BAB 7 : GOLDEN CAGE
🍁🍁🍁
Hana duduk berselonjor kaki dekat jendela kamar dengan segelas coklat panas ditangan. Satu tangannya bertumpu pada lutut kaki kanan yang tertekuk dan satu tangan memegang sebuah buku. Buku sering menjadi teman Hana disaat Adam tak dirumah.
Berada di apartemen bagus, dengan fasilitas memadai, ternyata tak membuat Hana betah. Apalagi ia sering ditinggal sendiri saat Adam bekerja. Bi Asnah--Asistem Rumah Tangga-- yang dibayar Adam untuk mengerjakan segala keperluan rumah hanya datang saat pagi hingga pukul 11.30. Setelah itu ia hanya sendiri, hingga Adam pulang.
Disana, matahari tengah tertutup awan mendung. Udara terasa dingin. Coklat panas selalu menjadi pilihan Hana dalam cuaca seperti ini. Baginya ada sebuah mood booster tersendiri setelah meneguknya.
Ia bisa saja menghabiskan waktu di dapur dengan berexferimen ria, atau juga menonton film kesukaannya, tapi itu sudah sering ia lakukan. Kali ini, cuaca mendung menariknya untuk duduk disini, ditemani coklat panas dan sebuah buku tentunya.
" What are you doing, My Queen?" Tiba-tiba sebuah kecupan mendarat di puncak kepala Hana. Hana Bergeming. Menutup matanya dalam. Sejujurnya ia sedikit canggung harus bersikap apa kepada Adam.
Sudah berhari-hari kejadian smartphone itu, namun ia masih belum menemukan jawabannya. Adam hanya tetap bersikap manis. Seolah tak ada kejadian apa pun yang membekas.
Setiap Hana ingin membahasnya, Adam hanya akan diam tanpa menghiraukannya, seolah tau arah pembicaraannya kemana. Ia sendiri bingung, sebenarnya, apa yang salah?
"Sudah pulang?" Tanyanya datar. Adam mengangguk sambil mengelus lembut pipi Hana. "Bukankah, mas bilang akan pulang malam hari ini?" Tanyanya kemudian.
"Ya, tapi aku merindukanmu. Pekerjaan masih bisa aku kerjakan besok," ungkapnya sambil bergeser kedekat Hana. Kini mereka duduk saling berhimpit.
"Apa ini coklat panas?" tanya Adam kemudian.
"Ya...! Mau aku buatkan coklat panas juga?" Tanya Hana.
Adam menggeleng. "Yang ini saja." ucap Adam sambil mendekat ke wajah Hana. Tiba-tiba satu kecupan mendarat di bibirnya. Hana menelan saliva, ritme jantungnya bertambah.
"Aku punya coklatku sendiri." Bisik Adam sambil tersenyum manja. Matanya memandang Hana dalam.
"Mandilah, Mas. Kau pasti lelah." Perintah Hana.
"Ya, Sayang. Okey! I'll be back. Wait me," ucap Adam dengan mata menggoda. Lantas bangkit dan berlalu.
🍁🍁🍁
Adam menyuap sesendok nasi goreng buatan Hana. Tangan kirinya menggenggam erat tangan Hana di atas meja saat Bi Asnah datang meletakkan jus jeruk hangat permintaan Hana.
"Terimakasih, Bi..," ungkap Hana.
"Bi, Apa kabar hari ini?" Sapa Adam berbasa-basi.
"Alhamdulillah, Tuan," jawab Bi Asnah dengan tersenyum. Lantas bergegas lagi ke dapur.
Selesai sarapan Adam pamit pada Hana.
"Thank's for this breakfast, Sayang. Aku berangkat, ya," ucap Adam sambil berdiri. Hana mengambilkan jas kerja dan memakaikannya ke tubuh Adam.
Kemudian Adam mengelus pipi Hana lembut.
"I'll miss you, My Queen," ucapnya sambil mengecup kening Hana. Hana tersenyum. Lalu mengecup punggung tangan Adam.
"Bi Asnah, aku pergi." Adam melambaikan tangannya pada Bi Asnah yang masih repot dibalik deretan Kitchen Set.
"Ya, Tuan." Bi Asnah mengangguk.
"Nyonya, persediaan makanan dilemari es sudah habis," ungkap Bi Asnah pada Hana yang kembali ke dapur setelah melepas Adam pergi.
"Iya, Bi. Terimakasih sudah mengingatkan," jawab Hana sambil meminum jus jeruknya. Sepertinya pergi berbelanja keperluan dapur akan menghilangkan kejenuhannya hari ini.
Dari kursi Hana memperhatikan Bi Asnah. Pakaian tertutup, jilbabnya cukup panjang. Teduh dan keibuan. Entah dimana Adam bertemu dengannya hingga memperkerjakan Bi Asnah di apartement mereka.
Dari Adam ia tau Bi Asnah tinggal sendiri dirumahnya. Suaminya sudah tiada. Tak memiliki anak. Sanak saudaranya tinggal jauh diluar kota.
"Bi, apa tidak ruet bekerja didapur, mmm ... maaf, dengan hijab panjang begitu?" Tanya Hana hati-hati. Ia juga berhijab, tapi tidak terlalu panjang seperti Bi Asnah.
"Tidak Nyonya, saya sudah terbiasa," ungkapnya dengan senyum hangat. Hana balas tersenyum.
🍁🍁🍁
Hana bergegas ke pusat perbelanjaan tak jauh dari apartemen mereka. Berada di deretan rak-rak berisi aneka keperluan rumah tangga membuatnya bahagia. Baginya ini termasuk mood booster.
Sendiri di apartemen kadang mebuat ia jenuh dan kesepian.
Hana membeli semua keperluan dapur yang ia butuhkan. Memasak sebenarnya adalah hobynya. Kadang ia lama menghabiskan waktu didapur sambil menunggu Adam pulang.
"Hai, Hana. Apa kabar? Kamu disini?" Sapa seseorang pada Hana yang baru selesai membayar belanjaannya dikasir.
"Airin? Hei, kamu disini juga?" Jawab Hana terkejut.
"Iya, sekarang aku tinggal dikota ini. Ikut suami. Kamu?" Tanyanya antusias.
Hana tersenyum. "Iya, aku juga Rin. Belum terlalu lama pindah ke kota ini," jawab Hana sambil menggeser troli yang berisi bungkusan belanjaannya. Mereka berdua bercakap-cakap setelah lama tak bertemu.
Airin adalah teman kuliah Hana. Mereka pernah tinggal satu Kosan dulu. Bertemu dengannya di tempat asing menjadi kebahagiaan sendiri bagi Hana. Seperti bertemu keluarga yang sudah lama tak jumpa.
Hana membuka pintu apartemen setelah memberi tips pada supir taxi yang membawanya pulang. Ia terkejut saat mendapati pintunya tak terkunci. Dengan sedikit mengendap ia masuk ke ruang tamu.
Lantas mendapati Adam sedang berdiri disana.
"Mas? Syukurlah. Aku pikir ada pencuri masuk," ungkapnya sambil menarik nafas lega. "Mas sudah pulang?"
"Kamu darimana?!"
"Aku tadi berbelanja keperluan dapur, Mas," ucapnya sambil menyeret beberapa bungkusan belanjaannya. Lalu menutup pintu.
"Belanja?! Kenapa tidak memberitahuku? Aku berulangkali menelponmu, dan kau tak menjawab." Adam menyugar rambutnya.
"Aku sudah menelponmu, Mas. Kau tidak menjawab. Aku pikir kau pasti sedang sibuk bekerja. Persediaan dapur kita sudah habis. Jadi aku pergi membelinya. Tentu saja aku tidak menjawab panggilanmu. Kau menelpon kerumah, bukan? Bagaimana aku menjawabnya sedang aku berada diluar. Harusnya aku punya smartphone sendiri, agar lebih mudah berkomunikasi. Tapi kau ..." kata-kata Hana terhenti. Ia mengingat kisah smarphonenya waktu itu.
Adam mendekat, dan meraih pergelangan Hana. "Aaaw." Hana meraung sakit.
"Jam berapa kau pergi?!" Tanyanya. Expresinya datar.
"Setelah Bi Asnah pulang, Mas. Pukul 11.30," jawab Hana sambil menahan rasa sakit karena cengkeraman tangan Adam.
Adam mengalihkan pandangan pada arloji ditangannya. Sekarang pukul 15.00.
"Apa saja yang kau beli?!!" Tatarnya lagi. Lalu tangannya berpindah membuka semua bungkusan yang dibawa Hana. Meraihnya kasar dan mengeluarkan semua isinya hingga berserakan dilantai. Hana terkesiap.
"Hanya ini?!! Dimana kau membeli semuanya?" Lagi exfresi wajahnya datar. Tangannya memilah-milah semua barang yang sudah berserakan. Hana keheranan dengan sikap Adam. 'Ada apa dengan laki-laki ini?' Lirihnya.
"Dipusat perbelanjaan tak jauh dari sini, mas. Tempat kita berbelanja waktu itu."
"Okey, ikut aku." Adam menarik paksa lengan Hana. Ia meringis menahan sakit. Jantungnya berdebar kencang.
Adam mendorong tubuh Hana kasar masuk ke samping kursi kemudi. Lalu bergegas membawa Hana kepusat perbelanjaan tempat Hana berbelanja barusan.
Sampai ke pusat perbelanjaan, Adam meminta Hana mengulang semua yang ia lakukan selama berada diluar rumah. Hana beringsut gugup. Menuruti mau Adam. Ia masih bingung dengan sikap suaminya itu.
Lalu, ia berbelanja barang yang sama, membayar barang yang sama. 'Ya Tuhan, bukankah ini pemborosan?' gumamnya. Namun jantungnya tak henti berguncang sedikit takut dengan apa yang akan terjadi. Sikap Adam membuatnya merasa dibawah tekanan.
Selesai dengan reka ulang, mereka kembali ke apartemen. Selama dalam perjalanan Adam hanya diam. Tak sedikitpun tersenyum hangat seperti biasa yang ia lakukan saat memperlakukan Hana bak Ratu. Kali ini ia dingin. Mungkin bak sedingin es dikutup utara.
Benar-benar berbeda. Sikap manisnya menghilang.
Sampai di apartemen.
"See. Belanja segini, cuma butuh waktu 1 jam lebih," ucapnya sambil menunjuk ke arlojinya.
Hana menangkap ketidakberesan dibalik ucapan Adam. "Mas, aku hanya pergi berbelanja keperluan dapur kita," ucap Hana gugup. "Aku minta maaf jika aku salah." Hana tertunduk takut.
"Aku tidak suka kau keluar, Hana! Terlebih kau pergi tanpa sepengetahuanku! Apalagi yang kau lakukan diluar sana, haa?! Apa kau menemui seseorang? Haa?!" Keras suara Adam menggema, kini tubuh Hana tersadar di dinding, terkunci dengan dua lengan kekar Adam setelah Adam menariknya paksa.
Tangan Adam memegang rahang Hana kuat, lagi-lagi itu menyakiti Hana. "Siapa yang kau temui diluar!" Bentak Adam. Hana meringis menahan tangis.
"Selesai berbelanja, aku berbincang-bincang sebentar dengan temanku, Mas. Kami duduk sebentar di Coffe Shop," jelas Hana dengan sedikit ketakutan.
"Oooh, begitu?" Seringai kebencian terlihat dari wajah Adam. "Siapa?! Hhmmm?!" Tanya Adam sinis dengan dagu sedikit terangkat.
"Teman kuliahku, Mas. Namanya Airin," jawab Hana.
"Airin? Hoo ... benarkah?" Senyumnya menyungging kebencian.
"Berhenti berinteraksi dengan orang yang tidak aku izinkan!! Apalagi tidak aku kenal!!" Bentak Adam keras. Tangannya lalu menghempas tubuh Hana jatuh ke lantai, hingga kepalanya terbentur lantai marmer kuat.
Prang!!!
Suara vas bunga jatuh pecah berserakan. Disambut suara jeritan Hana.
"Aaa...," jerit Hana menutup telinga. Seketika airmatanya berkejaran keluar dari kelopak matanya. Tak menyangka Adam akan semarah ini.
Hana berusaha bangkit. Terlambat! Adam lebih dulu berlutut dengan mencengkram kuat hijab hingga ke rambut Hana.
"Aku mencintaimu, Hanania. Tak ada satupun yang boleh berinteraksi denganmu tanpa seizinku. Kau dengar??!!" Suara Adam menggema lagi ditelinga Hana.
"Jangan ulangi lagi!!" Bentak Adam dengan membenturkan kepala Hana ke lantai. Hana meraung kesakitan.
'Oh Tuhan, seperti inikah lelaki ini saat marah?' Rintihnya. Kepalanya sempoyongan.
Belum lagi kunang-kunang dimatanya menghilang, tak lama Adam kembali meraih tubuh Hana. Hana tak mampu berdiri. Namun Adam dengan kasar menyeretnya kearah kamar. Tubuh Hana terhempas kuat ke ranjang. Hana beringsuk hampir pingsan.
Kini tak ada lagi kata-kata apapun yang mampu ia lontarkan. Bahkan sekedar berucap minta tolong.
Hingga semua terasa berat. Dan setelah itu, ia tak menyadari, apa lagi yang terjadi.
🍁🍁🍁
Hana membuka mata dan mengerjap-ngerjap lemah. Kepalanya masih terasa pusing dan berat. 'Oh Tuhan, apa kini aku sudah mati?'
Hana berusaha mengenali dimana ia saat ini. Kamar tidur. Ternyata ia masih ditempat yang sama. Hana berusaha bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjang.
Tiba-tiba ia merasakan satu tangan bertengger di puncak kepalanya. Adam. Ia mengenali sentuhan itu. Hana bahkan tak menyadari keberadaan Adam disisinya.
"Sudah bangun, 'putri tidurku'? Kau tertidur lama sekali. Tapi aku tetap setia menunggumu hingga membuka mata." Adam mengelus lembut pipi Hana. Meraih tangan lemah Hana dan meletakkan ke pipinya juga.
Kecupan-kecupan kecil lalu mendarat di urat nadi tangan Hana.
Hana bergeming. Sungguh ia bingung dengan sikap lelaki bergelar suaminya ini. Kadang ia begitu manis dan romantis, tapi seketika bisa berubah seperti monster yang siap memangsa.
Hana menarik tangannya. Namun Adam dengan cepat menahannya. Kembali Hana menarik dengan sekuat tenaga. Saat tangannya terlepas, Adam malah datang merangkulnya kuat.
Hana memberontak, tapi tangan kekar itu malah semakin kuat memeluknya. Bulir-bulir bening itu kini jatuh lagi.
"Ssh, ssh, ssh, jangan melawanku, Han. Kau tak akan bisa. Kau benar, taatlah. Taatlah padaku," ucap Adam ditelinga Hana. Tangis Hana semakin menjadi. Semakin kuat Hana berusaha melepaskan diri, namun tangan kekar itu malah semakin kuat juga mencengkram tubuh lemah Hana.
Kini ia merasa semakin lemah, tenaga seakan musnah. Akhirnya ia hanya menangis tersedu dalam cengkraman tangan lelaki bergelar suaminya itu.
🍁🍁🍁
"Sudah sehat, Nyonya? Istirahat dikamar saja. Kelihatanya Nyonya masih lemah," pinta Bi Asnah pada Hana yang berjalan sempoyongan ke meja makan.
"Tidak apa, Bi. Aku bosan berbaring dikamar saja," jawab Hana yang sadar Adam sudah berangkat kerja. Karena itu ia berani keluar kamar.
"Nyonya butuh sesuatu?" Tanya Bi Asnah kemudian.
Hana menggeleng. Sejatinya saat ini ia butuh teman bicara. Ia bingung harus bertukar pikiran pada siapa. Menjadi seorang istri ternyata tak semudah yang dibayangkan.
Adam sangat manis dan romantis suatu ketika, namun tiba-tiba bisa saja berubah menjadi monster bagi Hana. Sudah berulangkali ia mendapat kejutan romantis, sudah berulangkali juga ia mendapat kejutan tragis.
"Bi ... boleh saya bertanya sesuatu?"
"Ya, Nyonya."
"Bagaimana cara seorang istri bertahan, sementara sang suami menyakitinya?" Ungkap Hana pada Bi Asnah. Baginya saat ini hanya Bi Asnah lah temannya berbincang. Terlebih Bi Asnah terlihat sangat keibuan, hangat dan bersahabat. Agaknya ia bisa menjadi teman bicara yang baik.
"Menyakiti yang seperti apa, Nyonya?"
Hana terdiam sesaat. "Entahlah. Mungkin lahir batin?"
Bi Asnah menangkap sesuatu yang tak beres dari pertanyaan Hana.
"Jika Nyonya bertanya bagaimana cara bertahan, cobalah mendekat lagi pada sang Khaliq. Adukan semua keluh kesah pada-Nya. Dia yang memberi kita masalah, Dia juga yang akan memberi kita jalan keluarnya. Tugas kita hanya berusaha dan memasrahkan pada-Nya. Bukan menciptakan jalan keluar. Pasrahkan semua pada-Nya dan biarkan Dia yang menyelesaikannya. Allah selalu punya cara yang tak bisa kita duga-duga."
"Bagaimana kalau rasanya istri tidak mampu lagi bertahan dengan sikap suaminya, Bi?" Tanya Hana lagi.
"Nyonya, sesuatu yang kita anggap tak baik, belum tentu tak baik sebenarnya. sebaliknya sesuatu yang kita anggap buruk, belum tentu buruk. Allah menjodohkan kita dengan suami kita pasti sebab Allah tau dia yang terbaik untuk kita. 'Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui'. Menurut yang saya tau, Itu kutipan Qur'an suroh Al-Baqarah ayat 216," terang Bi Asnah lugas dan bersahabat.
Hana memutar-mutar gelas berisi Jus Alpukat ditangannya. Otaknya mencerna perkataan Bi Asnah. Ia enggan menceritakan kejadian yang terjadi kemarin. Wajahnya murung dan tak bersemangat.
"Kita perlu juga berhati-hati, Nyonya. Rasa kesal, kecewa, marah, yang ada dalam hati kita bisa dengan cepat di manfaatkan oleh syetan. Kadang sebab itu wanita merasa tidak mampu bertahan. Syetan Akan dengan cepat menghasut agar kita melakukan hal yang salah. Cobalah terus berpikir positif. Sering-sering beristighfar, dekatkan diri pada Allah. Mohon pertolongan pada-Nya. Kadang masalah yang Allah berikan pada kita itu, adalah tanda Ia rindu pada kita.
Allah itu pencemburu. Ia beri masalah agar kita datang dan bercengkrama mesra dengan-Nya. Meluangkan waktu kita lebih banyak untuk berfokus hanya pada-Nya.
Hana tertunduk. Ucapan Bi Asnah menyentuh hatinya.
"Bi, apa memang sulit bagi setiap orang yang baru berstatus istri untuk beradavtasi dengan kehidupan barunya?"
"Setiap orang berbeda cara pandang dan cara pikirnya, Nyonya. Memang tidak mudah menyatukan cara pikir kita dengan cara pikir pasangan. Namun usahakan hal apa pun bisa saling memahami dan mengerti. Komunikasikan dengan baik bersama pasangan. Jangan ambil keputusan dalam keadaan emosi. Karena bisa jadi ada hasutan syetan didalamnya."
Hana menarik nafas berat.
"Nyonya, satu hal yang perlu kita ingat, Allah lah yang memegang kunci jawaban atas semua masalah. Karena itu merayulah pada-Nya sebenar-benarnya menghamba. Agar Ia segera memberikan kunci jawaban pada kita."
Hana mendengarkan Bi Asnah dengan seksama. Hana sedikit terkesima dengan cara Bi Asnah menjawabnya. Wajahnya teduh dan keibuan. Membuat rasa rindu Hana pada Ummi semakin membuncah.
🍁🍁🍁
Waktu berlalu. Hana berusaha memahami mau suaminya. Belajar menerima dengan ikhlas segala kekurangan dan sikapnya.
Perlahan Hana memperbaiki Ibadahnya. Bangun pada sepertiga malam sekarang menjadi rutinitasnya. Menaikkan do'a-do'a terbaik untuk ia dan suaminya. Seperti kata Bi Asnah, mengadukan segala keluh kesah pada yang memberi masalah.
Bi Asnah membawakannya buku-buku islami. Kadang Hana yang memintanya. Kata Bi Asnah di dekat ia tinggal ada perpustakaan desa yang bisa di pinjam koleksi bukunya. Dan dikembalikan dalam jangka waktu sepekan.
Tentu saja itu sebuah kesempatan bagus. Melalui Bi Asnah Hana mendapat akses meski hanya berupa buku bacaan. Kini Adam benar-benar menutup akses Hana keluar.
Di apartemen mereka kini telah terpasang CCTV hampir di semua ruang. Adam kini mengontrol semua tindak tanduk Hana. Hana tak bisa membantah. Karena itu hanya akan menimbulkan pertengkaran baru.
Kadang Hana berpikir, cinta seperti apa yang dimiliki Adam untuknya, hingga suaminya membuatnya seakan terpenjara. Berada di apartemen mewah dengan fasilitas lengkap, namun ia tak bisa berinteraksi dengan dunia luar.
Bagai burung yang berada disangkar emas, seperti itulah yang dirasa Hana kini.
'Suami itu, adalah jalan terdekat seorang istri menuju surga-Nya. Jadi jangan sia-siakan kesempatanmu, Hai para istri. Rasullulah bersabda: Jika seorang wanita menunaikan sholat lima waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan mentaati suaminya, niscaya akan dikatakan padanya: Masuklah kedalam surga dari pintu manapun yang kau mau.' ( HR: Ahmad dari Abdurrahman bin 'Auf ra dan dinyatakan shahih oleh Syeikh Al- Banny)'
Airmata Hana menganak sungai yang siap tumpah saat membaca kutipan dari sebuah buku yang dibacanya. Ia merasa sudah seperti apa amalnya selama ini. Rasanya belum bisa membawanya ke surga Allah. Ia malu terlalu banyak mengeluh namun Allah begitu baik pada-Nya.
Bertahan dengan apa yang dijalaninya sekarang adalah harapan Hana menjadi jalan sebab Allah berkenan memberinya kesempatan untuk masuk ke surga-Nya.
"Robbighfirli wali waalidayya," tak henti Hana berucap lirih dalam isak tangisnya.
Belum selesai dengan rasa harunya. Hana bergegas mengambil wudhu dan menunaikan sholat sunnah. Menyebut nama suaminya dalam do'a-do'anya. Dilanjut dengan melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran beserta terjemahannya.
Kini hal itu menjadi senjata andalan untuk menghapus segala rasa gundah gulananya. Entah kenapa ia merasakan sebuah ketenangan tersendiri setiap selesai melakukannya.
🍁🍁🍁
Hana membuka mata saat merasakan ada belaian halus di pipinya.
"Sudah bangun, 'putri tidurku'?" Ucap Adam sambil mengecup lembut telapak tangan Hana.
Hana berusaha bangkit, namun tiba-tiba urung saat ia merasakan sakit tak terkira dikepalanya. Seakan ada benda besar menghujam disana. 'Aku kenapa, ya Allah?' Rintihnya.
"Ssh, ssh, berbaring saja, Sayang. Tadi kau pingsan."
"Pingsan? Benarkah? Bagaimana mas tau aku pingsan?"
"Bi Asnah menelpon. Aku langsung pulang. Sebentar lagi dokter akan datang, Sayang." Adam mengecup tangan Hana lembut.
Bersamaan dengan itu Bi Asnah masuk membawa segelas air hangat dan meletakkannya di atas nakas.
Hana mencoba mengingat apa yang terjadi.
'Ah, apa suamiku ini sedang bersandiwara? Sikapnya sekarang berubah manis lagi saat ada Bi Asnah disini. Aku baru ingat tadi pagi sempat bertengkar dengan Mas Adam. Aku meminta izin padanya untuk menjenguk Apak dan Ummi. Namun ia tak mengizinkan. Lalu aku meminta Mas Adam yang mengantarku pulang ke rumah Apak dan Ummi, sebab aku rindu sekali pada mereka. Mas Adam menolak dan akhirnya marah. Seperti biasa, dia bersikap kasar dan mendorongku hingga tersudut ke dinding. Sepertinya kepalaku terbentur. Dia pergi tanpa tau apa yang terjadi padaku. Dengan sempoyongan aku pergi ke dapur mengambil minum untuk menenangkan gemuruh. Setelah itu semua menjadi gelap,' bisik hatinya.
"Dokter datang, Tuan," ucap Bi Asnah.
"Oh, bukakan pintu, Bi. Suruh dokter masuk." Adam bangkit dan berjalan menuju ruang tamu.
Beberapa saat kemudian Adam kembali masuk kekamar bersama dokter yang dimaksud.
"Sayang, ini Dokter Bella," ucap Adam mengenalkan Dokter wanita itu pada Hana. Hana mencoba tersenyum.
"Dokter Bella, ini istri saya, Hanania. Dokter tolong berikan yang terbaik untuk dia, ya."
Dokter Bella hanya tersenyum santun.
Dokter menanyakan keluhan yang dirasa Hana. Sambil meletakkan ujung stetoskop di beberapa bagian depan tubuhnya. Lalu mengecek tekanan darah juga.
Hana tak menceritakan kejadian yang dialaminya sebelum ini, hingga kenapa dia pingsan. Adam terus berada disampingnya dengan tangan mengelus-elus lembut puncak kepala Hana. Siapa saja yang melihat pria itu akan menilai Adam adalah lelaki yang amat sangat penyayang dan romantis.
"Maaf Ibu Hana, kapan terakhir kali datang bulan?" Tanya Dokter Bella.
Hana mendadak bergetar. "Entahlah, Dokter, saya lupa, sepertinya sudah lama," terangnya lemah.
"Kondisi Ibu lemah, namun coba kita cari sebabnya, bisa jadi ...," ucapan Dokter Bella terhenti saat Adam menyambut.
"Coba dicek saja, Dokter," sambut Adam cepat. Seolah tau arah pembicaraan kemana.
Dokter Bella tersenyum. Tangannya mencari sesuatu pada tas bawaannya, lalu memberikannya pada Hana.
"Tolong dibantu, ya, Pak," pintanya pada Adam.
Adam mengangguk dan meraih alat test itu.
"Besok pagi saja, ya, Dokter. Rasanya kepala saya berat sekali, agaknya saya tak kuat untuk berjalan," rengek Hana.
"Tenanglah, Sayang. Aku akan menggendongmu jika kau tak kuat...," ucap Adam dengan memandang Hana hangat, manis sekali.
Hana menangkap siluet senyum dari wajah Dokter Bella saat melihat sikap Adam.
"Ya sudah, tidak apa-apa, Pak. Besok pagi juga boleh. Kali ini saya berikan resep obat saja, ya." Dokter Bella menengahi.
Selesai dengan tugasnya, Dokter Bella pamit. Sebelum pergi Dokter Bella dan Adam berbincang-bincang sejenak diluar kamar. Entah apa yang mereka bincangkan.
Hana kembali memejamkan matanya. Menyebut-nyebut nama Allah dalam hatinya. Sambil berbisik, 'Robbi habli minash shoolihiin...' berulang-ulang hingga ia terlelap lagi.
Saat tiada siapa yang mampu menolong, sejatinya hanya Allah lah tempat memohon. Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.
'Dan kami lebih dekat kepadanya, dari urat lehernya.' (Qur'an Suroh Qaaf - 16)
Sesakit, sesulit, dan sederita apapun,
bersabarlah...
Sabar itu bertahan. Bertahan untuk tetap sabar dalam mentaati Allah, bertahan untuk tetap sabar dari hal-hal yang dilarang Allah, dan bertahan tetap sabar dari takdir Allah yang tak menyenangkan.
Sesungguhnya habis gelap akan terbitlah terang. Dunia hanyalah tempat persinggahan, akhiratlah tempat yang kekal.
.
.
.
.
.
To be continued
________________________
Hamdalah. Terima kasih untuk yang masih setia membaca. Semoga banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini, ya...
Sehat, bahagia dan berlimpah rezeki selalu buat pembacaku 😘
Cinta kalian karena Allah. 😘
Danke 🍁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top