BAB 1

Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakaatuh, Teman-teman yang dirahmati oleh Allah SWT. Semoga selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan-Nya. Tetap semangat untuk hari ini, esok, dan seterusnya, ya. Perjalanan masih panjang.

Jangan lupa vote, comment, dan share cerita ini ke teman-teman yang lainnya yaa;)

Happy Reading:)

***

Di tengah malam yang sangat sunyi, sebuah bus melaju dengan kecepatan sedang melewati jalanan sepi. Sepanjang sisi jalan hanya ada pepohonan yang menjulang tinggi. Tak ada satupun rumah atau bangunan, bahkan lampu untuk menerangi jalananpun tidak ada.

Tiba-tiba bus tersebut berhenti secara perlahan, hingga membangunkan beberapa penumpang yang ada di dalamnya.

Seorang lelaki dengan perawakan tinggi masuk ke dalam bus dan berusaha mencari-cari tempat duduk yang kosong. Bus yang gelap membuatnya kesulitan untuk mencari. Tak lama setelah itu, ia menemukan satu kursi kosong di pinggir seseorang yang tengah tertidur. Tanpa berpikir panjang, ia pun segera duduk di sana.

Lelaki berpeci yang menaiki bus di tengah malam itu bernama Manaf Danadyaksa. Dia tidak menyadari bahwa saat itu dia tengah duduk di samping seorang perempuan.

Tak lama setelah duduk, Manaf pun ikut tertidur sambil memeluk tas ransel yang dibawanya.

"HALLO, BANG!"

Suara yang terlontar cukup keras itu berhasil membuat Manaf terbangun setengah sadar, dia tak berniat untuk membuka matanya karena merasa sangat mengantuk.

"Aku masih di bus. Doain aku ya, Bang. Aku takut banget ih sumpah. Abang tau, kan, aku itu perempuan. Nggak boleh loh bepergian sendiri. Takut banget, mana gelap dan dingin lagi."

"Oh iya, tadi bus yang aku naikin ngelewati hutan loh, Bang. Ih, serem banget. Mana gelap, nggak ada lampu satupun. Terus nih, ya, Bang. Di pinggir jalan ada yang naik ke bus. Aku takut dong, eh dia malah duduk di pinggir aku. Awalnya aku takut, tapi selama dia masih manusia ya udah lah, ya, gapapa. Berarti masih aman dan aku masih selamat."

Manaf yang menutup matanya dengan rapat itu masih mampu mendengar ocehan seorang gadis yang berada di sampingnya.

Memangnya saya hantu, batin Manaf yang lantas mengabaikan gadis itu dan melanjutkan tidurnya.

***

Perjalanan malam yang melelahkan. Bus yang mereka naiki berhenti di sebuah perempatan yang biasanya banyak penumpang turun di sana. Pagi ini jalanan masih sepi, matahari pun terlihat masih malu-malu menampakkan dirinya.

"Permisi, dong!" ucap seorang wanita yang semalaman duduk di samping Manaf.

Manaf hanya mengernyitkan dahi, tubuhnya tak mengikuti intruksi wanita itu.

Wanita itu merasa kesal karena tidak ditanggapi sama sekali. "Denger nggak, sih?"

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Manaf kemudian menggeser sedikit tubuhnya agar wanita itu bisa keluar dari tempat duduknya.

"Lain kali, jadi cowo itu yang peka, dong!" Itulah pesan terakhir dari wanita yang sebelumnya duduk di samping Manaf.

Mendengar itu Manaf hanya menggelengkan kepala sambil mengelus dadanya. Masih pagi ada-ada aja orang yang menguji emosi, batin Manaf sambil terkekeh pelan.

Setelah itu, bus kembali melaju. Beberapa menit kemudian, sampai di tempat yang Manaf tuju. Baru saja Manaf turun dan melangkahkan kaki untuk berjalan, seseorang memanggilnya, "Mas!"

Manaf berbalik.

"Ini tasnya ketinggalan di kursi bus. Lain kali harus lebih menjaga barang-barang pribadinya ya, Mas!" ucap seorang lelaki paruh baya yang sengaja turun dari bus untuk memberikan tas itu pada Manaf.

Manaf yang menatap tas ransel berwarna biru tua itu bingung. Itu bukan tas ransel miliknya. Kemudian seketika dia ingat wanita yang tadi duduk di sebelahnya. Mungkin ini tas punya dia, pikir Manaf.

"Pasti dia orangnya ceroboh, mana bawel banget, lagi!" ucap Manaf pada dirinya sendiri.

Tanpa pikir panjang lagi, Manaf membawa tas ransel itu menuju satu tempat yang sangat ia rindukan. Sebuah tempat para penghafal Quran yang selalu membuat hatinya damai. Dan lebih dari itu, ada seseorang yang juga sangat ia rindukan.

Yayasan Al-Hafidz nama tempat itu. Tempat ia bekerja juga mengabdi untuk anak-anak para penghafal Quran. Bibirnya secara reflek melengkung saat melihat seorang gadis yang sedari dulu ia kagumi.

Gadis itu sangat tertutup, bukan hanya secara pakaian yang memakai niqob, tetapi juga tertutup secara kepribadian. Tak pernah terbuka tentang permasalahan pribadinya pada siapapun. Gadis itu bernama Khadijah.

Manaf segera menundukkan kepalanya. Dia paham betul, bahwa Khadijah tidak suka dan akan merasa risi jika terus ia perhatikan. Manaf masih tetap dengan senyumannya, Khadijah selalu membuat hatinya bergetar.

"'Afwan, Ustadz Manaf. Ustadz ditunggu Ustadz Bilal di kantor yayasan. Baiknya segera menemui beliau," ucap Khadijah yang menghampiri Manaf bersama salah satu temannya.

Manaf terkesiap. "Oh, i-iya. Jazakillahu khairan."

Khadijah mengangguk pelan dan kemudian berlalu pergi meninggalkan Manaf yang masih terpaku di pinggir jalan.

Manaf segera berjalan menuju rumahnya untuk menyimpan barang-barang yang ia bawa setelah pulang dari kampung halamannya beberapa minggu kemarin. Perjalanan yang sangat melelahkan sekaligus berat baginya. Ia harus meninggalkan keluarganya lagi. Selama beberapa tahun ini, Manaf sudah cukup menyiksa keluarganya dengan kerinduan. Terlebih lagi, Manaf selalu percaya diri dengan mengatakan, "Saya kan, orangnya ngangenin."

Sudah sekitar tiga tahun lamanya Manaf berkontribusi memberikan banyak manfaat di Yayasan Al-Hafidz, khususnya di Pesantren dan panti asuhan Al-Hafidz.

Manaf suka anak-anak kecil. Baginya, berkumpul dengan anak-anak bisa membuatnya lupa pada setumpuk masalah dan pekerjaan yang ia punya.

"Ustadz Manaaaaf!" Suara anak-anak terdengar begitu nyaring di telinga Manaf.

Manaf membalikkan badannya sambil menampilkan wajah paling ceriannya. Terlihat, ada beberapa anak dari panti asuhan Al-Hafidz berlari menghampirinya. Sebagian memeluk Manaf dengan erat.

"Ustadz kita kangen banget sama Ustadz," ucap seorang anak perempuan yang bernama Icha.

"Wah, sama dong. Ustadz juga kangen sama kalian," ucap Manaf sambil menampilkan senyuman terbaiknya. "Siapa di sini yang selama liburan hafalannya nambah?" tanyanya sambil mengacungkan tangan.

"Aku, aku, aku!" Dengan penuh semangat anak-anak itu mengacungkan tangannya bersamaan sambil berebutan untuk mendapatkan perhatian Manaf.

"Maa Syaa Allah. Kalian semuanya luar biasa. Nanti malam Ustadz mau tes satu per satu di panti ya. Yang setorannya lancar, Ustadz mau kasih hadiah."

"Alhamdulillah, Yeaaaay!!"

Anak-anak itu bersorak girang dan kemudian memeluk Manaf secara bergantian, kemudian mencium tangan Manaf dan pamit pergi menuju saung baca, tempat mereka belajar.

Manaf masih tersenyum sambil melihat kebersamaan mereka yang begitu hangat. Tiba-tiba air matanya menetes. Dia terharu pada anak-anak yatim piatu itu. Mereka bisa sekuat dan sebahagia itu menjalani kehidupan meski tanpa kedua orang tua. Maka ia selalu berjanji, agar selalu bisa membahagiakan anak-anak semampu yang ia bisa. Selain itu, Manaf juga berjanji agar bisa menjadi sosok guru sekaligus ayah yang baik untuk semua anak-anak di panti asuhan Al-Hafidz.

*******

Terima kasih sudah membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak, dan Sampai jumpa di chapter selanjutnya yaa:)

#25/02-2022

re-publish: 19/09-2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top