Bab 4 - Klien Seksiku

"Pak Farhan?"

Sedang apa dia di sini? jadi dia yang bayarku 1 milyar?

Lita masih shock setengah m4ti melihat pria—sebelumnya disangka pria hidung belang yang haus akan belaian, ternyata dia adalah dosennya sendiri.

"Lita sedang apa kamu di sini?" Farhan balik bertanya.

"Aku yang harusnya tanya bapak, bapak ngapain di sini?" tanya Lita dengan wajah yang sudah dikondisikan.

"Saya yang tanya kamu pertama kali, kamu harus jawab dulu dong pertanyaan saya."

Lita memejamkan matanya perlahan sembari menghela napas pelan.

"Bapak bisa lihat sendiri penampilanku?" Gadis itu berpose ala wanita panggilan tanpa ekspresi. "Aku terpaks—" Ia menggeleng. "Aku kerja di sini, Pak."

Farhan melepaskan jaketnya, lalu menyerahkannya ke tubuh Lita yang terbuka. "Bukankah kamu mahasiswi berprestasi itu? bukankah kamu terima uang saku dari kampus?"

Menerima perlakuan manis dari asisten dosen nan killer itu, Lita tersenyum hangat menerimanya.

"Thank you Pak."

Sebelum melanjutkan ucapannya, ia sempat menghela napas berat. "Iya, seperti yang bapak bilang. Aku memang dapat beasiswa, uang saku juga dapat, tapi masalahnya semua uang itu habis dipakai bapakku. Bapakku diam-diam ambil uangku buat bayar pinjolnya...,"

"dan mabuk-mabukkan."

Lita duduk di pinggir kasur sambil memeluk tubuhnya yang diselimuti jaket hangat milik Farhan.

"Seharusnya aku gaboleh ceritain aib keluarga, tapi itulah faktanya —" ucapannya sengaja dijeda. Kepalanya menengadah ke atas menatap Farhan. "Dari semua itu, tabunganku pun ludas diambilnya," lanjutnya sambil tersenyum getir.

Farhan sama sekali tak berkutik, dia hanya fokus mendengarkan ucapan Lita dengan seksama, tanpa berkomentar apapun. Hal itu yang membuatnya makin mengagumi Farhan.

Sampai tangannya menunjuk ke arah pria itu.

"Kenapa?" Dahi Farhan berkerut saat dirinya ditunjuk Lita.

"You turn. Bapak kenapa bisa ke sini?"

"Kamu mau jawaban jujur atau bohong?"

Mendengar pertanyaan itu, Lita tak kuasa terbahak. Ia baru menyadari sisi killer asdos itu ternyata dia lucu juga.

"Kenapa kamu malah ketawa?"

Lita berusaha menghentikan tawanya.

"Sorry Pak, lucu ajah bapak nanya kayak anak kecil pada umumnya hahaha."

Farhan berdehem.

"Sorry!"

"Tinggal jawab jujur atau—"

"Iya, iya jujur deh Pak. Saya capek dibohongin terus soalnya."

Tunggu! Ini kenapa rasanya aku malah curhat? batin Lita.

Suasana jadi terasa canggung.

Farhan kembali berdehem. Ingin menghentikan kecanggungan di antara mereka. "To be honest saya ikutin Fadly sampai ke sini. Sepertinya dia mau mencelakakan kamu."

"Hahh kok Fadly?"

"Iya Fadly. Sebenarnya dia siapa sih? mantan kamu?"

Lita melipat tangannya di dada.

"Iya Pak, dia mantanku, tapi nggak sampai satu tahun, kira-kira cuma 3 bulan doang hubungan kita berakhir."

"Pantesan dia kayaknya benci banget sama kamu."

"Emang kelihatan ya Pak?"

"Iya, kelihatan banget. Saya denger pembicaa—"

"Bapak nguping?" Lita terkekeh.

"No! saya nggak sengaja mendengar ucapan mereka. Dia sama cewek pirang itu."

Pasti yang dimaksud Pak Farhan, Ceka, batinnya.

"Makasih ya Pak sudah peduli sama saya. Terus apa lagi Pak?"

"Apa lagi apanya?"

"Alasan bapak bayar 1 milyar itu apa?"

Farhan memutar otak.

"Nothing."

"Kok nothing Pak?" Ada raut kekecewaan di balik ucapan itu.

"Emang kamu maunya gimana? Alasan saya beli kamu biar Fadly tidak macem-macem ke kamu."

Klasik nggak sih?

"What else?"

"Nothing."

"1 milyar loh Pak?" tanya Lita masih terus mendesak sang dosen.

"Saya nggak mau mahasiswi berbakat seperti kamu dirusak oleh anak orang kaya modelan Fadly."

Walau terdengar gentle, tapi ada yang mengganjal di hati Lita.

Masalahnya 1 milyar? Seumur-umur dia belum pernah lihat uang sebanyak itu di hidupnya. Jangankan punya, membayangkannya saja nggak berani, takut berakhir nyemplung ke sungai.

"Terus Fadly nya bapak apain?"

Tok Tok Tok

Atensi Lita beralihkan oleh ketukan pintu dari luar. Seorang pramusaji masuk ke dalam dan memberikan dua gelas yang satu berisi vodka, satunya orange juice.

"Thank you Zsa."

Setelah meletakkan gelas di meja, rekan kerjanya itu pamit keluar ruangan.

"Pak minum dulu."

"Ini nggak ada obatnya kan?" tanya Farhan memastikan.

"Aman sih harusnya Pak. Emangnya kenapa? Bapak takut tiba-tiba saya kasih obat aneh-aneh ke minuman bapak?"

Farhan menggeleng cepat. "Bukan itu, saya hanya waspada ajah sama rencana busuk Fadly."

Yap, bukankah berjaga-jaga itu harus.

Lita menepuk dahinya, "Jadi Pak... bapak apain dia?"

*** Sementara itu, di tempat yang berbeda di sebuah bangunan tua tak berpenghuni. Seseorang tampak berteriak-teriak tidak jelas sambil tubuhnya meronta-ronta ingin dilepaskan. Nahaasnya orang itu diikat cukup kuat tanpa ada orang yang tahu.

"Kita lihat saja siapa yang kalah di sini," umpat Fadly mengepal tangan kuat.

Kembali ke ruangan ukuran 3 x 3 meter. Lita melihat Farhan enggan menyentuh minuman berwarna biru laut itu.

"Pak, minum? Kalau bapak takut kita tukeran. Bapak bisa minum orange juice say—"

Belum sempet dihentikan Farhan, Lita sudah lebih dulu meminum gelas bar yang berisi vodka. Tenggorokan yang terasa amat panas itu seketika dibuat sejuk. Kepalanya kini terasa amat ringan.

"Minum Pak," desaknya lagi.

Farhan mau nggak mau meminum orange juice untuk menghargai Lita—padahal dia sudah lama menginginkan alkohol—yang sudah berada di tenggorokan gadis itu.

"Pak tahu nggak? Ini rasanya de javu tahu. Kita pernah ngelakuin ini di mimpi," ucapnya sambil terkekeh tak jelas.

Wajah Lita memerah.

"Lita kamu mabuk ya?" tanya Farhan khawatir.

"Mabuk apanya? Aku sadar kok hehe." Lita menegakkan kepalanya, lalu kembali menunduk sambil terkekeh.

"Duh ternyata kamu nggak kuat minum? ngapain juga ngambil minuman saya?" omel Farhan.

Lita bangkit berdiri, lalu berjalan ke arah Farhan.

"Tahu nggak Pak apa yang saya mimpiin waktu itu? di kelas bapak? Aku mimpiin kejadian ini." Lita tepuk tangan kegirangan. "Demi apapun ini bener-bener de javu. Kamu bayar aku 1 milyar untuk semalam."

"Sssttttt! Kamu jangan berisik Lita!" Farhan menghentikan tangan Lita dengan cara memeluknya erat.

Drett!

Mata Farhan membulat. Ia menunduk seraya melihat kelakuan Lita.

Lita menj1lat tangannya.

Dreet!

Sial.

Kali ini Farhan mengumpat menahan sesuatu yang berkedut. Bergejolak. Tubuhnya terasa panas, diiringi keringat bercucuran.

Farhan bangkit berdiri, melempar tubuh Lita ke atas kasur. "Sial! kenapa kau mabuk si Lita?! Aku tak bisa ngelakuinnya sama cewek mabuk."

"Ahh..." Lita bangkit dari tidurnya sambil berjalan gontai ke arah Farhan. Pria itu sedang duduk kesakitan di sofa yang ukurannya tidak terlalu besar. "Pak, mau tau nggak satu rahasia? Aku sebenarnya gak mabuk."

"Sini aku bisa ngelayanin kamu sesuai harga yang kamu keluarkan."

Seolah paham kondisi, Lita melahap bibir Farhan, namun pria itu lagi-lagi menggeleng enggan disentuh olehnya.

"Kenapa sih Pak? aku kurang s3ksi kah?"

"Arghh! Bu-bukan itu Lita." Farhan berulang kali menahan dahaga yang mengganjal saat Lita menyentuh tubuhnya. "Sebaiknya kau keluar dari sini Lita. Sebelum kau menyesal seumur hidup."

Lita terduduk manis di sebelah Farhan sambil kepalanya menggeleng.

"Ndak mau. Kalau gitu biarkan aku tunjukkan aset yang selama ini kujaga sampai detik ini."

*sensored*

Farhan meneguk dahaknya. Matanya membulat sempurna saat melihat mahakarya di balik kemeja kusam yang selalu dikenakan mahasiswinya itu.

"Apakah aku masih belum menarik untukmu Pak Asdos?" tanya Lita tersenyum genit.

"Jangan pernah bilang berhenti apalagi menyesal, karena aku sudah memberimu kesempatan tuk pergi dari sini," ucap Farhan dengan suara rendah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top