9. Welcome to Sendai
🌷🌷🌷
Aisyah dan Alif menginjakkan kakinya di Bandara Narita, Jepang setelah melewati penerbangan selama lebih dari tujuh jam. Meskipun letih mendera tubuhnya, seuntai senyum tak pernah lepas dari bibir Ai.
Mereka melangkah beriringan memasuki sebuah kedai kopi ternama yang terletak di area bandara. Tubuh Ai dan Alif membutuhkan suntikan kafein agar lebih fresh.
Ai dan Alif memutuskan untuk melepas lelah sejenak sembari menikmati secangkir kopi dan kudapan. Keduanya berencana melanjutkan perjalanan menuju sendai menggunakan Shinkansen.
Ai merasakan tubuhnya seakan terbang melayang di atas rel, pertama kalinya naik kereta api dengan kecepatan super 300km/jam menghadirkan sensasi tersendiri bagi gadis itu. Wajahnya sedikit pias.
Alif tersenyum miring melihat perubahan wajah Ai. Ia pun mengulurkan earpods, kemudian mengutak-atik poenselnya sejenak. "Pakailah! Lumayan membantu," ucap Alif seraya mengerling jahil.
Gadis berhijab itu mencebik. Namun, tangannya menerima pemberian Alif dan langsung memakainya. Ternyata saran pria itu sangat membantu, dirinya merasa kebih baik. Ai pun menoleh ke samping, mengacungkan ibu jarinya seraya tersenyum.
"Ai, bangun! Sudah sampai."
Aisyah samar-samar mendengar suara pria memanggilnya dan merasakan ada yang mengusap-usap lengannya. Ia mengerjap perlahan, tersenyum malu ketika menyadari dirinya ketiduran.
"Ai!" Alif tersenyum jahil sambil menunjuk sudut bibirnya.
Wajah Aisyah seketika memerah. Gadis berlesung satu itu pun buru-buru mengusap sudut bibirnya dengan ujung lengan bajunya.
"Cantik-cantik, ileran." ucap Alif dengan lirih tepat di telingan Ai. Pria itu pun terkekeh, kemudian beranjak turun dari kereta.
Bibir Ai mengerucut dengan wajah memerah menahan kesal. Dengan sedikit mengentakkan kaki, gadis itu mengekori Alif. Wajah Aisyah berbinar ketika dirinya keluar dari stasiun Sendai. Dengan menarik troli, bibirnya tak berhenti mengulum senyum.
"Sendai-shi e yōkoso, Aisyah Nur Rahma." ucap Alif seraya tersenyum menatap istrinya.
"Arigatōgozaimashita," balas Ai sambil sedikit membungkukkan badannya.
Ai dan Alif saling memandang, dan tanpa bisa dicegah tawa mereka lepas secara bersamaan.
Selama di perjalanan, pandangan Ai meliar. Gadis itu takjub dengan kota yang begitu rapi dan bersih. Belum lagi dengan banyaknya pohon-pohon besar yang tumbuh di tengah kepadatan ibu kota prefektur Miyagi itu. Dengan pedestarian yang cukup lebar membuat nyaman para pejalan kaki.
Setelah memakan waktu tiga puluh menit, mereka sampai pada bangunan apāto berwarna kecokelatan. Alif mengajak turun Ai setelah menyerahkan sejumlah uang kepada sopir taksi.
Sebenarnya jarak dari stasiun Sendai menuju apāto bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama lima belas menit. Namun, Alif sengaja meminta kepada sopir taksi untuk berkeliling sejenak melihat pemandangan Sendai.
Alif membukakan pintu apartemen dan mempersilakan Ai untuk masuk. Pandangan Ai mengedar, memindai seluruh penjuru apartemen. Tempat tinggal pria berambut ikal itu tidaklah besar, Ai bersyukur melihat dua buah kamar tidur di sana. Terdapat satu ruangan berisi satu set sofa berwarna hitam dan dapur minimalis.
Apāto ini sangat rapi dan bersih. Tidak ada hiasan sama sekali. "Pantas aja ... sama kayak orangnya. Kaku," gumam Ai.
"Ini kamarmu sementara," tunjuk Alif pada kamar yang lebih kecil. "Besok kita tukeran kamar, nanti aku pindahkan barang-barangku ke sini," lanjutnya.
"Eh, gak usah, Mas. Ai di sini aja. Lagian barang-barang Ai dikit," ucap Ai seraya tersenyum. Terdapat satu ranjang ukuran single, lemari baju dan sepasang meja kursi.
"Baiklah, kalo gitu. Istirahatlah Ai ... kamu pasti sangat letih."
Ai hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Gadis itu segera menutup pintu dan mengempaskan tubuhnya di ranjang. Tak lama dengkur halus terdengar. Gadis cantik itu terlelap tanpa berganti pakaian.
Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu. Aisyah mengerjap perlahan. Membutuhkan waktu satu menit hingga seluruh kesadaran hadis itu terkumpul kembali. Ai baru menyadari bahwa ia tertidur bukan di kamarnya. Gadis itu segera bangkit dari ranjang. Meraih jilbab yang tergeletak di ranjang, dan memakainya cepat.
Ai menguap lebar sambil berjalan dengan gontai menuju pintu. Badannya terasa remuk redam. Keletihan akibat perjalanan panjang baru terasa sekarang.
Ia membuka pintu perlahan. Alif sudah tampak segar dan berganti pakaian. Pria itu mengenakan celana kargo selutut dengan kaos oblong putih yang melekat, hingga memperlihatkan otot-ototnya.
"Mandi gih. Aku mo masak untuk makan malam kita." Pria itu menunjuk ke arah pintu kamar mandi.
Tubuh Ai terasa segar setelah mandi. Dengan mengenakan celana panjang longgar, kaos lengan panjang yang dilengkapi jilbab instan berwarna putih, Ai sudah duduk manis menunggu Alif selesai memasak.
"Maaf, aku cuma stok ramen. Besok kita belanja bareng," ucap Alif seraya mengulurkan mangkok yang masih mengepul. Satu gelas besar susu diletakkan di sampingnya.
"Makasih, Mas," ucap Ai tulus.
Mereka makan dengan hening. Dalam sekejap satu porsi ramen telah masuk ke perutnya. Tak lupa, satu gelas besar susu pun ikut tandas tak bersisa. Ai mengusap perutnya yang terasa kenyang. Senyumnya seketika terbit.
"Mas, besok anterin ke kampus ya," pinta Ai penuh pengharapan. Bahkan, matanya mengerjap lucu seperti boneka.
"Untuk apa, Ai? Waktu masuknya masih lama," tanya Alif penuh selidik.
"Pengen liat-liat aja, Mas. Ai cuma penasaran dengan suasana kampus." Ai berkata pelan. Gadis itu berharap Alif tidak bertanya lebih lanjut.
"Hmm ... baiklah. Tapi, sebentar aja ya. Kita harus belanja untuk kebutuhan rumah," ucap Alif setelah menimbang sesaat.
Gadis itu bersorak senang, membuat Alif ikut terkekeh kecil.
"Oya, Ai. Ini untuk belanja kebutuhanmu dan untuk di rumah." Alif mengambil sebuah kartu berwarna hitam dari dompetnya, dan meletakkan di hadap gadis itu.
"Makasih, Mas ... tapi Ai sudah ada kok untuk kebutuhan Ai."
Ai berusaha mengembalikan kartu itu, tetapi ditolak oleh Alif. Tangan pria itu memaksa Ai untuk menerimanya. "Biar bagaimanapun, aku sekarang suamimu. Jadi sudah kewajibanku menafkahi."
Ai hanya bisa tersenyum dan menerima pemberian Alif. Hati Aisyah seakan tersentil mendengar perkataan pria itu. Menyadarkan tentang hubungan suci antara mereka.
***
Catatan :
Sendai-shi e yōkoso : selamat datang di kota Sendai
Arigatōgozaimashita : terima kasih
Apāto : apartemen
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top