Bab 12

Setelah cuti selama satu Minggu. Kini tiba saatnya Clara kembali bekerja. Ia sudah membayangkan beberapa pekerjaannya yang tertunda akan menumpuk di meja. Itu sebabnya di Senin yang pasti sangat sibuk ini, Clara memutuskan berangkat lebih awal.

Clara terkejut sekaligus bingung saat memasuki ruang kerjanya. Bagaimana tidak, mejanya tampak bersih. Semua barang-barangnya sudah rapi disimpan dalam satu kotak. Sayangnya beberapa rekan kerja yang juga menempati ruangan ini belum ada yang datang sehingga tidak ada yang bisa ia tanyai tentang hal ini.

Clara tidak habis pikir, padahal ia cuti hanya seminggu saja, tapi keadaan sudah berubah drastis seperti ini. Sebenarnya ada apa? Sungguh, ia kebingungan sekarang.

Beberapa saat kemudian, salah satu rekan kerjanya masuk. Rahma, dengan tatapan bingung meletakkan tas tangannya di meja kerjanya, tepat di samping meja Clara. Ia juga sama bingungnya dengan Clara saat melihat barang-barang Clara sudah dikemas rapi.

"Mau ke mana, Cla?"

"Aku yang harusnya nanya ... kenapa barang-barangku dimasukin ke kotak begini?"

"Serius nggak tahu, terakhir lihat Jumat sore dan nggak begini." Rahma tentu jujur, sebelum libur akhir pekan, meja Clara memang baik-baik saja. Andaikan ia menemukan kejanggalan, sudah pasti akan menghubungi Clara untuk menanyakannya. Ia hafal betul, Jumat lalu tidak seperti ini.

Bersamaan dengan itu, beberapa rekan kerja lain datang dan mengatakan hal yang sama dengan yang Rahma katakan. Semuanya pun menjadi kebingungan.

Sampai pada akhirnya, Nina, atasan mereka masuk yang otomatis membuat semuanya terdiam. "Clara, ikut ke ruangan saya."

Tak lama kemudian, Clara sudah berada di ruangan atasannya. Setelah mendengar penjelasan wanita yang biasa Clara sapa dengan sebutan Bu Nina itu, tentu saja Clara tetap merasa ini sangatlah aneh. Ia masih tidak mengerti kenapa tiba-tiba dipindahtugaskan.

"Kenapa mendadak mutasi? Saya rasa ini nggak masuk akal, Bu. Karena nggak ada pembicaraan tentang ini sebelumnya."

Sejujurnya Nina juga sangat kebingungan. Belum pernah ada hal seperti ini sebelumnya selama ia menjabat menjadi kepala divisi perencanaan. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menyetujuinya. Terlebih yang meminta adalah pemilik perusahaan ini.

"Sekarang kamu turutin aja ya, Cla. Tolong."

"Bu...."

"Nanti saya cari tahu ini sementara atau permanen."

Wajah Clara jelas tetap menunjukkan ketidaksetujuan. Namun, Nina dengan cepat kembali berbicara, "Saya usahain ini hanya sementara, Clara."

Dengan terpaksa, Clara membalas, "Baik, terima kasih ya, Bu."

"Lihat, surat resminya bahkan baru turun hari ini. Saya pun sama kagetnya seperti kamu, Cla." Nina menunjuk cokelat yang ada di mejanya. Nina lalu membuka amplop itu dan mengeluarkan beberapa berkas di dalamnya. "Sekarang tolong tandatangani berkas ini dulu, Cla."

"Jangan sedih begitu dong," tambah Nina.

"Baik, Bu." Clara pun menandatangi berkas yang ditunjukan oleh Nina. Pulpen di tangannya menari tepat di atas materai bertuliskan 6000 tanpa curiga sedikit pun.

"Oke, sekarang kamu tunggu aja. Nanti agak siang ada yang jemput kamu."

"Jemput, Bu? Saya kira ... saya ke sana sendiri. Saya baru aja mau menanyakan alamat cabangnya."

"Enggak, kamu tunggu aja di meja kamu. Sekalian pamit juga sama teman-teman. Ya ... saya, sih, berharap ini sementara. Serius."

Tentu saja Clara pun berharap demikian. Meskipun ia tergolong mudah beradaptasi di lingkungan baru, tapi tetap saja ia sudah merasa nyaman dengan teman-teman satu divisinya.

"Kalau begitu saya permisi, Bu."

Nina kemudian mengangguk. Namun, saat tangan Clara menyentuh kenop pintu. Nina kembali berbicara, "Semangat, Clara. Kamu pasti bisa."

***

Clara melihat postingan Instagram-nya, jelas tertulis 4 jam yang lalu. Itu artinya, terhitung sudah empat jam Clara menunggu, dari pukul 14.00 hingga sekarang pukul 18.00. Clara merasa dipermainkan. Ia bahkan tidak melawan saat keputusan dadakan ini mengharuskannya pindah bekerja, tapi sekarang ia sungguh merasa kesabarannya dikuras habis-habisan. Sekarang ia hanya bisa berdoa Nina bisa membereskan semuanya dan semua bisa kembali seperti sebelumnya.

Ia berharap memiliki kesempatan untuk meninju wajah calon bos barunya ini. Entah sekarang atau nanti, kapan pun tidak masalah, yang pasti Clara sangat ingin mendaratkan bogemnya di wajah calon bos yang sangat tidak on-time ini.

Sibuk? Bukankah bisa membiarkan Clara pulang dulu dan pertemuannya bisa diundur sampai besok. Sial, orang yang punya banyak uang terkadang semena-mena begini. Clara bahkan tidak bisa kabur karena salah satu orang suruhan bos barunya itu berdiri di depan pintu. Saat hendak ke toilet saja, Clara diawasi. Bukankah sekarang Clara sudah seperti tawanan?

Clara yakin, di luar pasti hari mulai gelap. Meskipun ia berada di ruangan VIP sebuah restoran mewah, tetap saja yang namanya menunggu itu tetap membosankan terlebih sendirian. Ia sudah marathon sekitar tiga episode drama Korea, lalu bermain di media sosial cukup lama, pramusaji juga sudah beberapa kali membawakan makanan dan minuman ... sialnya orang yang ditunggunya tidak kunjung tiba.

Clara membuka pintu, membuat orang yang menjemputnya, membawanya ke sini dan sekarang seolah sedang menjaganya supaya tidak kabur ... ya, pria itu langsung menoleh. Wajahnya seakan-akan mengisyaratkan pertanyaan, 'Mau ke mana lagi lo?!'

"Berapa jam lagi aku harus nunggu? Mau sampai pagi?" tanya Clara, bernada frustrasi. "Aku mau tidur kalau masih lama." Tidur di rumah maksdunya, sungguh Clara ingin pulang sekarang juga.

"Bos sudah di jalan, kok. Tunggu sebentar lagi."

"Dari tadi di jalan tapi nggak datang-datang. Memangnya bos ada di Antartika, sampai-sampai perlu waktu se-lama ini?"

"Kali ini serius, kok. Sekarang udah sampai di parkiran. Mungkin lima sampai sepuluh menit sampai ke ruangan ini."

"Awas kalau lewat dari itu ya, kamu nggak bisa paksa aku buat tetap di sini. Aku mau pulang."

Setelah mengatakan itu, Clara kembali menutup pintunya. Persetan dengan kesopanan, ia bukanlah orang yang se-sabar itu.

Baru saja duduk, tiba-tiba pintu kembali terbuka. Sungguh, Clara bukan hanya terkejut, tapi ia juga tidak menyangka. Kenapa pria yang seminggu lalu datang ke rumahnya dalam keadaan mabuk ada di sini? Tunggu, inikah bos sialan itu? Mata Clara otomatis membelalak.

"Kamu!" ucap Clara spontan.

Setelah menutup pintu, Revan memutar tubuhnya menghadap Clara yang masih duduk. Revan tersenyum nakal. "Kamu? Begitukah cara menyapa bos barumu?"

Clara tahu, perusahaan tempatnya bekerja masih berhubungan dengan WE karena masing-masing pimpinannya ada hubungan kekerabatan. Namun, dari sekian kemungkinan ... Revan berbuat senekat ini adalah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh Clara sebelumnya. Dari mana Revan tahu ia bekerja di sana? Mungkinkah Benny yang memberi tahu?

Clara juga tidak menyangka, apa mungkin atasannya juga tahu tentang hal ini? Sial, ia benar-benar merasa dikhianati semua orang. Ini jebakan yang nyaris membuatnya terperangkap dengan sempurna.

"Sumpah, dari awal aku ngerasa ini aneh dan sangat janggal. Rupanya kamu yang ada di balik ini semua?"

"Pak ... panggil saya Pak Revan." Pria itu lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Clara.

"Sial, kekonyolan macam apa ini? Aku nggak nyangka kamu berbuat sejauh ini."

Lagi, Revan tersenyum yang sialnya membuat pria itu terlihat semakin tampan. "Bagimu mungkin begitu, tapi menurutku ... sangat mudah dan perbuatanku ini belum terlalu jauh. Ya, aku melakukannya semudah itu. Hanya dalam sekejap, kamu ada di tanganku."

"Pria licik! Kamu melakukan ini hanya karena pria berengsek seperti Ben?!" Persetan dengan menghormati pria yang kini menjadi bosnya itu. Lagi pula, Clara lebih memilih mengundurkan diri, daripada bekerja di bawah kekuasaan pria yang mati-matian berusaha melindungi si berengsek Benny.

"Bagimu mungkin Ben hanyalah pria berengsek, tapi bagiku ... dia salah satu tambang emasku. Ah, otak pebisnis dan pendendam sepertimu tentu saja berbeda ya."

Revan tidak tahu apa-apa sehingga bisa berkata seenteng itu. Clara yakin jika Revan tahu kenyataannya, pasti tidak akan melakukan hal sekonyol ini.

"Mengaku saja, Clara. Sebenarnya kamu masih menyayangi Ben, kan?"

Clara tercekat. "What?! Omong kosong macam apa itu?"

"Sudah seminggu, tapi kamu nggak melakukan apa-apa," ucap Revan.

Clara mengerti, pasti maksud pria di hadapannya adalah foto-foto mesum Benny.

"Lebih tepatnya belum. Aku memang sengaja belum meng-upload-nya," sanggah Clara.

Ya, Clara memang berencana memostingnya sebelum perilisan film 'Cinta Sejati' yang dibintangi oleh Benny dan Ariana sebagai pemeran utama. Jadi, hanya karena ia sampai sekarang belum memostingnya, bukan berarti ia tidak akan melakukannya. Bukankah akan lebih asyik dan ramai jika skandal ini tersebar sebelum film mereka tayang?

Setelah memutuskan itu, Clara benar-benar tidak pernah menduga kalau Revan akan berbuat sejauh ini.

Belum sempat Revan merespons ucapan Clara, terdengar suara ketukan pintu lalu masuklah seorang pramusaji dengan membawa nampan berisi dua gelas minuman. Wanita itu meletakkannya di hadapan mereka berdua.

Setelah pramusaji undur diri, tentu perdebatan mereka berdua kembali berlanjut. Meskipun sebenarnya Clara lumayan lelah karena Revan membuatnya menunggu berjam-jam.

"Lalu kapan rencana kamu meng-upload itu semua?"

"Pertanyaan ini lagi. Kenapa aku harus ngasih tahu kamu?" balas Clara mencibir. "Mau siap-siap membungkam media?" lanjutnya.

"Kenapa kamu begitu keras kepala dan sulit sekali diajak kerja sama, Clara?"

"Aku rasa ini pembicaraan yang sangat nggak berguna. Jadi, lebih baik aku pergi. Besok, aku akan bawa surat pengunduran diri ke hadapan kamu." Clara sudah berdiri, dan secepatnya Revan ikut berdiri untuk menahan wanita itu.

"Please ... jadikan pembicaraan ini berguna. Aku ingin kita bersepakat, Clara."

"Sayangnya aku nggak tertarik."

"Please, duduk dulu." Revan kemudian mengeluarkan sesuatu dalam saku jasnya.

Melihat itu, Clara pun terpaksa duduk kembali.

"Minum dulu, supaya lebih tenang dan nggak emosi terus."

"Siapa yang emosi?" jawab Clara.

"Kamulah. Makanya minum dulu." Ya, meskipun sejak tadi Clara terkesan nge-gas, tapi Revan selalu berusaha mempertahankan sikap ramahnya.

Clara yang memang cukup lelah dan memang haus, akhirnya menenggak minuman yang dibawa oleh pramusaji beberapa saat yang lalu. Entah ini minuman keberapa sejak ia berada di restoran ini selama berjam-jam.

Di saat yang bersamaan, Revan menujukkan kertas dalam amplop tadi. "Ini sah ya, kamu tanda-tangan sendiri kontraknya."

What?! Kontrak?

"Maksudnya kontrak apa?" Sial, sepertinya Clara sudah kecolongan. Tadi pagi ia memang menandatangani sesuatu tanpa membacanya lebih dulu. Ia juga tidak menaruh curiga sedikit pun karena bosnya langsung yang memintanya tanda tangan. Selain itu, pikirannya sedang kalut sehingga tidak kepikiran untuk membacanya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Revan berada di balik ini semua.

"Selama satu tahun ... kamu menjadi asistenku."

"Itu konyol. Sumpah konyol banget. Aku nggak dikasih tahu sejak awal kalau bakalan begini." Tentu saja kalau Clara tahu, ia pasti tidak ada di sana sekarang. Ia pasti akan mengundurkan diri detik itu juga.

"Surat ini sah. Jadi, mulai sekarang jangan pernah lancang padaku, mengerti?"

Clara menggeleng. Lagi pula kepalanya mulai terasa berat, matanya seakan berkunang-kunang dan tubuhnya seperti kehilangan tenaga. Kesadaran Clara pun berangsur-angsur menghilang. Clara berkata dengan lemah, "Bodoh. Kamu melakukan ini hanya untuk pria berengsek yang selingkuh sama—"

Clara tidak bisa melanjutkan perkataannya. Sampai pada akhirnya, hal terakhir yang Clara ingat adalah ... Revan bergerak maju untuk meraih tubuhnya yang nyaris jatuh ke lantai. Ya, setelah itu Clara tidak ingat apa-apa lagi karena semuanya gelap. Kesadaran wanita itu sudah hilang sepenuhnya.


BERSAMBUNG....

Malam Jumat waktu yang tepat buat kerasukan wkwk

Cius, ini updatenya agak panjang. Setara 2 part :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top