8. Malam Kenangan
Happy reading 😘
🌷🌷🌷
8. Malam Kenangan
Waktu bergulir cepat. Tanpa terasa esok hari Aisyah akan meninggalkan kota tercinta dan berangkat ke Jepang. Selama dua minggu terakhir gadis itu banyak menghabiskan waktunya untuk mempersiapkan segala dokumen untuk keberangkatannya ke Jepang.
"Ish, Bunda ... sudah cukup. Ai berasa anak kecil yang mau sekolah dibawain bontot." Ai mencebik melihat Bunda Jihan sibuk memasukkan aneka lauk yang bisa bertahan lama ke dalam tas besar berwarna hitam.
"Justru karena kamu males ke dapur Bunda bawain lauk yang tahan lama. Ingat Ai, jangan males ke dapur ... sekarang Ai sudah jadi istri."Bunda Jihan terus saja menasehati Aisyah. "Jangan sampe mantu Bunda kurus," lanjut Bunda sambil melihat Alif yang sedang duduk di sofa.
Ai hanya melirik malas ke arah suaminya. "Ya sudah, jangan banyak-banyak Bunda. Takut over load ntar bagasinya. Ai mau ke atas dulu lanjut packing." Aisyah langsung beranjak menuju kamar.
Aisyah masih sibuk memasukkan beberapa pakaian ke dalam travel bag, ketika Alif masuk ke kamar. Pria itu duduk di tepi ranjang, dan memperhatikan istrinya dalam diam. Ia menunggu sampai Aisyah menyelesaikan pekerjaannya.
Selama dua pekan, setiap kali Ai berpapasan dengan Alif selalu menginterogasinya, kemudian dicatat di ponsel. Pertanyaan-pertanyaan sepele yang membuat kening pria itu berkerut bingung.
"Mas, suka makanan apa?"
"Mas, punya riwayat alergi apa?"
"Mas, kalo pagi lebih suka sarapan ringan atau berat?"
"Mas, hobinya apa?"
"Mas, hal apa yang disukai dan dibenci?"
Ketika Alif bertanya untuk apa itu semua. Dengan enteng Aisyah tertawa, dan menjawab dengan tenang,"Yah, walaupun pernikahan kita hanya sebatas perjanjian, Ai tetap akan menyediakan kebutuhan Mas. Yah, sebagai bentuk terima kasih Ai."
"Terus, ngapain tanya hobi dan musik segala?" tanya Alif penasaran.
"Kita 'kan room mate ... jadi ... Ai harus tau dong apa yang Mas suka dan gak suka. Bentuk tepo seliro gitu lah. Misal nih, Ai sukanya belajar sambil dengerin musik, tapi klo Mas ga suka musik berarti Ai harus pake headset 'kan." Saat itu Alif hanya manggut-manggut mendengar penjelasan gadis itu.
"Mas ... Mas ... woi, Mas Alif. Eh, malah ngelamun." Aisyah mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Alif. Pria itu akhirnya tersadar dari lamunannya.
"Ehm, Mas ngapain nungguin Ai packing. Dari tadi malah bengong melamun." Aisyah menatap Alif yang terlihat kikuk.
"Aku pengen kulineran malam ini. Mumpung hari terakhir di Jogja. Temenin ya?"
"Asyiiik. Yuk ah!" Bibir Ai mengembang sempurna. Bagi Ai yang pecinta kuliner tawaran Alif terlalu menggoda untuk diabaikan.
Jogja di malam hari bagaikan magnet bagi para wisatawan. Tujuan pertama mereka menuju pusat kota Jogja, Malioboro. Setelah mendapatkan tempat parkir, Alif mengajak Ai menuju angkringan Lek Man yang legendaris. Angkringan yang terletak berdekatan dengan stasiun tugu ini memang selalu bikin kangen pelanggannya. Kopi jos selalu jadi favorit. Segelas besar kopi hitam yang langsung ditambahkan arang yang membara sehingga menimbulkan bunyi jooosss ....
Alif mengajak Ai untuk duduk lesehan di tempat yang disediakan, setelah memesan menu yang diinginkan. Empat bungkus nasi kucing berserta sate usus, sate telur puyuh dan gorengan tersaji di depan mereka. Tak lama seorang pemuda mengantarkan kopi jos dan wedang jahe.
Setelah mengucapkan terima kasih, Alif meletakkan kedua minuman tersebut di hadapan mereka. Pria itu menyesap perlahan kopi jos, merasakan aroma dan sensasi yang berbeda efek penambahan arang di setiap tegukan. Suara petikan gitar seorang pengamen yang menyanyikan lagu lawas Kla Project semakin menambah syahdu suasana malam ini.
Pandangan Alif mengedar, angkringan Lek Man ini nyaris tidak pernah sepi. Apalagi jika weekend, pengunjung bahkan rela mengantri.
"Mas."
"Hmm."
"Siapa namanya?" tanya Ai seraya menatap manik Alif. Pria itu tampak mengernyitkan dahi dengan pandangan bertanya. "Wanita pemilik hati Mas Alif," lanjut Ai.
Pertanyaan Aisyah seketika membuat Alif tersedak. Bahkan semburannya, mengenai bajunya sendiri. Ai tidak dapat menahan diri, gadis itu tertawa lepas sambil menepuk-nepuk punggung pria di hadapannya.
"Makanya to Mas, kalo minum panas itu pelan-pelan" gerutu Ai seraya menyerahkan tisu dari dalam tas.
Pria itu masih sibuk membersihkan dirinya dengan tisu, ketika Ai mengulang pertanyaan yang sama.
"Harumi," jawab Alif dengan pelan.
"Cantik? Cantik mana sama aku?" Ai menaikturunkan alisnya sembari tersenyum jahil.
"Sama-sama cantik!" tukas Alif cepat. Pria itu segera beranjak pergi, berusaha mengindari segala pertanyaan Ai yang membuatnya salah tingkah.
Aisyah pun mengekori Alif. Mereka berdua memutuskan untuk menyusuri trotoar di Malioboro. Sesekali mereka berhenti, dan duduk di kursi yang berada di sepanjang jalan.
Keceriaan Aisyah pun menular kepada pria yang kaku itu. Ai sesekali menarik Alif untuk berswa foto. Berbagai gaya mereka abadikan, baik itu gaya konyol, maupun gaya yang serius.
Mereka pun akhirnya memilih mengistirahatkan kaki yang terasa pegal. Gadis itu melihat kembali hasil foto mereka yang tersimpan di galeri ponsel. Bibir Ai tak henti melukis senyum sepanjang malam.
Alif melirik gadis di sampingnya dengan hati yang menghangat. Pria itu merasa berdekatan dengan Ai menumbuhkan sisi lain dari dirinya. Selama bertahun-tahun tinggal di negara yang terkenal disiplin tinggi berhasil menjadikan Alif sosok yang serius dan perfeksionis.
"Kamu pengen ke mana lagi, Ai?" tanya Alif di balik kemudi.
Ai tampak berpikir sebentar. Ia pun menoleh ke arah pria di sampingnya. "Ada satu tempat yang selalu ingin kudatangi," ucap Ai sembari tersenyum manis.
Mobil yang mereka kendarai meluncur ke arah selatan, membelah jalanan kota Jogja yang mulai sepi. Membutuhkan waktu sekitar empat puluh menit untuk menuju tempat yang gadis itu inginkan.
"Masya Allah ... indahnya." Aisyah dengan tidak sabar langsung membuka pintu mobil. Waktu sudah mendekati pergantian hari ketika mereka sampai tujuan.
Tempat yang mereka tuju itu terkenal dengan sebutan bukit Bintang. Panorama kota Jogja di malam hari tampak indah bagaikan kerlip bintang dari tempat ini.
Bukit bintang terletak di atas perbukitan di Pathuk, Gunung Kidul. Bukit indah yang dulunya bernama bukit Hargodumilah itu dulunya merupakan tempat pesanggrahan Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1972.
Aiyah berdiri di tepi pagar pembatas, kedua tangannya berpegangan pada besi pembatas. Gadis itu menatap jauh ke bawah, kerlap kerlip lampu kota Jogja bagaikan lukisan bintang yang bertaburan. Langit yang cerah menampakkan siluet Gunung Merapi dan Merbabu menyempurnakan keindahan malam itu.
Aisyah pun memilih bangku beton yang tersedia, dan mengempaskan bokongnya. Gadis itu bahkan tidak menoleh ketika Alif duduk di sampingnya.
"Indah." Suara bariton itu terdengar tepat di telinganya.
"Huum." Aisyah benar-benar larut dalam pesona langit malam itu.
Tanpa sadar kepala gadis itu tersandar di bahu Alif. Senyum samar tercipta di bibir pria berambut ikal itu. Kedua insan itu bersama melukis kenangan dalam keheningan malam.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top