Bab 10
Silakan cek BAB 9 dulu, soalnya saya dobel update :)
****
Di sela-sela pesta, Revan memasuki sebuah kamar hotel. Ia masuk duluan dan Ariana akan menyusulnya beberapa menit kemudian. Mereka memang sengaja masuk secara terpisah untuk menghindari orang-orang mengetahui hal ini.
Sekitar setengah jam menunggu, akhirnya Ariana masuk. Revan langsung menyambutnya dengan senyuman penuh kerinduan. Sedangkan Ariana segera menghampiri pria yang kini duduk santai bersama ponselnya di sofa dekat jendela.
"Maaf membuatmu menunggu lama, Mas."
Setelah Ariana duduk di sampingnya, Revan secepatnya meletakkan ponselnya di meja. Ia kemudian merangkul Ariana. "Aku yang seharusnya minta maaf. Maaf untuk kejadian kemarin malam ya, Sayang. Aku benar-benar merasa bersalah. Aku tadinya mau ke rumahmu pagi-pagi sekali, tapi—"
"Sejujurnya aku ingin marah, terlebih tamu bulanan membuatku mudah mengeluarkan tanduk. Tapi ... aku ingat seminggu lagi aku berangkat dan kita akan LDR selama kurang lebih tiga Minggu. Bukankah terlalu membuang-buang waktu untuk merajuk?" ucap Ariana seraya menyandarkan kepalanya ke pundak Revan.
"Ah iya, di satu sisi aku senang kamu tidak marah, Sayang. Tapi di sisi lain datang bulanmu membuat kita tidak bisa bercinta."
"Kita bisa melakukannya setelah aku pulang, Mas. Sampai puas."
"Oke, oke," balas Revan. "Sebagai gantinya ... mari tidur bersama di sini. Hanya tidur."
Ariana tampak berpikir sejenak, berusaha mencari cara untuk menolak tanpa membuat Revan curiga. "Sebenarnya aku ingin, Mas. Ingin sekali. Tapi aku harus menghafalkan naskah karena ada beberapa bagian yang masih terdengar kaku saat aku ucapkan. Maaf ya, Mas."
Revan terdiam sejenak, sampai kemudian ia menjawab, "Tentu saja kamu harus menghafalkannya, Sayang. Peran ini sangat penting dan akan berpengaruh terhadap kariermu. Jika aktingmu tidak mengecewakan, tidak menutup kemungkinan sutradara akan mengajakmu bekerja sama lagi di film-film selanjutnya."
"Ah, syukurlah kalau Mas Revan mengerti. Aku sempat was-was karena takut Mas kecewa."
"Jangan khawatir, Sayang. Aku akan selalu mendukungmu. Lagi pula selama ini kamu selalu mengerti tentang kesibukanmu, mana mungkin aku tidak melakukan hal yang sama?"
Ariana tersenyum. "Oh ya, masalah Ben sama Clara gimana?"
Revan mengernyit. "Tunggu ... kamu tahu tentang Clara?"
Mampus, Ariana keceplosan! Seharusnya ia tidak menyebut nama.
"A-aku tahu namanya dari Ben, Mas. Jangan lupa, dia lawan main aku di film ini. Untuk membangun chemistry terkadang kami membicarakan banyak hal. Termasuk tentang Clara ini. Asal Mas tahu, Ben mulai nggak fokus sejak Clara mengancamnya."
"Sial. Wanita itu benar-benar pengacau!" umpat Revan. "Sayang, kalau nanti Ben nggak fokus lagi atau kepikiran tentang Clara terus ... bilang aja kalau semuanya bisa diurus. Bisa banget."
"Serius, Mas?"
"Tentu saja. Masalah apa, sih, yang nggak bisa aku selesaikan?"
Ariana lalu mengecup pipi Revan. "Calon suamiku ini benar-benar hebat."
"Ini karena aku memiliki calon istri sepertimu, Sayang."
Lagi, Ariana tersenyum. Ia tidak bisa membayangkan betapa kecewanya Revan jika tahu kelakuannya yang sebenarnya.
Sejujurnya, kalau ditanya apakah ia menyukai Revan, jelas Ariana akan menjawab iya. Terlepas dari tampan, tinggi, memiliki tubuh yang bagus dan sangat kaya, Revan juga teramat mencintainya. Revan juga alasan kariernya makin naik. Ya, pria itu tidak sungkan menganakemaskan dirinya ketimbang aktris-aktris lain. Semenjak berpacaran dengan Revan, boleh dibilang job yang Ariana terima jadi lebih banyak dan benar-benar menguntungkannya.
Namun, tidak bisa dimungkiri Ariana juga merasa nyaman dengan Benny. Padahal hubungannya dengan pria itu bermula dari one night stand. Siapa sangka malah berlanjut dan berbuntut panjang sampai sekarang. Ditambah lagi, hal itu juga yang menyebabkan kandasnya hubungan Benny dengan Clara.
"Mumpung lagi bahas Ben, aku lupa bilang satu hal. Lebih tepatnya bukan lupa, sih ... tapi aku belum bilang karena semalam Mas mabuk berat dan nggak bisa diajak bicara. Jadi, aku baru bisa bilang sekarang."
Revan lalu menatap Ariana dengan tatapan serius sekaligus penasaran. "Ada apa, Sayang?"
"Kemarin sore pas meeting ... fix diputusin bakalan ada kissing scene antara aku dan Ben," ucap Ariana takut-takut.
"Oh, terus?" balas Revan dengan santainya. Sungguh, ini adalah respons yang tidak terduga bagi Ariana.
"Loh, Mas Revan nggak cemburu?"
"Aku bukan orang baru di bidang ini, Sayang. Aku tahu ciuman di film itu seperti apa. Palsu dan biasanya disempurnakan sama angle pengambilan gambar. Apa kamu lupa, kamu juga pernah beradegan ciuman sama beberapa aktor lain. Jadi, untuk apa aku cemburu sama Ben, terlebih dia berada di bawah naungan WE juga. Kissing scene nggak bikin aku cemburu atau marah. Kalau kalian selingkuh ... barulah aku marah. Tapi, kan, kalian nggak mungkin selingkuh," kekeh Revan.
Sumpah demi apa pun, jantung Ariana berdetak semakin cepat setelah mendengar penuturan Revan. Apa jadinya kalau hal ini terbongkar? Seketika Ariana takut dan agak menyesal. Haruskah ia berhenti sebelum benar-benar ketahuan dan menjadi bencana untuk dirinya sendiri?
"Ka-kalau bed scene?"
"Pakai pemeran pengganti dong, dan aku stuntman-nya," balas Revan seraya tertawa ringan. "Aku udah baca keseluruhan naskahnya kok, Sayang. Enggak ada yang aneh-aneh. Kalau ciuman ... dari awal aku juga udah nebak pasti bakalan ada."
Belum sempat Ariana menjawab, tiba-tiba ponsel Revan berdering menandakan ada panggilan masuk. Baik Revan maupun Ariana sama-sama terkejut melihat nama 'Mama' sebagai sang penelepon. Terlebih malam-malam begini.
Bagai kesempatan di balik kesempitan, Ariana yang mengira setidaknya perlu waktu satu sampai dua jam lagi berada di kamar ini, sekarang seakan menemukan titik terang bahwa ia bisa keluar sekarang juga.
Bagaimana tidak, saat Revan sudah mengobrol dengan orangtuanya terutama sang Mama baik secara langsung maupun via telepon, pasti membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Ariana kemudian mengecup pipi Revan.
Seakan mengerti, Revan berkata, "Maaf ya...."
"Aku juga mau langsung pulang, kok. Aku tadi udah bilang, kan, kalau mau ngafalin naskah?"
"Oke, sampai ketemu nanti, Sayang," balas Revan. "Bilang sama Rima jangan ngebut-ngebut."
"Siap, Bos!"
Ariana bergegas meninggalkan kamar hotel dengan senyum puas. Saat tangannya sudah menyentuh kenop pintu, samar-samar ia mendengar Revan sudah mulai berbicara dengan mamanya yang berada di ujung telepon sana.
Setelah menutup pintu kamar hotel dari luar, Ariana kembali memikirkan hubungannya dengan Revan. Bukankah sangat bodoh jika ia menyia-nyiakan pria baik, kaya raya dan setampan Revan?
Haruskah Ariana berhenti selingkuh sebelum benar-benar ketahuan?
Bersambung....
Sampai jumpa besok (kalo kesurupan)😅😅
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top