BAB 13
Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh, Teman-teman yang dirahmati oleh Allah SWT. Semoga selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan-Nya. Tetap semangat untuk hari ini, esok, dan seterusnya, ya. Perjalanan masih panjang.
Jangan lupa vote, comment, dan share cerita ini ke teman-teman yang lainnya yaa;)
Happy Reading:)
***
Ada hal penting yang harus selalu seorang pendidik tekankan pada dirinya sendiri. Karena dia adalah harapan besar bagi generasi masa depan. Terus memperbaiki kualitas diri dan menjadi sebaik-baiknya teladan, itu adalah hal sederhana yang sangat penting.
***
Masjid Jami' Al-Hafidz adalah masjid utama yang berada di area Pondok Pesantren Al-Hafidz. Selain para santri, biasanya warga yang tinggal di komplek Perumahan Al-Hafidz juga ikut meramaikan dan memakmurkan Masjid Jami' itu.
Pondok Pesantren Al-Hafidz memiliki tanah yang berukuran tidak terlalu besar. Namun, semua bangunan yang ada di sana diposisikan senyaman mungkin untuk para santri menuntut ilmu. Jumlah santri yang ada di sana pun terbilang cukup dan tidak sampai kekurangan ruang. Area akhwat dan ikhwan dipisah. Meskipun terkadang ada agenda tertentu yang mengharuskan ikhwan dan akhwat digabung dalam satu ruangan, yang tentunya dengan pengawasan dan penjagaan yang baik.
Seluruh santri sudah dipahamkan tentang menjaga diri, khususnya menjaga pandangan dari hal yang tidak halal baginya. Terlihat dari bagaimana mereka bersikap.
Untuk malam ini, seluruh staff pengajar di Yayasan Al-Hafidz melaksanakan solat Isya berjamaah di Masjid Jami' Al-Hafidz. Tempat solat antara ikhwan dan akhwat sangat terjaga.
Saat seluruh pengajar akhwat berjalan beramai-ramai menuju Masjid Jami' sebelum adzan isya berkumandang, Aini justru masih santai di dalam kamar sambil memainkan ponselnya. Hari ini ada banyak sekali pesan yang masuk, hal tersebut membuat Aini harus segera meresponnya.
Tak lama setelah itu, Aini mendengar ada yang mengetuk pintu rumahnya sambil mengucapkan salam. Aini segera bergegas untuk membuka pintu. Ternyata itu adalah Khadijah.
"Eh, Khadijah? Ada apa, ya?" Tanya Aini.
Khadijah tersenyum, terlihat dari dua matanya yang menyipit. "Malam ini kan, kita ada kajian khusus staff pengajar Al-Hafidz, Aini. Selain itu juga kita ada agenda berjamaah isya di masjid jami'."
Aini menepuk dahinya pelan. "Oh, iya. Aku lupa, Khadijah. Dikhawatirkannya lama, kamu duluan aja, nanti aku nyusul, ya," ucapnya.
Khadijah mengangguk. "Baik, kalau begitu, Aini. Aku duluan, ya," ucapnya yang kemudian pamit sambil mengucapkan salam.
Aini mengiyakan dan menjawab salam dari Khadijah. Dia baru ingat bahwa dirinya belum mandi. Segera saja setelah itu Aini melempar ponselnya ke atas kasur dan berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Adzan isya berkumandang saat Aini masih berada di kamar mandi. Aini segera menyelesaikan mandinya.
Kini, dia dibuat bingung untuk memilih gamis. Selama beberapa waktu Aini hanya berdiri dan terdiam di hadapan lemari pakaiannya. Itu benar-benar membuat waktunya terbuang.
***
Aini berlari dengan cepat menuju masjid. Dilihatnya solat isya berjamaah sudah dimulai.
Dengan langkah yang begitu cepat, Aini membuka sandalnya asal dan kemudian berlari masuk ke dalam masjid untuk mengikuti rokaat solat isya yang ketiga di teras masjid karena penuh.
Saat yang lainnya selesai solat, Aini masih berdiri untuk menyempurnakan rokaat solatnya. Manaf yang tengah berjalan untuk menemui Ummi Hawa menggelengkan kepalanya melihat Aini masbuk.
"Sesibuk apa sih, anda? Sampai masbuk seperti ini?"
Aini terperanjat kaget saat baru saja salam setelah solat. Dia menengadahkan kepalanya saat melihat Manaf berdiri di sana.
Aini tak berniat untuk menjawab, dia malah mendelikkan matanya kesal.
"Segera lipat mukena anda, dan ikuti saya!"
Manaf berjalan menuju ujung teras masjid yang di sana ada Ummi Hawa sedang sibuk membereskan konsumsi untuk rapat malam ini.
Aini segera melipat mukenanya asal dan menyimpannya di samping pintu masjid. Kemudian berlari menghampiri Manaf dan Ummi Hawa.
"Ada yang bisa saya bantu, Ummi?" Tanya Aini.
Ummi Hawa yang sedang sibuk menghitung konsumsi seketika menoleh ke arah Aini. "Sebentar, Ummi hitung dulu, ya. Nanti kamu bantu bagikan di akhwat, dan Manaf bantu bagikan di ikhwan," ucapnya.
"Siap Ummi," ucap Arkan penuh semangat.
Setelah selesai menghitung, Ummi Hawa langsung memberikan Aini dan Manaf masing-masing satu dus yang berisi konsumsi untuk malam ini. Mereka berdua kemudian mengangkat dus tersebut dan pergi ke dalam masjid.
Manaf berjalan lebih dulu, dan Aini mengikuti dari belakang. "Anak-anak panti aman?" Tanya Manaf tanpa sedikitpun menoleh ke arah belakang.
Aini terdiam sejenak. Sebenarnya hari ini adalah hari yang tidak mudah bagi Aini. Khususnya untuk mengajak Hasan.
"In Syaa Allah, aman," ucap Aini sedikit ragu.
"Saya titip anak-anak panti. Jaga dan didik mereka dengan baik."
"In Syaa Allah."
"Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk berbicara pada saya. Sebisa mungkin saya pasti bantu," ucap Manaf sebelum akhirnya mendahului Aini masuk ke dalam masjid.
Aini terdiam, melamun untuk beberapa saat. Kemudian tersadar saat Ummi Hawa menepuk pundaknya. "Kenapa melamun di ambang pintu seperti ini, Aini?"
Aini terperanjat kaget. "Eh, Ummi. Siap, Mi. Aini bagikan sekarang juga konsumsinya."
Aini kemudian izin untuk masuk ke dalam masjid dan mulai membagikan konsumsinya ke seluruh pengajar akhwat. Melihat itu, Ummi Hawa menggelengkan kepalanya dan kemudian ikut masuk ke dalam masjid.
Setelah selesai membagikan konsumsi ke seluruh pengajar Akhwat, Aini kemudian memilih duduk di barisan depan, paling ujung, dan dekat dengan pintu masuk. Ada materi luar biasa yang berhasil menarik perhatiannya malam ini.
Pentingnya peran pendidik bagi generasi masa depan. Itulah yang menjadi tema untuk materi di kajian khusus pengajar Al-Hafidz malam ini. Selalu ada tema dan judul yang relevan dengan kondisi para pengajar di zaman sekarang.
"Mungkin kita sering mendengar kata-kata ini, 'Kalau bukan oleh kita, oleh siapa lagi?'. Begitulah seharusnya kita bertanya pada diri kita sendiri. Kita, sebagai seorang pendidik bagi generasi masa depan. Nasib generasi tersebut ada di tangan kita. Seandainya kita tidak menanamkan pendidikan yang baik, akibatnya adalah kehancuran di masa yang akan datang. Itu adalah tanggungjawab dan amanah yang tidak mudah, sebab ganjarannya sangat luar biasa di sisi Allah. Kita harus mampu menanamkan keimanan di dalam hati anak-anak didik kita. Itu akan menjadi modal besar yang sangat penting bagi mereka." Materi itu disampaikan oleh Ustadz Bilal.
Aini meyimak penyampaian materi dengan sangat serius. Kini dia semakin sadar akan perannya sebagai seorang pendidik. Meskipun dia tahu, bahwa dirinya masih jauh dari kata layak untuk dikatakan sebagai guru.
Setidaknya, dengan materi yang disampaikan malam ini, bisa menjadi salah satu penguat bagi Aini untuk terus berusaha memperbaiki dirinya. Sebab dia menyadari bahwa ketika berada di posisi sebagai pendidik otomatis dirinya dituntut untuk menjadi teladan yang baik bagi seluruh anak didiknya.
Setelah penyampaian materi dan sesi Tanya jawab selesai, Ustadz Bilal beralih untuk menyampaikan beberapa informasi terkait acara Milad Yayasan Al-Hafidz yang akan dilaksanakan beberapa minggu lagi. Pada acara tersebut, Manaf menjadi ketua pelaksananya, sedangkan Aini menjadi bagian acara.
Acara tersebut diadakan tidak lain dan tidak bukan adalah sebagai syukuran sebab masih bertahan dan berkembangnya Yayasan Al-Hafidz sampai hari ini. Lebih dari itu, dengan berdirinya Yayasan ini juga memberi kesempatan dan peluang bagi masyarakat sekitar untuk mendapatkan ilmu agama melalui kajian untuk umum yang rutin diadakan setiap sepekan sekali.
"Sedekat apa kamu sama Ustadz Manaf?" Wardah, yang saat itu duduk di samping Aini berbisik pelan. Hal tersebut tentu saja membuat Aini terkejut.
Aini mengernyitkan kedua dahinya bingung. "Maksudnya apa?"
Aini melihat raut wajah Wardah yang membuatnya tidak nyaman.
***
Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak, dan Sampai jumpa di chapter selanjutnya yaa:)
#04/05-2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top