BAB 18
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh, Teman-teman yang dirahmati oleh Allah SWT. Semoga selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan-Nya. Tetap semangat untuk hari ini, esok, dan seterusnya, ya. Perjalanan masih panjang.
Jangan lupa vote, comment, dan share cerita ini ke teman-teman yang lainnya yaa;)
Happy Reading:)
***
Dia yang merasa hancur sebab kepergian orang tersayang. Baginya, semua orang tidak akan pernah mengerti keadaannya. Perlu waktu, kita perlu menerima dan mengerti keadaannya.
***
Saat Aini kembali ke aula pesantren, anak-anak panti mulai menampilkan penampilan drama islaminya. Ummi Hawa dan juga beberapa pengurus panti hadir dan duduk di kursi paling depan untuk menonton geladi tersebut. Namun, ada yang berbeda dari penampilan anak-anak panti pada acara geladi hari ini. Mereka terlihat lesu dan tidak bersemangat, yang membuat mereka tidak menjiwai perannya dalam drama.
Ummi Hawa, para pengurus panti, dan juga Manaf merasa heran dan menyayangkan hal itu. Padahal, saat latihan kemarin malam mereka bisa sangat maksimal memainkan perannya.
"Ada apa dengan kalian, anak-anak?" Tanya Ummi Hawa saat mereka turun dari panggung, sedangkan dramanya belum selesai ditampilkan.
Mereka semua terlihat tak bersemangat. Tidak ada wajah-wajah ceria anak panti pagi hari ini. Tanpa merespon pertanyaan Ummi Hawa sedikitpun, mereka kemudian duduk di tempat duduk penonton.
Aini tampak khawatir melihat anak-anak panti. Ia segera menghampiri Manaf untuk menunjukkan susunan dan roundown untuk acara Milad yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini.
"Acara geladi sudah dimulai sekitar setengah jam yang lalu, dan anda baru membagikan ini?"
Baru saja Aini sampai dengan nafas yang terengah-engah karena berlari, Manaf langsung memarahinya.
"Anda itu kenapa, sih?" Tanya Aini dengan nada sedikit meninggi karena tidak terima dengan kata-kata dan nada Manaf yang membuatnya tak nyaman didengar.
Manaf tak menjawabnya, ia justru malah pergi entah ke mana tanpa berniat sedikitpun untuk menjawab pertanyaan Aini.
Ada rasa sakit hati dan di sisi lain Aini ingin sekali berteriak memarahi Manaf.
Selama acara geladi berlangsung, Manaf terlihat sibuk sendiri dalam mengurus acara, padahal dia adalah ketua yang seharusnya tidak sesibuk itu.
Ia meluapkan semua emosi negatifnya dengan seperti ini. Banyak santri dan khususnya anak-anak panti yang merasakan perbedaan Manaf. Manaf yang biasanya ramah, kini tiba-tiba berubah menjadi orang berwajah garang dan tidak menyenangkan.
Aini ingin membantu banyak terkait berlangsungnya acara, tetapi kali ini Manaf berbeda. Hal itu membuat Aini tidak mau ikut campur.
"Anti tidak ada kerjaan, kah?" Pertanyaan dari Zain itu mengejutkan Aini yang sedang melamun sambil berdiri.
Aini menggelengkan kepalanya.
"Ana saranin anti cari lagi MC buat acara nanti," ucap Zain sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
Aini menoleh ke arah Zain. "Lho, di roundown acara sudah saya cantumkan siapa yang menjadi MC. Pun, saya sudah konfirmasi ke orangnya."
"Orangnya berhalangan. Baru saja beliau menyampaikannya ke ana," ucap Zain.
Acara geladi siang ini berjalan tanpa pemandu acara/ MC. Sedari tadi Manaf yang mengatur acara secara penuh. Di sisi lain, Khadijah pun menyadari perubahan Manaf yang tidak biasanya. Ada rasa ingin berbincang, walaupun hanya sekadar bertanya 'kenapa?'. Kesempatan itu ia dapatkan ketika Manaf menghampirinya.
"Yang akhwat sudah bagus, dan semuanya lancar. Tinggal dipertahankan dan dimaksimalkan ketika pelaksanaannya, ya," ucap Manaf pada Khadijah sambil tersenyum sekilas.
"Baik. Semoga Ustadz Manaf baik-baik saja, ya." Begitulah ucap Khadijah sebelum akhirnya berlalu menghindari Manaf.
Selama ini mengenal Khadijah, Manaf tidak pernah mendapatkan kata-kata seperti yang sebelumnya Khadijah katakan. Khadijah yang tertutup dan terjaga selalu membuatnya kagum luar biasa. Manaf kemudian tersenyum mendengarkan kata-kata itu terucap dari Khadijah, meskipun seketika senyuman itu pudar kembali.
Aini yang hendak menghampiri Manaf mengurungkan niatnya. Ia melihat kecocokan pada mereka berdua, yang membuatnya merasa tak pantas untuk terlalu dekat dengan Manaf.
Di sisi lain, Aini menyadari bahwa dirinya perlu untuk berkomunikasi dengan Manaf terkait pemandu acara yang berhalangan untuk bertugas di acara nanti. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menghampiri Manaf, mau tidak mau.
"Saya boleh berbicara sebentar dengan anda?" Tanya Aini yang tak mendapatkan respon apapun dari Manaf. Dia malah sibuk mengarahkan seorang santri yang nanti ditugaskan menjadi operator acara.
"Anda bisa bersikap sedikit bijak, tidak? Apa yang anda lakukan itu seperti anak kecil yang belum bisa mengendalikan emosi! Anda pikir, semuanya akan berjalan baik, dengan sikap dan perilaku anda yang seperti itu?"
Manaf tertegun. Namun, ia tetap tidak menanggapi Aini.
***
Hari ini Aini merasa sangat lelah, meskipun beraktivitas tidak terlalu berat. Ia memutuskan untuk mengantar anak-anak ke panti asuhan dan berniat untuk menemui Hasan. Dirinya diliputi perasaan yang begitu pesimis untuk bisa menemui Hasan. Pasti Hasan akan mengusirnya kembali, pikirnya dalam hati.
Sesampainya di panti, Aini banyak sekali mendengar keluhan dari anak-anak mengenai perubahan Manaf. Aini yang juga tak mengerti tentunya tidak bisa menjelaskan dengan pasti.
"Ustadz Manaf memiliki banyak kerjaan, anak-anak. Mungkin beliau sedang merasa capek," ucap Aini yang berusaha untuk membuat anak-anak tetap berprasangka baik.
Beberapa anak memeluk Aini, kemudian Aini menyambutnya dengan senang hati sambil mengecup kepala mereka satu per satu. Aini begitu terharu, ingin sekali membiarkan air matanya menetes saat itu juga. Anak-anak di sini sangat membutuhkan kasih sayang dari siapapun. Orang tua mereka sudah tiada, siapa lagi yang akan peduli dan menyayangi mereka jika bukan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Bu Asri, Bu Desi dan Bu Siti berada dalam satu ruangan dengan mereka. Tiga pengasuh yang sudah membersamai anak-anak panti dari awal begitu kagum pada Aini. Dalam waktu yang cukup singkat, Aini bisa sedekat itu dengan anak-anak.
Seperti biasa, setelah melaksanakan solat isya, anak-anak panti membaca Al-Quran bersama sebelum istirahat. Malam ini mereka menolak latihan drama untuk acara Milad Yayasan. Mungkin, mereka masih merasa tidak nyaman dan sakit hati dengan sikap Manaf yang tidak seperti biasanya.
Saat anak-anak larut dalam kekhusyukan membaca Al-Quran, Aini mencari-cari keberadaan Hasan. Ternyata, Hasan ada di kamar tidur. Didapati Aini, Hasan sedang terduduk sambil memeluk kedua lututnya. Hasan terlihat begitu pucat, matanya sembab dan merah. Air mata Hasan menetes saat Aini masuk dan menghampirinya.
Kamar tidur itu terlihat sangat berantakan, yang kemungkinan semua barang-barang yang ada di sana Hasan lempar ke sembarang arah. Bahkan, hampir saja Aini terkena pecahan kaca di atas lantai.
Aini memilih untuk membereskan pecahan-pecahan itu terlebih dulu, agar tidak menjadi bahaya bagi semuanya.
"Kamu kenapa melakukan ini, Hasan?" Tanya Aini sambil kembali menghampiri Hasan setelah selesai membereskan pecahan kaca tadi.
Hasan tak menanggapi Aini dan masih melamun.
Aini meneteskan air matanya. Meski sejujurnya, ia pernah merasa sakit hati oleh Hasan, tapi ia begitu mempedulikan Hasan. Aini memeluk Hasan dan lantas mengelus lembut kepalanya.
"Kalau Hasan ada masalah, Hasan boleh cerita ke Bu Aini, kok. Hasan kan, anak sholeh. Kalau Hasan perlu sesuatu, coba bicarakan baik-baik, ya. Agar Bu Aini pun tahu apa yang Hasan butuhkan. Sebisa mungkin Bu Aini pasti bantu Hasan, kok," ucap Aini yang kemudian berhasil menyentuh hati Hasan.
Hasan menangis, Aini masih memeluk Hasan dan mengeratkannya. "Kalau Hasan tahu, Bu Aini sangat-," ucap Aini terhenti karena tak kuasa menahan tangis. "Sangat menyayangi Hasan. Bu Aini menyayangi Hasna dan juga semua anak-anak panti di sini. Ceritalah pada Ibu, Hasan."
Hasan tetap menangis dan kali ini mulai menerima pelukkan Aini. Ia menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Aini. Sungguh, selama ini dia merasa tidak pernah diperhatikan hanya karena dirinya masih belum menerima keadaan bahwa orang tuanya sudah tiada.
"Hasan sudah jahat sama Bu Aini dan semuanya," ucap Hasan sambil menangis.
Aini tersenyum. "Hasan anak yang baik dan sholeh. Ibu bangga bisa ketemu sama Hasan."
"Hasan mau minta maaf."
Aini masih memeluk Hasan.
"Ibu sudah maafkan Hasan. Hasan tahu tidak, kalau Allah itu Maha Pemaaf? Allah juga Maha Baik pada semua makhluknya. Hasan harus rajin solat, mengaji dan berdoa untuk orang tua, agar Allah memberikan mereka tempat yang terbaik."
Manaf terisak melihat kehangatan Aini dan Hasan saat itu. Dia hanya mampu mengintip di belakang pintu, hari ini dia sudah bersikap tidak baik pada banyak orang. Dan dia merasa sangat bersalah.
***
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak, dan Sampai jumpa di chapter selanjutnya yaa:)
#12/05-2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top