberapa bahan Sup Miso. "Aku rasa, kita sudah harus segera pergi membeli bahan bahan ke supermarket."

"Iya, nanti yuk. Kita kesana..." Tawarku kepadanya.

Yukino pun langsung menggeleng kan kepala sembari menjawab "Ah tidak usah, aku saja yang pergi... Ini kan sudah menjadi tugas ku sebagai seorang istri."

"Dan aku punya tugas untuk membantu pekerjaan istriku jika perlu." Jawabku, sebagai respon yang tepat dari pernyataan nya. "Apalagi kan ini sebagai belanja pertama kita berdua... Jadi ya aku harus ikut."

Mendengar respon ku, Yukino pun terkekeh sedikit sembari berkata "Ya sudah lah..."

Saat Yukino mulai memasak, aku mengamati setiap gerak geriknya. Meskipun dia memang berbakat membuat kue dan kreasi dari coklat. Namun, karena dia terlahir di keluarga yang kaya raya, yang setiap hari makanan selalu dibuatkan oleh pembantu pembantu yang keluarga mereka pekerjakan. Jadi, kemampuan memasak makanan selain kue masih sangat terbatas.

Apalagi pada saat hari hari pertama kita pindah ke rumah ini, dia hanya pandai memasak mie dan menggoreng telur mata sapi. Namun perlahan, aku mengajari dan menemaninya saat memasak di dapur, dan Sup Miso menjadi masakan pertama yang berhasil ia buat.

Namun, aku sangat salut oleh kemauan nya untuk belajar menjadi seorang ibu rumah tangga dan seorang istri yang baik. Dia mulai belajar banyak cara memasak sebuah masakan dari buku resep yang telah diberikan oleh ibunya.

"Makanan jadi!!" Serunya, sambil membawa Sup Miso yang masih panas di sebuah mangkuk berwarna merah dan meletakkan nya tepat di depanku.

"Wow, terima kasih." Kataku, sementara Yukino menyusulkan semangkuk nasi beserta lauk pauknya. "Kelihatan nya lezat."

Dia tersenyum kepadaku, sambil membawa makanannya sendiri menuju ke meja makan. "Hihi, terima kasih... Aku sudah banyak belajar cara membuat sup ini dengan sempurna."

Aku pun menyeruput kuah sup panas ini dengan hati hati. Dan benar saja, rasanya sudah sangat sempurna, bahkan lebih lezat daripada yang ku kira.

"Wow, ini sangat lezat! Hebat juga kamu!" Seru ku, sebelum menyendok kembali sup tersebut.

"Terima kasih..." Jawabnya sambil tersenyum.

Kita berdua pun melanjutkan sarapan kita, dengan suasana ruangan yang tenang dan tenteram. Ketentraman ini sesungguhnya malah membuat suasana di antara kita berdua agak sedikit canggung.

Sambil memikirkan sebuah topik pembicaraan, aku menyadari betapa kosongnya kediaman kita saat ini. Seperti butuh lebih banyak barang pelengkap.

"Hey Yukino, kamu sadar nggak kalau rumah kita terkesan masih kosong?" Tanya ku kepada Yukino.

Yukino melirik ku sebelum melihat sekitar "Iya benar juga, terkesan sepi dan kosong." Jawabnya.

"Nanti mau sekalian belanja perabotan rumah atau tidak?" Tawarku. "Kita tidak akan seperti ini terus kan?"

"Boleh boleh." Jawabnya.

"Tapi sebelumnya, aku mau mengurus mobil baru itu dulu. Tau lah, menyiapkan nya untuk dipakai sebagai daily driver..."

"Baiklah, aku akan bersih bersih rumah dulu kalau begitu!"

"Eh, kamu libur ya minggu ini?"

"Iya betul... Setelah aku menyelesaikan laporan penelitian. Aku diberi cuti hingga tanggal 4 Januari."

Laporan penelitian yang ia maksud adalah laporan sebuah penelitian yang pernah ia lakukan di sebuah situs arkeologi di Hokkaido. Ya, Yukino adalah seorang lulusan mahasiswa dari Universitas Tokyo yang meraih gelar doktor dan sekarang bekerja sebagai seorang peneliti dan seorang sejarawan di universitas yang sama.

Memang aku juga tidak pernah menyangka bahwa dia punya keinginan untuk terjun ke bidang sejarah. Dulu pikirku, karena dia sering membaca, ia berkeinginan untuk menjadi seorang penulis dan belajar tentang seni literatur, yang juga merupakan suatu bagian dari ilmu pengetahuan budaya. Namun ternyata tidak begitu realitanya.

(Catatan Penulis : Seperti canon, Yukino masuk ke bidang Liberal Art, atau Ilmu Pengetahuan Budaya, yang mencakup ilmu sejarah, literatur, seni, dan lain lain)

Dunia memang tempat yang sangat liar dan aneh...

Setelah selesai makan, aku pun langsung membersihkan mangkuk mangkuk yang telah aku pakai. Dan aku pun langsung menuju ke garasi rumah yang terletak tepat di samping rumah.

Aku pun langsung berjalan keluar rumah, tanpa memikirkan dingin nya udara di luar sana. Dan benar saja, udara dingin langsung menyambut ku dengan menusuk tulang tulang lemahku ini.

"Yang benar saja, kenapa aku lupa memakai jaket?" Gumamku, sambil cepat cepat menutup pintu rumah kembali.

Setelah mengambil sebuah sweater dan celana panjang, aku pun siap untuk keluar rumah. Berbekal kunci keyless bermerek BMW, aku langsung menuju garasi ku yang tepat berada di samping rumah.

Garasi rumahku bisa dikatakan lebar dan besar, ada satu bagian dimana garasi itu tertutup, dan satu bagian lagi berada di luar dan hanya bertutupkan kanopi yang melengkung sedikit ke atas. Lebarnya terhitung sekitar 20 meter dan dapat memuat sebuah motor, dan 2 mobil yang dijejerkan bersebelahan.

Di bawah naungan kanopi, tepatnya di garasi bagian luar tersebut, sebuah mobil bermerek BMW M3 Competition telah menanti sejak tadi malam. Bentuk nya sangat sporty dan elegan, dan warna biru nya mengkilap di terpa cahaya matahari pagi.

Ekhem! Ini bukan iklan, tapi memang aku sangat suka bentuk mobilnya. Sudah tidak sabar aku untuk dapat mengemudikan nya dan menggunakan nya untuk keperluan harian.

Aku pun membuka pintu mobil tersebut, dan segera aku mengeluarkan segala jenis plastik pembungkus interior mobil yang bewarna aksen biru tersebut.

Setelah semuanya bersih dari plastik, aku langsung memasuki mobil itu dan menduduki kursi pengemudi. Aroma interior khas mobil baru dapat tercium dengan jelas dari kedua lubang hidung ku di saat aku sedang menyesuaikan posisi duduk ku.

Lalu, aku mencoba menghidupkan mesin mobil tersebut. Setelah starter mobil itu bekerja menghidupkan mesin, segera aku mendengar simfoni mesin 6 silinder segaris menyambut telinga ku.

Tepat setelah aku berhasil menghidupkan mesin, Yukino ternyata juga datang menghampiriku di garasi mobil. Senyum yang lebar nan bahagia itu terlihat di wajahnya, saat dia melihat mobil ini. Bagaimana tidak, sudah beberapa tahun ia mengendarai sebuah Kei-car yang kecil ukuran nya.

Ya sebelum kita membeli BMW ini, kita memiliki 2 buah mobil, sebuah Honda N-Box milik Yukino dan Toyota Supra MK4 tahun 1994 milik ku. Honda N-Box tersebut sudah kita jual beberapa minggu lalu, namun tidak dengan Toyota nya, karena aku masih hobi merawat mobil tua tersebut.

Yukino langsung membuka pintu penumpang bagian depan dan menengokkan kepala nya ke dalam, pada saat aku sedang mengatur settingan Head Unit atau radio mobil.

"Ayo masuk saja!" Seru ku.

Yukino pun mengangguk dan memasuki mobil. Di dalam, ia mengagumi segala desain mobil jerman ini, meskipun dia dulu sudah sering mengendarai Mercedes Maybach, yang harga dan kemewahan nya berkali kali lipat lebih tinggi daripada BMW kita sekarang ini. "Keren ya..." Kata nya, terkagum kagum.

"Ya, tentu saja. Kamu seneng kan sudah nggak naik Kei-car itu lagi?" Tanya ku.

"Iya lah, aku juga nggak perlu takut dikomentari 'kenapa masih bawa mobil tua?' lagi." Jawabnya sambil terkekeh sedikit.

"Orang tua mu tidak akan pernah tau berapa nilai Supra ku itu."

"Hihi" Kekeh nya. "Jadi kita nanti belanja bawa mobil ini kan?" Tanya Yukino.

"Ya, semoga saja bagasi belakang dan kursi belakang cukup untuk membawa belanjaan dalam jumlah besar nanti." Jawabku sambil menengok belakang, mengecek kondisi jok belakang. "Ya, kira kira muat lah."

"Baiklah, aku akan segera menyelesaikan pekerjaan rumahku dulu. Baru kita nanti berangkat... Oke?" Kata Yukino.

"Baiklah, aku akan bersiap siap juga..." Kataku, sebelum mematikan mesin mobil tersebut.

Sekitar pukul sebelas siang, Yukino pun akhirnya dapat menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Dia berhasil membersihkan rumah, mencuci pakaian dan menjemurnya dalam waktu 3 jam. Sebuah angka yang sangat mengagumkan. Hal ini mungkin didasari dari kebiasaan nya hidup dan tinggal sendiri di sebuah apartemen sejak SMA dulu.

Aku menunggu Yukino di dalam mobil, yang sudah aku parkirkan tepat di depan gerbang masuk. Dia akhirnya keluar beberapa menit kemudian, mengenakan sweater berwarna biru muda yang lalu ditumpuk dengan jaketnya yang bewarna putih. Rambutnya diikat dengan gaya ponytail yang diikat oleh sebuah pita bewarna merah marun.

"Sudah kamu kunci semua rumahnya?" Tanyaku kepada Yukino yang baru saja duduk di kursi penumpang.

"Sudah dong, ini kuncinya." Kata Yukino setelah menutup pintu mobil.

"Baiklah!"

"Oh iya, ngomong ngomong, kita mau belanja kemana?"

"Hmm, bagaimana kalau kita menuju ke kompleks mall yang baru itu?" Tawarku.

"Hmm, boleh boleh!"

Kami berdua pun langsung menuju ke sebuah mall dan department store yang terletak di pusat kota Chiba. Mall tujuan kami adalah sebuah kompleks perbelanjaan yang cukup besar, yang baru dibuka sekitar 5 bulan yang lalu. Kompleks itu memiliki sebuah mall yang cukup besar, sebuah hypermarket yang luas nan lengkap isinya kata orang orang, dan sebuah taman hiburan kecil yang berada tepat di belakang kompleks tersebut.

Perjalanan kita tempuh selama 45 menit dan mencakup jarak sekitar 17 Kilometer menggunakan Jalan Tol yang pada saat itu sedang sangat ramai. Sesampainya disana, aku memarkirkan mobilku di sebuah gedung parkir yang berada di dalam kompleks tersebut.

Suasana kompleks mall ini pada saat itu dipenuhi oleh pengunjung yang sedang meluangkan waktunya bersama keluarga mereka di tempat itu. Dan karena ini akhir tahun pasca natal, pernak pernik bertema natal dapat terlihat di seluruh penjuru mata.

"Hm, Yukino? Hypermarket nya ada di sebelah sana..." Kataku merespon gerak gerik Yukino yang menarik jaketku

"Kita ke sana dulu, sebelum ke hypermarket." Ajaknya.

"Eh, ada apa?"

"Pokoknya ayo ikut!"

"Oke oke...." Kataku menyerah.

Aku pun langsung sadar kenapa dia terdorong untuk masuk ke mall daripada langsung menuju ke hypermarketnya. Ternyata ada obral diskon besar besaran akhir tahun untuk barang barang bermerek dan berkelas atas.

Saat kita berdua berjalan memasuki mall, kita langsung disambut oleh 2 orang wanita yang mengenakan kostum bertema natal yang menyambut setiap pengunjung yang datang. Anak anak kecil tampak ingin ber-swafoto dengan orang berkostum santa dan bermain main dengan jenggot putihnya.

Di tengah mall tersebut, berdiri sebuah pohon natal yang teramat tinggi, menjulang hingga atap kaca mall tersebut. Dibawahnya ada tumpukan salju palsu beserta bungkusan kado kado dapat terlihat di antara kapas kapas 'salju' tersebut. Musik bertema natal menambah kesan atmosfer sekitar tempat tersebut.

Yukino menggandeng tanganku erat erat saat kita bernavigasi di tengah tengah lautan manusia yang memenuhi tempat tersebut. Atas permintaan Yukino, tujuan kita sekarang, adalah menuju ke lantai dua, tempat dimana mayoritas toko toko yang menjual barang bermerek berada.

Beruntung nya, lantai dua tidak se-sesak lantai satu. Meskipun masih sangat banyak orang yang berlalu lalang, namun navigasi tidak sesulit saat kita di lantai pertama.

"Yukino, kita mau kemana sekarang-"

Mulutku terhenti setelah melihat Yukino berada di depan kaca sebuah toko, melirik ke sebuah boneka panda yang bentuknya persis seperti yang ia punya dan cintai di rumah. "Yukino?"

"Hachiman! Sini!" Serunya.

"Boneka ini?" Tanyaku kepadanya. "Bukan nya kita sudah punya di ruma-"

Dia langsung memotong pembicaraanku.

"Tidak, boneka ini berbeda!! Boneka ini adalah boneka edisi kolektor khusus natal yang hanya dijual tahun ini dengan stok yang sangat terbatas!" Yukino berkata dengan sigap, memotong kata kataku.

"Heee...." Responku setelah mendengar kata Yukino dan melirik ke label harganya yang menunjukkan angka 33.000 Yen. "Mahal sekali...." Gumamku.

Aku memang sangat ragu ragu saat hendak mengeluarkan dompet dan membeli boneka tersebut. Namun saat aku hendak menolak dengan halus permintaan nya, tampang Yukino yang tampak memohon kepadaku itu mengalahkan kehendak hatiku untuk tidak membelikan nya. Melihat wajahnya, aku merasa kedua belah pipiku menghangat dan semoga saja tidak memerah

"O-oke oke... Akan aku belikan satu..." Kataku melirik menjauhi wajah Yukino. "Cantik sekaliii!!" Kataku di dalam hati.

"Yeey!!!" Serunya sebelum berjalan masuk ke toko untuk membeli boneka tersebut

Setelah kita berdua membeli boneka limited edition tersebut, Yukino tampak sangat girang sambil memeluk boneka panda ke 3 nya tersebut. Bagus lah, ada sesuatu yang bisa menjadi mood boosternya.

Setelah membeli boneka tersebut, kami langsung melanjutkan perjalanan tanpa arah di dalam mall tersebut. Selagi berada di mall tersebut, tidak akan sakit rasanya jika kita berputar putar menjelajah mall tersebut. Meskipun umurnya tidak lebih dari 4 bulan sejak peresmian, seluruh bagian mall sudah dipenuhi toko toko yang siap menerima pelanggan mereka.

Kita berputar putar, mencari sesuatu yang menarik untuk dibeli. Kami juga menyempatkan diri untuk mampir di sebuah toko Louis Vuitton yang menjual brand brand fashion yang bermerek.

Yukino tampak tertarik untuk membeli sebuah tas bermerek, hal yang masuk akal karena tas yang ia gunakan selama ini sudah ia gunakan sejak lulus SMA dulu. Dia berputar putar, mencari model tas yang ia sukai.

Aku pun berusaha menjadi seorang suami yang baik, dan aku pun mencoba memilihkan nya sebuah produk yang kurasa menarik. "Oh lihat ini, tampaknya cocok untukmu!" Seru ku kepada Yukino yang sedang melihat lihat. Aku pun menunjukkan kepadanya sebuah tas wanita yang bewarna abu abu kebiruan.

Yukino pun datang untuk meneliti dan melihat lihat benda tersebut. Dan pastinya, Yukino pun akan tetap menjadi seorang 'Yukino' saat membeli suatu barang, "Hmm, dari segi kegunaan, bentuknya kecil dan kantung kantung nya terlalu kecil. Akan sulit bagiku untuk menaruh banyak barang dengan rapi dan tertata jika menggunakan tas ini. Dibanding tas ku yang sekarang, aku lebih memilih menggunakan tas ku yang sekarang ini." Ocehnya.

Dia pun mencoba menarik selempang tas tersebut untuk mengetes kelenturan kulit yang mereka gunakan. "Selempang ini pun sangat kaku..."

Aku pun menghentikan aksinya, karena jika dia tarik selempang tersebut sampai ambang batas kelenturan nya, selempang tersebut akan terputus yang pasti akan berakhir dengan aku yang harus mengganti kerusakan tas tersebut. "Oi, oi... Yukino! Selempang tersebut bisa rusak lho... Kau mau membeli sebuah karet atau membeli tas?"

Aku pun mencari model tas yang lain yang kurasa cocok untuknya.

"Bagaimana dengan tas ini?" Aku menengadahkan tas lain yang bewarna sedikit kecoklatan.

"Meskipun bentuknya lebih besar, namun jumlah kantung kantung di dalam tas tersebut sangat terbatas. Akan sangat sulit bagiku untuk menata rapi barang barang ku di dalam tas tersebut." Jawab Yukino mengutarakan pikiran rasional nya.

30 menit berlalu, kita masih berputar putar di dalam toko tersebut, belum mendapat satu pun kesimpulan yang konkrit dari cara berpikir Yukino yang rasional tersebut. Dengan tangan kosong, kami pun meninggalkan toko tersebut.

Astaga, Yukino memang masih sangat bisa berpikir rasional, namun kenapa tidak dengan boneka tersebut...

Karena kehabisan pilihan, kami pun langsung menuju ke hypermarket yang berada di sisi lain mall tersebut untuk membeli barang barang kebutuhan.

Di sana, kami membeli segala jenis barang, mulai dari bermacam-macam bahan makanan untuk suplai kulkas, jajanan ringan, minuman ringan dan kebutuhan rumah lainnya. Tak lupa, kami juga membeli beberapa perabot rumah seperti vas bunga penghias meja, alat kebersihan, dan masih banyak lagi.

Kami mampu mengisi 2 buah troli belanja hari itu hingga membludak, suatu hal yang sangat luar biasa melihat bahwa setiap troli tersebut terisi penuh oleh barang barang.

"Hmm, kurasa kita sudah membeli cukup banyak barang..." Kata Yukino sambil melihat kembali barang barang yang dibawa di trolinya.

"Iya betul, sudah berat sekali troli ini saat ku dorong." Kataku

"Oke, kita bayar ya barang barang ini?"

"Iya, ayok!" jawabku

Kita pun bergerak menuju ke kasir tempat membayar setiap barang yang kita beli. Namun karena ramai, setiap jalur tempat kasir berada sudah terisi penuh dan antrian berkisar sekitar 2-4 kelompok orang.

Beruntungnya, di sebelah kiri kita ada sebuah lajur kasir yang kosong setelah 2 orang terakhir pergi meninggalkan kasir setelah selesai membayar belanjaan mereka. Agar tidak keduluan orang lain, kami pun bergegas mendorong kedua troli kita yang seberat Zaimokuza-kun ini menuju ke kasir tersebut.

Di kasir tersebut, kami disambut oleh seorang wanita berseragam yang berambut merah muda dan dikucir di belakang dengan gaya ponytail.

"Selamat siang- Eh!! Hikki??" Seru wanita tersebut, memanggil sebutan SMA ku dulu. "Yukinon juga disinii?!!"

Tanganku yang sedang memindahkan barang belanjaan ke conveyor belt kasir terhenti dengan seketika. "Tunggu sebentar... Hikki? Yukinon?" Pikirku

Sebutan itu.... Ya sebutan yang sangat identik dengan cara teman SMA ku dulu, Yuigahama Yui, memanggilku. Saat itulah aku sadar siapa sebenarnya identitas penjaga kasir tersebut.

"Oh... Yuigahama-san!?" Jawab kita berdua dengan bersamaan. "Kamu bekerja disini??" Tanyaku.

"Oh iya, aku bekerja disini paruh waktu. Saat pekerjaan ku libur, aku memilih untuk bekerja disini untuk menghasilkan penghasilan tambahan!" Jawab Yuigahama-san sambil tersenyum. "Aku pun ingin mencari uang tambahan sendiri untuk membelikan pacarku sebuah kado ulang tahun!"

Hah? Pacar?? Aku tidak salah dengar kan?

"Oh, bagus lah kalau begitu!" seru Yukino kepada Yuigahama-san. "Bagaimana kabar Kojima-kun?"

"Oh, dia baik baik saja kok! Dia bekerja sebagai paruh waktu disini juga, sih... Ya secara teknis bukan disini sih, tapi dia bekerja di mall nya." Jawab Yuigahama-san sambil satu persatu melakukan barcode scan.

"Oh dia bekerja dimana?"

"Dia menjadi pelayan toko di Apple Store."

"Apple Store? Kerennn!!" Seru Yukino.

Aku berdiri disini, memasukkan barang barang belanjaan ke dalam kardus dan tidak memahami satu kata pun yang mereka sedang diskusikan saat ini. Bak orang orang zaman batu yang mencoba memproses perkataan professor yang sedang berbicara di depan ku.

Tapi bagus lah, setelah aku mendengar Yuigahama-san dapat seorang pasangan hidup yang akan menemaninya hingga besok tua.

"Yuigahama-san, Sudah sejak kapan kamu berhubungan dengan dia?" tanyaku ke Yuigahama-san.

"Eh? Kamu belum tau? Kita sudah jadian sejak 3 bulan yang lalu lho!" Jawabnya.

Wah anjir.... Ternyata aku yang bodoh

"Eh???? Aku kok tidak tau!?" Seru ku balik.

"Yukinon... Kamu nggak bilang ke dia?"

"Aneh... Aku kira aku sudah bilang kepadanya." Jawab Yukino

Aku berani bersumpah bahwa Yukino tidak pernah bilang kepadaku.

"Ya sudahlah, yang penting sekarang aku sudah tau..." Jawabku. "ngomong ngomong, selamat ya!"

Dia terkekeh sedikit sebelum menjawab nya dengan "Iya...Terimakasih ya, Hikki!!"

"Ngomong ngomong... Kamu bisa menangani barang sebanyak ini kan?" Tanyaku

"Banyak? Seberapa banyak sih?"

"Ini..." Jawab Yukino sambil menunjuk ke sebuah troli yang isinya menggunung tinggi, dan sebuah lainnya yang masih setengah penuh.

Senyum Yuigahama-san pun sedikit memudar. "Eeemmm, sanggup sih aku..." Jawabnya dengan senyum kecut nan ragu ragu. "Namun akan sedikit lama..."

"Tidak apa apa kok, santai saja!" Jawab Yukino

"Yap, santai saja... Kita punya banyak waktu kok disini." Tambahku.

"Baiklah! Aku akan segera bekerja!" Seru Yuigahama-san

10 menit kemudian, kami pun akhirnya selesai menghitung semua barang yang kami beli. Kedua troli belanjaan telah berhasil kami kuras habis dan semuanya telah dimasukkan ke dalam kardus yang akan kami bawa dengan troli ke mobil.

"Baik! Semua totalnya 48,600 Yen!" seru Yuigahama-san. "Mau dibayar dengan cash atau kartu kredit?"

"Kartu Kredit ya..." Kata Yukino sambil mengeluarkan dompet biru muda nya dan mengambil sebuah kartu kredit.

Namun aku pun berhasil mengalahkan Yukino karena aku sudah menyiapkan kartu kredit ku sejak awal. "Ni, pakai punyaku saja." seru ku sambil menyerahkan kartu ke tangan Yuigahama-san.

"Oh! Baiklah!" Seru Yuigahama-san. "Aku proses dulu ya!"

"Eh?? Hachiman?" tanya Yukino.

"Tidak apa apa kok... Harganya tidak terlalu mahal untuk kantong ku."

"Ah, seperti nya aku harus mengganti uangmu..." Kata Yukino.

"Ah! Tidak perlu... Kita kan sudah suami istri, jadi harta kita ya buat kita berdua, bukan?" Kataku. "Ini sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai keluarga."

"Poin mu benar sekali, Hachiman..."

"Ahhh!!! Kalian berdua benar benar romantiiss!!!" Seru Yuigahama-san menyerobot situasi sedikit hangat di antara kita.

"Ah t-tidak kok!" Jawab Yukino. "Biasa saja lah..."

Yuigahama-san tersenyum mendengar jawaban Yukino tersebut. "Tidak apa apa, malah ini menjadi bukti betapa kuatnya hubungan kalian berdua!"

"Benarkah?"

"Iya benar... Namun ya, aku masih terkejut mendengar kalian masih menyebut nama depan kalian masing masing untuk memanggil satu sama lain." Kata Yui. "Kan kalian sudah menikah, ya seharusnya kalian pakai panggilan-panggilan itu dong..."

"Hmm? Lalu kita harus menggunakan panggilan apa dong?" jawabku

"Mari kita lihat... Panggilan umum seperti, 'Yah!' atau 'Mah!'... Atau mungkin 'Yang!" bisa juga."

Aku pun berinisiatif untuk mencoba menggunakan panggilan tersebut.

"Hey, Mah!"

Yukino pun membalas panggilan ku dengan "H-hey, Yah!"

Yukino melihat wajahku, tatapan matanya menusuk masuk ke hatiku melalui mataku sendiri. Lalu tiba tiba pipinya berubah menjadi merah muda dan merubah pandangan nya untuk menjauhi muka ku.

Di saat yang bersamaan, aku pun merasa sangat teramat malu sampai aku ingin sebuah meteor jatuh tepat di atas kepalaku saat itu juga. Aku merasa pipiku juga memanas, dan memerah juga.

"Woow!! Lihat kalian!" Seru Yuigahama-san.

"Berhenti sudah... Hal ini sangat luar biasa memalukan bagi kita berdua!" Seru Yukino.

"Iya iya... Maaf ya!!" Seru Yuigahama-san sambil tertawa sedikit. "Ini kartu kredit mu! Pembayaran sudah lunas!"

"Ah baik, terimakasih ya!" Seru ku, sambil mendorong troli berisi banyak kardus ini.

"Oh iya, tunggu sebentar!" Seru Yuigahama-san tepat saat kami sedang berjalan menjauhi kasir meuju ke tempat parkir.

"Iya?"

"Nanti sore aku bisa mampir ke rumah kalian tidak?" Tanya Yuigahama-san. "Aku pengen ngenalin pacarku ke kalian."

"Hmm, sebenarnya aku ingin menerimamu menjadi tamu di rumah kita nanti. Tetapi, nanti aku dan Yukino harus njemput adik ku Komachi di bandara." Jawabku

"Oh, iya benar juga! Komachi nanti pulang dari sekolah nya di Inggris, dan kita nanti harus menjemput nya di Bandara Haneda." Tambah Yukino.

"Oh... Bagaimana kalau besok pagi?"

"Nah, bisa tuh! Besok saja ya!" Jawabku.

"Okee!! Jangan lupa ya! Besok Share screen biar aku nggak bingung!" Seru Yuigahama-san.

"Hah? Share screen apaan?"

"He!! Share Location!! Maap maap!!" Seru Yuigahama-san setelah sadar kesalahannya. "Kebawa kerja teruus!"

"Okee, Siapp!!" Seru ku balik kepadanya.

Kita berdua pun bergerak kembali ke tempat parkir dimana kita memarkirkan mobil sambil mendorong 2 buah troli yang berat ini.

Setelah memuat semua barang tersebut ke dalam mobil (setengah masuk bagasi, setengah nya lagi mengisi kursi belakang yang kosong), kami pun langsung menuju ke rumah untuk unpacking segala barang yang kami beli, dan juga beristirahat sebelum menjemput Komachi di bandara nanti sore.

"Oh iya, nanti ngomong ngomong pesawat Komachi-san akan landing jam berapa?" Tanya Yukino saat aku tengah mengemudi

"Hmm, katanya sih 12 jam setelah take off. Dia take off tadi pagi dini hari pukul 3 waktu Jepang dari London... Jadi ya mungkin dia akan landing pukul 3 atau 4 nanti sore."

"Masih ada sekitar 4 jam ya?"

"Iya kira kira begitu."

"Oke lah, masih ada waktu bagiku untuk menyiapkan kamar untuk Komachi-san nanti." Jawab Yukino. "Oh iya, nanti dia akan menginap berapa lama?"

"Hmm... Satu bulan kira kira."

"Oh, baiklah!" Jawabnya dengan girang

"Tapi katanya, dia akan menginap di rumah kita selama 2 minggu, sebelum pindah ke rumah orang tua ku di Nagano untuk menghabiskan sisa liburan nya."

"Ooh, begitu..." Respon Yukino. Senyum girangnya perlahan memudar.

Aku pun sedikit tertawa melihat wajah murungnya. "Kangen sama Komachi ya?"

"Iya lah! Tentu saja... Sudah lama aku tidak bertemu dengan nya secara langsung." Serunya. "Apalagi dulu pas dia pergi ke Inggris, kamu tidak bilang sama aku. Jadinya ya sudah lama banget aku tidak lihat dia."

"Maaf maaf, aku lupa nggak bilang sama siapa siapa..." Jawabku.

"Ngomomg ngomong, dia di Inggris ngambil jurusan apa ya?" Tanya Yukino.

"Dia ngambil jurusan ilmu fisika kalau aku tidak salah." Jawabku. "Fisika dan matematika kan bidang keahliannya."

"Bagus untuknya lah! Berarti aku dulu sewaktu mengajari nya, bisa menjadi sebuah manfaat untuknya." Kata Yukino, mereferensikan suatu saat dulu dimana setiap hari Komachi datang menghampiri Yukino untuk belajar.

"Tentu saja, aku sangat berterima kasih karena jasamu itu yang bermanfaat untuk masa depan si Komachi!" Seru ku.

"Hihi, sama sama!"

Kami pun kembali ke rumah dan segera untuk merapikan barang barang yang sudah kita beli. Yukino mengurus semua bahan bahan makanan, sedangkan aku mengurus segala perabotan rumah. Yukino juga langsung mengurus kamar yang akan menjadi tempat menginap Komachi nanti, menyiapkan bedcover dan membersihkan ruangan tersebut.

Setelah selesai menata barang barang, kami pun langsung bersiap siap untuk berangkat lagi menuju ke bandara Haneda yang berjarak 56 kilometer dari kediaman kita di Yotsukaido, Chiba. Perjalanan diperkirakan akan memakan waktu sekitar 1 jam, itu pun jika lancar.

Di tengah perjalanan yang kita tempuh sepenuhnya melalui jalan tol Higashi Kanto dan seksi utara dari jalan tol Wangan, Yukino tampak tertidur pulas. Yah, mungkin dia kelelahan setelah melakukan pekerjaan rumah hari ini.

Saat melalui bagian utara jalan tol Wangan, aku sedikit terkejut melihat jalan yang relatif sepi pada jam segini. Berbekal kemampuan untuk menghafal letak letak kamera kecepatan, aku berinisiatif untuk memacu mobil baru ku ini ke kecepatan tinggi.

'240....250.... 260....'

Anjir, kencang sekali mobil ini, dan tidak getar sama sekali jika diajak lari. Ini pun aku tidak mengganti mode ke mode sport... Settingan stir, mesin, dan gearbox semua masih ada di mode comfort. Keren kerenn

Aku langsung memelankan laju kendaraan saat kita mendekati sebuah kamera kecepatan lain di depan.

Keseruan ini pun akhirnya berhenti setelag kita sampai di bandara Haneda 10 menit lebih cepat dari yang sebelumnya kita kira. Hehe, mungkin karena aku melaju dengan kecepatan rata rata 150 kilometer per jam.

"Yang, bangun... Yang!" Kataku sambil membangunkan Yukino dengan pelan pelan saat kita mengantri di gerbang tol masuk bandara. "Kita sudah mau sampai!"

Yukino pun membuka matanya perlahan, "E...eh... Cepat sekali." Gumamnya sambil menguap.

Aku pun langsung menutup nutupi aksiku tadi "A-ahh!! Mungkin itu hanya pikiranmu saja!"

"Bisa juga sih..." Jawabnya sambil mengusap matanya. Dia pun langsung mengecek HP nya yang sedang di charge di mobil itu. "Oh, sekarang sudah pukul 3"

"Dia sudah landing kan?" Tanyaku

"Belum tau, dia belum memberi kabar apa apa sih... Sebentar aku cek LINE dulu." Kata Yukino. "Oh, seperti nya dia sudah landing, pesan yang ku kirim tadi siang baru saja dibaca olehnya."

"Oke baiklah, suruh dia menunggu di pintu kedatangan internasional."

"Oh lihat ini, dia sekarang baru mengambil bagasinya, dan akan segera menuju ke pintu keluar."

"Oke..."

Kita pun langsung bergerak menuju ke pintu kedatangan dan memarkirkan mobil di depan pintu keluar langsung. Karena pasti banyak turis turis yang mengantri, kita harus berusaha untuk berhenti di terminal bandara se-sebentar mungkin.

"Komachi-san.... Komachi-san... Kemana sih dia perginya..." Gumam Yukino saat mencari Komachi di antara gerombolan turis asal Inggris yang keluar dari pintu keluar.

Akhirnya, Komachi pun keluar, membawa sebuah koper bewarna merah serta sebuah tas punggung tampak digendong nya dibelakang. Tangan kirinya yang sedang tidak menarik koper, ia letakkan di dalam jaket hijau tua yang ia kenakan saat itu.

Saat ia melihat kami, langsung ia lompat kegirangan. "Yukino nee-chan!!!" Serunya

"Selamat datang kembali di Jepang, Komachi-san!" Seru Yukino, menerima sambaran pelukan Komachi yang erat.

"Aku kangen banget sama Yukino nee-chan!!" Katanya sambil membenamkan wajahnya di dalam dada Yukino.

"Komachi... Apakah kamu sudah lupa dengan kakakmu sendiri?" Tanyaku

Dia pun menengokkan kepalanya ke arahku, tampang wajahnya yang konyol pun langsung tampak. "Tunggu, siapa kau? Hah! Jangan jangan kau adalah pria yang mau merebut Yukino nee-chan dari tangan kakakku?"

Dasar anak ini... Bisanya cuma bermain sama aku.

"Hahahahaha!!! Tidak kok... Aku tidak lupa sama Onii-chan ku yang paling 'hebat'..." Serunya sambil mengalihkan pelukan nya ke arahku. "Sudah kangen banget aku sama kamu, Onii-chan!!"

"Iya, aku juga... Terakhir kita melihatmu aja cuma melalui video call pada saat pernikahan kita..." Kataku sambil memeluk adik ku dengan erat erat.

"Iya, maaf ya kemarin aku hanya bisa menghadiri pernikahan mu melalui Video Call..."

"Tidak apa apa... Yang penting kita berdua sudah bisa melihat wajahmu kok." Jawabku. "Yukino juga senang bisa melihat mu hadir di acara pernikahan."

"Iya benar sekali..." Kata Yukino sambil memeluk Komachi dari belakang.

Kita pun berpelukan selama kurang lebih 10 detik, sebelum aku pelukanku. "Sudah yuk kita pulang!"

"Hmm!!" Seru Komachi. "Nggak mampir mampir dulu nih? Mumpung kita di Tokyo?" Ajak Komachi

"Mau mampir kemana, Komachi-san?" Tanya Yukino.

"Mau jalan jalan dulu apa nanti kita makan besar dirumah? Yukino sekarang sudah bisa buat makanan banyak nan lezat lho!" Tawarku.

"Heeh!!! Benar kah?? Yuk pulang langsung saja kalau gitu!!" Seru Komachi-san. Dia pun langsung berlari menuju ke tempat parkirnya mobil kita.

Namun, dia tampak kebingungan apa dan dimana mobil kita parkir. "Err, mobil kita dimana... Onii-chan?"

"Tuh!" Kataku sambil menunjuk ke mobil kita, yaitu sebuah BMW.

"Sebuah BMW? Keren sekalii!!! Kapan kamu beli ini, kak?" Tanya Komachi.

"Oh, kemarin malam baru datang sih..."

"Mantapp! Keren kerenn!!" Seru Komachi. Dia pun langsung membuka pintu belakan dan lompat masuk. "Ayo kita langsung pulang!!"

Aku dan Yukino melihat tingkah laku Komachi, sambil tertawa dan tersenyum senyum. "Baiklah, ayo kita pulang sebelum matahari terbenam!"

Di perjalanan pulang, kita berbagi berbagai candaan yang hampir 74% candaan Komachi selalu menyudutkan aku. Aku sangat senang melihat hubungan dekat Komachi dengan Yukino, seperti seorang kakak dengan adiknya.

Saat matahari terbenam, kami sampai di kediaman kami bersama Komachi yang tertidur lelap setengah jalan. Kami berdua pun melihat kebelakang, melihat wajah Komachi yang tampak sangat kelelahan.

"Lelap sekali tidurnya, meskipun tidak lebih dari 15 menit." Kata Yukino. "Haruskah kubangunkan dia?"

"Jangan, biar aku angkat dia menuju ke kasur tempat tidurnya nanti. Sudah kamu siapin semua kan?"

"Sudah sih, tapi yakin kamu bisa ngankat dia?"

"Tentu dong, dia nggak berat berat amat." Kataku, membuka pintu kemudi dan menuju ke kursi belakang untuk mengangkat Komachi pelan pelan. "Kamu nanti bukain pintu rumahnya ya, biar aku lewat."

"Oke oke!"

Aku pun perlahan mengangkat Komachi dan menggendong nya seperti seorang putri menuju kamarnya. Dia tidak merespon gendonganku ini, yang berarti tidurnya sangat terlelap saat ini.

Aku meletakkan Komachi di tempat tidurnya di kamar tamu yang sudah Yukino siapkan. Yukino tampaknya menyusul kita berdua di belakang dengan membawakan barang barang Komachi.

"Yosh, biarkan saja dulu dia... Kita siapkan makan malam saat dia sudah terbangun. Mungkin dia sangat lelah setelah melakukan perjalanan selama 12 jam." Kataku

"Baiklah, berarti malam ini aku nyiapin buat makan malam biasa ya?"

"Ya, siapkan saja makan biasa... Nanti juga dia kalau bangun nggak akan minta lebih lebih."

"Baiklah, ayok keluar... Biarkan dia tidur." Ajak ku, sambil menutup pintu kamar dengan pelan pelan beserta mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidur.

"Hm!" Serunya.

Akhirnya, kami pun membiarkan Komachi yang tampak sangat lelah untuk beristirahat di kamarnya selagi kami berdua melakukan kegiatan kita masing masing. Aku memilih untuk beristirahat di ruang tamu, menonton TV sementara Yukino sedang berendam di kamar mandi.

Komachi bangun 4 jam kemudian, lebih tepatnya pukul setengah 11 malam.

"Malam, Onii-chan!" Kata Komachi, sambil ucek ucek mata.

"Oh, kamu sudah bangun rupanya?" Kataku. "Aneh, padahal aku otw ke tempat tidur ini."

"Yukino onee-chan mana?"

"Dia sudah tidur lah! Kamu telat..."

"Lho, terus makanku gimana dong?"

"Itu noh, sudah kita siapkan di atas meja. Sudah dingin sih, tapi dipanasin aja pakai Microwave."

"Ohh, oke oke! Sayang sekali kita tidak jadi makan besar..."

"Nggak papa kok, besok kan bisa!"

"Okee!! Ya sudah kalau gitu, selamat tidur! Onii-chan!!" Seru Komachi, memberikan senyuman lebarnya ke aku.

"Sip! Nanti kalau sudah, matikan lampunya ya. Kamar mandi langsung pakai saja. Kalau mau nyetel TV ya situ silahkan tapi jangan besar besar volumenya." Kataku. "Ingat, kamu tidak boleh begadang malam ini, kamu harus tetep tidur malam!"

"Iya iya, aku bukan anak kecil lagi kok!"

Aku terkekeh sedikit. "Ya sudah kalau sudah tau, aku tidur dulu ya!"

"Oke! Jumpa besok ya, Onii-chan!!"

"Malam!" Seru ku.

"Malam!" Jawabnya.

Itulah, akhir dari hari yang menyibukkan ini. Aku pergi tidur, tepat di samping istriku tercinta yang sudah tertidur lelap.

Apa ya... yang menunggu di hari esok?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top