Bab 2 - Part Time
"Lihatlah tatapan itu, dia kayak mau menerkam Pak Farhan," ujar Fadly.
Semua mata—tepatnya Geng Monster—sekelompok orang yang biasa disapa begitu oleh kalangan kampus Seni Terapan Pratiwi tengah menatap ke arah kursi pertama baris nomor dua dari arah pintu masuk, artinya gadis yang bernama Lita tepat duduk berhadapan dengan Pak Farhan.
"Lita!" tegur Pak Farhan saat dehemannya tak kunjung mendapat respon indah.
Brug!
"LITA!!!" Pak Farhan mengeprak bukunya di meja hingga suara decitan cukup keras terdengar. Lita langsung terbangun dibuatnya.
"I-iyah... P-Pak??" Mata Lita membola. Dia sangat kaget, tangannya spontan menyeka ujung bibirnya. Ia nyences. Sepertinya dia sudah gila.
"I told you already, kenapa kamu tidur di kelas saya? Kamu denger nggak apa yang saya ngomongin dari tadi?"
"E-enggak kok... nggak tidur aku Pak."
Farhan memiringkan kepalanya sambil berkaca pinggang.
"Kalau gitu sebutin apa yang kamu ketahui tentang event akhir tahun ini? dan tantangan apa bagi mahasiswa IFB?"
"IFB?"
"Hee jangan-jangan kamu nggak tahu apa itu IFB?"
"Tau Pak, IFB itu kan International Fashion Business. Event Fashion Walk Show, The Jury Day, Creative Show?" jawab Lita dengan lantang.
"Exactly!" Farhan menganggu, lalu tatapan tegasnya kembali tertuju pada mahasiswa lain. "Pelajaran kita cukup sampai di sini dulu. Jika ada pertanyaan reach out me on my email. See you soon!"
"Untuk kamu Lita!" Lita menegakkan kembali tubuhnya membalas menatap mata elang itu. "Kamu ke ruangan saya!" Lita bingung kenapa dia dipanggil, padahal dia sudah menjawab dengan benar pertanyaan Farhan. Walau begitu dia tetap mengekor Pak Farhan dari belakang.
"Lihatlah cewek murahan itu! Pasti dia lagi mikir jorok tentang Pak Farhan," sahut gadis lain memutar kepalanya ke arah Fadly.
"Fadly... kita harus kasih pelajaran sama cewek murah itu," sambung cewek itu geram, membuat Fadly menampilkan smirk-nya.
"Okay, tapi kamu bawa kan obatnya?"
Cewek itu bernama lengkap Clara Kleopper, tapi biasa dipanggil CK alias Ceka. Sambil tersenyum devil, cewek itu mengambil botol kecil berwarna putih dari dalam kantongnya, lalu menunjukkan benda itu ke hadapan Fadly.
***
"Kenapa kamu tidur di kelas saya, Lita?"
Saat dipanggil ke ruang dosen, Lita tidak melihat dosen-dosen lain di sana. Entah karena para dosen sedang makan siang atau memang dosen di kampusnya sedang sedikit? Entahlah mana yang benar. Yang jelas, fokus gadis itu ingin cepat menyelesaikan permasalahannya—tepatnya menghindari konflik dengan dosen.
Sial, baru ajah Lita menatap wajah tampan itu, matanya malah jelalatan membayangkan adegan itu lagi.
Gimana ya rasanya mencicipi bibir kenyal nan tebal itu? walaupun mimpi, dia juga pengen rasain langsung. Ehh?
Apalagi style Pak Farhan menggunakan kacamata bulat sangat cocok dengannya.
"Lita??!"
Farhan menjentikkan jemarinya tepat di hadapan Lita.
Lita mengerjap. "Eugh... maaf Pak?"
"Akhir-akhir ini saya perhatikan kamu banyakan melamunnya. Kamu sedang lamunin apa sih?"
"Maaf Pak, sepertinya aku kelelahan."
"Kamu kenapa kelelahan?"
Lita menggeleng, "Nggak papa kok Pak. Oh iya itu kacamatanya baru ya Pak?"
Farhan mengernyitkan dahinya.
"Darimana kamu tahu?"
Mau jawaban jujur atau bohong pak? tanya Lita dalam hati.
"Tau darimana kamu?"
Jujur ajah deh.
"Anak-anak Pak, fans bapak tepatnya."
"Haa? Mereka gosipin apaan tentang saya?"
Mampus deh! Duh tahu gini mending bilang ajah aku admirer dia.
Kalau gini kan, malah kelihatan aku yang cepu.
"Mereka ngegosip apa tentang saya Lita?"
Baru juga Lita mau mengeluarkan suaranya, tiba-tiba Pak Darmono—dosennya masuk ke dalam, membuat atensi Farhan dan Lita teralihkan.
"Farhan bantu saja bawa dokumen ini ke sana!"
Sebelum Farhan melenggangkan kakinya ke arah Darmoni, ia sempet membisikkan sesuatu ke telinga Lita.
"Kamu kembali ke kelas. Besok pas kelas saya datang lebih pagi, ketemu saya di kantor."
Baru mau Lita bertanya kenapa dipanggil lagi, Farhan sudah menjawab.
"Urusan kita belum selesai."
Lita hanya mengangguk lemas sambil melangkah gontai ke luar dari ruang dosen.
"Lita," panggil Ceka seraya mencegat langkah kaki gadis itu.
"Loh Ceka."
"Pak Farhan manggil kamu kenapa?"
Sudah kuduga, pasti nih cewek jambrut kepo.
"Ohh nggak papa kok cuma nanya ajah kenapa aku lihatan capek banget hari ini." Bodolah kalau sampe dia ngegoreng, emang nyatanya Pak Farhan negor aku karena aku tidur di kelasnya.
"Nanya atau negor? Terus kamu dikasih hukuman?"
Lita melirik arlojinya, seketika dahinya berkerut.
"Sorry Ceka, aku buru-buru harus kerja. Kita lanjutin lagi nanti ya."
"Tunggu!" Ceka menarik lengan Lita, hingga gadis itu membalikkan tubuhnya. "Kamu kerja di mana emangnya?"
"Di Cafe malam deket Galaxy."
"Kamu ternyata ani-ani??"
Lita menghela napasnya. Susah juga cerita sama anak orang kaya modelan kayak Ceka ini, pikirnya.
"Bukanlah! Aku kerja halal," jawab Lita spontan.
"Atau kamu jadi penari latarnya? Atau...," tebak Ceka, yang langsung ditepis Lita.
"Duh Ceka, sudah dibilang aku nggak punya waktu lagi. Udah dulu ya!"
Belum juga Ceka membalas, Lita sudah berlari meninggalkan cewek itu sendiri.
"Ceka," seseorang memanggil cewek itu. "Kok cuma sendirian? Mana Lita?"
"Nggak bisa sekarang, Dly. Orangnya kabur duluan."
"Loh kok bisa?"
"Bisalah, dia harus kerja."
"Aturan lo cegat dulu—" protes Fadly.
"Bukannya malah terlihat suspicious kalau dilakuin cepet-cepet?" Ceka balas menggeleng kepala sambil tersenyum smirk—tatapan yang paling Fadly takuti dari cewek itu. "Kita main aman dan terencana ajah dude!"
"Gue punya ide, Ka."
***
Zsasa: Lita, tolong bilangin Pak Arkhan aku telat, aku kecelakaan motor, dan ini mau diobatin. Setelah dari rumah sakit, aku langsung ke cafe ya.
Alis Lita terpaut saat Zsasa, rekan kerjanya mengirimnya pesan di whatsapp. Gadis itu langsung bergegas mencari keberadaan Arkhan, Manager café, bos mereka.
"Bos," panggil Lita pada pria bertubuh gemuk di ruangan Manager.
"Ada apa?"
Hal yang paling Lita hindari adalah bertemu Arkhan, dia termasuk orang selfish dan stingy. Namun alasan gadis itu mau bertahan, karena dia butuh pekerjaan untuk menghidupi kebutuhannya.
"Maaf bos, saya hanya mau info kalau Zsasa datang telat, dia habis kecelakaan motor."
"Serius dia ngomong gitu? kok nggak hubungin saya langsung?"
"Katanya sih udah, cuma bos sedang online katanya. Dia juga sudah izin ke bos lewat whatsapp, tapi bos nggak respon."
"Oh oke, yang penting dia masuk kan?"
"Ngomongnya sih gitu Pak."
"Yaudah kamu kembali kerja sana!" perintah Arkhan.
"Iya Pak." Lita mengangguk dan kembali membersihkan bekas makanan dan minuman.
Beberapa jam kemudian.
"Pak saya bisa kerja kok."
"Apa-apaan kamu!? melihat kakimu patah seperti itu, yang ada tamu kabur. Bisa-bisa bisnis saya jadi sepi."
Lita mengintip ruang kerja Arkhan, ternyata Zsasa sudah tiba, namun kakinya ada gips (perban).
"You got fired!"
Zsasa memohon di hadapan pria itu.
"Bos jangan! Please! aku butuh kerjaan ini untuk menghidupi anakku yang masih kecil."
"No—"
"Bos aku ajah yang gantiin Zsasa," potong Lita berjalan masuk ke ruangan.
"Heeh bocah ini—Kalau kamu nggak bisa, kalian berdua saya pecat?!" Arkhan melempar baju penari yang wujudnya lebih mirip lingerie kepada Lita. "Layanin para tamu!"
"Maafin aku ya Lit, kamu malah dipecat juga."
"Nggak Sa, kita berdua nggak akan dipecat sama pria tua bangka itu."
"Kamu serius mau ngelakuinnya? Aku janda dua anak, sedangkan kamu berpendidikan, kamu kuliah dan masa depan kamu masih panjang—" Zsasa menekan setiap perkataannya sambil menunduk kepala.
Lita mengusap punggung tangan Zsasa.
"Enggak Zsa, kita nggak akan dipecat."
"Lita!" panggil seseorang membuat atensi Lita dan Zsasa teralihkan.
"Ada apa kamu cari aku, Kaluna?"
"Itu pacar kamu ya? dia panggil-panggil nama kamu terus."
Dahi Lita berkerut. Sejak kapan dia berpacaran?
"Siapa?"
"Kamu lihat ajah sendiri, itu orangnya!" tunjuk Kaluna.
Lita mengintip dari balik sela tirai. Matanya melebarkan.
Bukankah itu... Fadly?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top