BAB 5 : INDICTMENT

                              🍁🍁🍁

Duarr!! Duarr!! Duarr!!

"Zaky tiarap!"

Sementara Mang Karim masih berusaha mengejar motor-motor itu. Namun usahanya gagal.

Dua sepeda motor itu dengan cepat melaju. Saat bersamaan orang-orang disekitar mulai ramai.

"Tolong kejar mereka! Tolong kejar mereka!" teriaknya.

Orang-orang yang kebetulan sedang lewat dijalan depan Cafe berhenti. Sebagian melaju mengejar motor-motor itu, sebagian sigap memadamkan api yang mulai merambat cepat.

Mang Karim berlutut lesu dijalan. Zaky masih tersengal. Tak lama api padam. Untunglah api belum sempat melebar luas.

Beberapa kendaraan kembali. Suasana ramai dan padat.

"Gak dapat Mang. Udah gak kelihatan yang mana motornya. Mereka larinya zig-zag." seseorang yang ikut mengejar melapor.

"Iya, kondisi jalan disana lumayan ramai. Kita, tadi juga sedikit lambat baru mulai mengejar," ucap seseorang yang lain.

"Iya, kita kehilangan jejak."

"Tadi, disini sepertinya ada juga mobil yang mengejar."

"Gak tau, siapa aja yang coba mengejar, banyak sepertinya tadi."

"Mungkin saja komplotannya. Pura-pura ngejar,  padahal menutup jalan kita."

Riuh ricuh perbincangan antara para masyarakat yang ada di TKP, menciptakan kemacetan, karena banyak massa yang berkerumun, mencari tau apa yang terjadi.

Orang-orang meminta mereka untuk melapor ke polisi. Mang Karim masih lemas. Zaky berdiri disampingnya. Ia masih tak habis pikir, siapa yang tega melakukan ini.

🍁🍁🍁

Hana kehilangan rasa kantuknya. Padahal malam ini ia merasa sangat lelah. Baru saja ia ingin terlelap, namun berita itu begitu  mengejutkan. Tanpa pikir panjang ia kembali ke Cafe bersama Apak dan Ummi. Nay menjaga Kays di rumah. Kak Roby sudah diberitahu.

Kakinya serasa tak bertenaga menopang tubuhnya saat berdiri didepan Cafe yang kini porak poranda. Baru tadi kondisinya baik-baik saja. 'Ah, Tuhan memang selalu bisa mengambil apa saja yang kita punya dengan mudahnya. Entah itu bisa jadi cobaan, ujian, ataupun musibah.

"Maasyaa Allah, astaghfirulloh, ampuni aku Robb..," lirihnya tak henti.

Ummi dan Apak mendekap pundak Hana. Mereka tak kalah terkejut. Bertanya-tanya siapakah yang tega melakukan ini. Atas motif apa? Dan kenapa?

"Apa sudah ada yang lapor polisi?" tanya Apak.

Mang Karim dan Zaky yang ditanya hanya menjawab dengan gelengan.

"Apa tidak mempersulit masalah Apak?" Hana mendesah gusar, ia memang tak suka berhubungan dengan polisi. Ada trauma tersendiri baginya, semenjak permasalahannya dengan mantan suaminya.

"Supaya kita tau, nak, apa motif dibalik ini. Kenapa mereka melakukannya. Agar kita bisa lebih waspada. Bagaimana kita bisa tenang melanjutkan ini. Bagaimana jika ternyata mereka terus melanjutkan aksinya?"

Kak Roby datang bersama Sofia --istrinya--. Mereka tak kalah terkejut. Roby menginterogasi Mang Karim dan Zaky, menggali tanda-tanda yang bisa dikenali, dari postur tubuh, motor yang digunakan hingga nomor plat kendaraan. Namun nihil, mereka tak dapat mengenali apapun.

"Apak, Ummi, Hana,  pulang saja dulu, ya, istirahat dirumah. Sofia, kamu ikut kerumah Apak juga, ya, besok Mas jemput. Oke," Perintah Roby.

"Tidak, Rob, Apak akan ikut bersamamu. Kita antar dulu mereka ke rumah. Lalu kita urus ini," ucap Apak tenang.

"Jangan, Apak. Akan lebih baik jika ada laki-laki di rumah. Kita belum tau motif dari kasus ini.  Bagaimana jika ternyata mereka menyerang rumah juga? kita harus memikirkan segala kemungkinan, biarkan Roby, Mang Karim dan Zaky yang urus ini,ya." sanggah Roby.

Benar yang dikatakan Roby. Apak akhirnya setuju dengan  pendapat anak sulungnya itu.

Malam itu, Apak tak bisa tidur. Pikirannya tak tenang. Siapakah dalang dibalik ini semua?

Ujian kadang memang datang tanpa kita minta. Tanpa bertanya kita siap atau tidak. Tugas kita hanya menyelesaikan soal demi soal. Penilaian terletak pada tangan Pencipta.

Entah kita dianggap lulus atau tidak untuk ujian itu. Yang pasti tak ada manusia yang tak diuji. Semua punya soal yang meski ia selesaikan.

Namun Tuhan tak pernah memberi ujian diluar kemampuan manusia. Semua punya kapasitasnya. Sesuai kadarnya. Tuhan memberi ujian karena Ia tahu manusia itu mampu.

Sementara itu, dikamarnya, Hana juga tak bisa terpejam. Begitu banyak tanya berputar dalam benaknya.

🍁🍁🍁

Pagi sekali, Apak dan Hanania berangkat ke kantor polisi. Kak Roby menelpon ba'da subuh tadi, meminta Hana dan Apak menyusul. Saat dijalan Hana menelpon Pak Ishaq,  untuk bisa izin libur tak masuk mengajar hari ini. Pak Ishaq sangat terkejut dengan kejadian yang menimpa Cafe Hanania.

Tiba dikantor polisi, Kak Roby telah menunggu dipelataran kantor polis. Apak memarkirkan mobil. Kak Roby berjalan mendekat ke parkiran.

"Apak, Han, alhamdulillah dua dari pelakunya sudah tertangkap." Roby berbicara pelan.

"Apa? Benarkah?" Hana seakan tak percaya.

"Alhamdulillah. Lantas bagaimana Rob? Apa kamu mengenali orangnya?" tanya Apak.
Roby menggeleng. Tampak raut wajahnya kelelahan.

"Sepertinya mereka itu suruhan orang Apak. Polisi masih menginterogasi mereka," ucapnya kemudian. "Jadi begini, polisi ingin meminta keterangan dari kita, untuk melengkapi dan mempermudah mereka melacak dalang dibalik ini. Nanti bicaralah apa adanya. Hana, kamu jangan kawatir, ya, Kak Roby akan dampingi kamu." Kak Roby seolah faham betul Hana tak ingin lagi berurusan dengan hukum.

"Jadi bagaimana ceritanya mereka bisa cepat tertangkap Rob?" tanya Apak.

"Tadi malam saat mereka kabur, ada yang berhasil menangkapnya Apak. Tapi yang satu motor berhasil kabur. Dua orang langsung di bawa ke kantor polisi."

"Oh begitu."

"Ya, sudah. Ayo kita masuk," Ajak Roby

Kak Roby membawa Apak dan Hana keruang tunggu. Disana sudah ada Zaky dan Mang Karim. Hana duduk disamping Apak. Tangannya saling meremas dan menggengam.

Tak lama, masuk dua orang lelaki, menghampiri Kak Roby. Apak terkesiap melihat salah satu dari lelaki itu. "Kamu?" Lelaki itu menundukkan kepala dan sigap mendekat, lalu meraih tangan Apak. Apak terpaku.

'Pemuda ini, bukankah dia Musab?' lirih Apak sedikit ragu.

Disamping Apak, Hana tak bergeming.

"Dia yang tadi malam berhasil menangkap pelakunya, Apak," jelas Roby. Apak sedikit terkejut.

"Kebetulan saya lewat di TKP Pak." Musab seolah faham ada tanya diwajah Apak dan Hana.

Suasana seketika menjadi semakin kaku. Di dalam hati mereka menyimpan tanya yang tak terungkap satu sama lain. Masing-masing mencari jawaban

🍁🍁🍁

Selesai memberikan info dan kesaksian, Hanania, Apak dan Roby duduk di halaman tengah kantor polisi. Mang Karim dan Zaky telah lebih dulu dimintai keterangan.

"Hana dan Apak, setelah ini pulang dulu, ya. Nanti Roby kabari info selanjutnya," Roby mengambil alih urusan kasus ini.

"Mang Karim dan Zaky ikut Apak pulang juga, ya. Istirahat. Kalian pasti lelah," tegasnya.

"Lantas kamu sendiri disini Rob?" tanya Apak.

"Tidak Apak. Ada Musab dan Ihsan yang akan membantu Roby."

"Apa kamu tidak curiga dengan mereka, nak? Bagaimana mungkin mereka bisa secepat itu menangkap pelakunya. Apa mereka tidak bersekongkol?"

"Roby tidak bisa menuduh, Apak. Tidak ada bukti. Tadi malam sebelum kekantor polisi, ada lelaki, yang sekarang Roby tau namanya Ihsan. Dia memberi kabar ke TKP, bahwa dua pelakunya tertangkap. Kami diminta menyusul ke kantor polisi ini. Roby sedang mencari tahu, Apak. Serahkan semuanya pada Roby." Roby memandang tajam pada Apak.

"Bagaimana hasil interogasi dengan pelaku. Apa mereka sudah mengaku? siapa pesuruh mereka?" Tanya Apak. Roby menggeleng.

Musab dan Ihsan tampak mendekati mereka. Kak Roby meminta Apak untuk tenang.

Namun sebelum Musab sempat berbicara,  Apak langsung mengangkat suara.

"Hei, Nak. Apa kalian punya hubungan dengan pelaku? Hingga kalian bersedia membantu di sini. Apa supaya kedok kalian tidak terbongkar? Suatu keanehan bukan?  Mengapa kalian bisa begitu cepat menangkap pelaku, padahal kami belum melaporkan kasus ini." Apak menuding Musab  tanpa basa basi.

Hana tercekat. Tampaknya Apak masih menaruh bongkahan kebencian dalam hatinya. Atau memang itulah kebenaran kasus ini? Apa mungkin Musab dalang dibalik ini? Tapi untuk apa? Kenapa? Pertanyaan-pertanyaan berkelebatan di benak Hana.

Hana melirik ke arah Musab. Ia terlihat tenang dan tak gentar.

"Maaf, Pak. Komandan Bai tadi malam menangkap basah pelaku saat tak sengaja lewat di area tersebut. Lantas ikut berpacu mengejar mereka hingga ke gedung gelap tak terpakai. Di sanalah kami mendapati Komandan sedang menahan mereka. Komandan Bai menghubungi saya untuk melapor polisi dan menyusul ke tempat penangkapan. Jika memang mereka komplotan kami, atas dasar apa kira-kira mereka mau diserahkan ke polisi? Diproses hingga babak belur. Bahkan nyaris mati." Ihsan menapik tuduhan Apak sekali telak.

"Apa yang membuat kami bisa percaya. Bukankah itu bisa saja sebuah setingan?"

"Kalau begitu, menurut Bapak, atas dasar apa kami punya niat tak baik terhadap keluarga Bapak?" tegas Ihsan mulai emosi. Musab menahan Ihsan dengan tangan didepan dadanya.

"Apak, sudah. Jangan memperkeruh masalah, kita percayakan ini semua pada pihak berwajib, ya." Roby memohon.

Apak menahan amarahnya. Entah kebencian macam apa yang ada dalam hatinya terhadap Musab Baihaqi. Hingga kasus ini membuatnya menuduh lelaki itu.

"Apak, maafkan saya. Silakan Apak menuduh saya. Saya, tidak masalah. Karena cepat atau lambat, Tuhan pasti akan  menunjukkan siapa yang sebenarnya bersalah." Musab berkata tenang, tanpa keraguan.

"Kita tunggu saja hasil penyelidikan polisi. Polisi pasti dengan cepat mebuat mereka mengaku." Ihsan memandang ke arah Hana dan Apak dengan pandangan seakan mengancam, sambil memasukan dua tangannya ke saku celana.

Hana hanya bisa terdiam disamping Apak. Ia tak menyangka masalahnya akan serumit ini.

Kita memang tidak pernah tau apa yang akan terjadi hari esok, bahkan menit yang akan datang pun tak ada seorang manusia mampu memastikan.

Hidup ini misteri. Tugas kita hanya ikhtiar dan berdo'a. Jika itu semua sudah didirikan, maka tawakkal menjadi sebaik-baik jalan.

🍁🍁🍁

Malam tadi.

Musab mencari tau Cafe tempat Hanania membuka usahanya. Menemukan apa yang ia cari, Musab hanya duduk diam dikemudi motornya. Ia hanya memperhatikan dari jarak 30m.

Cafe sudah sepi. Saat bersamaan Musab melihat sebuah sedan hitam tengah terparkir tak jauh dari Cafe. Gerak geriknya sedikit aneh.

Mobil itu terparkir di tepian jalan. Tampak ada seseorang di balik kemudi. Ia membuka setengah kaca jendela pintu mobil bagian depan. Pandangannya mengarah pada Cafe Hanania. 'Mungkin saja itu GrabCar online yang sedang menunggu penumpangnya.'

Saat Musab meninggalkan tempat, ia sempat melewati mobil tersebut. Tak jauh dari Cafe Hana, Musab menyadari kunci gandanya terjatuh. Musab memutar balik untuk menyisiri jalan barangkali kuncinya jatuh dijalan sebelumnya.

Namun, saat melewati kembali area Cafe Hana, keributan tengah terjadi. Cafe itu diserang. Musab membaca situasi, lalu mengambil posisi siaga di atas motornya.

Begitu motor itu kabur, Musab mengejar salah satu motor. Motor berlari zigzag. Trik agar sulit untuk mengenali motor pelaku. Namun Musab sudah mengunci satu tanda motor tersangka.

Pengalamannya sebagai Prajurit amat berguna dalam kondisi ini. Salah satu motor memasuki sebuah gedung tak terpakai. Kondisi amat gelap. Musab mematikan motornya dan memarkirnya di semak-semak area gedung.

Tangannya sigap memencet tombol panggil pada gadget di tangannya. Lantas menghubungi seseorang. Suaranya nyaris tak terdengar.

"Untung saja kita bisa kabur. Jika tidak, habislah kita!" gerutu sang driver.

"Bagaimana nasib si Beng. Coba hubungi mereka!" perintah salah satunya. Tak lama terdengar suara jawaban dari seberang.

"Aman bos! si Beng juga berhasil kabur. Kita ketemu di markas B."

"Okay! Nanti sampai di sana, baru kita lapor ke Tuan A, misi kita berhasil!" Tawa mereka terkembang.

"Angkat tangan!!" Seketika Musab sudah berada di ruang yang sebagian tak berdinding itu. Sekelilingnya dipenuhi pilar-pilar tinggi dan kokoh.

Mereka terperanjat.

Musab berjalan mendekat.

"Diam ditempat! Jangan bergerak!" perintahnya lagi. Tangannya menodong lurus, mengarah pada mereka.

Kedua orang itu seketika mengangkat dua tangannya ke atas.

Saat Musab hampir tak berjarak dengan salah satu pelaku yang berdiri tak jauh dari motor, tiba-tiba motor itu melaju, nyaris menabrak Musab. Musab melompat dan berhasil mengelak. Namun benda tajam di tangan pengemudi berhasil merobek kemeja Musab.

Satu orang pelaku yang tengah berdiri, seketika mengarahkan benda tajam ke arah Musab. Perkelahian pelik terjadi.

Dengan gerakan cepat menikam lawan. Mereka menyerang Musab membabi buta. Namun Musab sigap menangkap lengannya dan menguncinya dengan sekali gerakan. Pisau di tangan pelaku terjatuh.

Motor mendekat lagi. Saat jarak mereka hanya 2 meter, Musab melompat dan melepaskan tendangan ke arah muka pengemudi. Driver itu tersungkur, motornya terseret beberapa meter.

Sementara, tangan Musab belum melepas kunciannya. Lantas kakinya menekuk leher pengemudi yang masih tersungkur di lantai. Sepertinya ia hampir kehilangan kesadaran.

"Menyerah atau mati!" ancam Musab tegas.

__________

.
.

To be continued
________
Hay hay hay 😁 kira-kira siapa,ya, dalang di balik insiden Kay's Cafe?  🙃

Tunggu dan mampir lagi nanti di episode selanjutnya, ya...  😉😚

Terima kasih buat yang sudah membaca.  Bolehlah ya..  Tinggalin komentarnya. Jangan lupa Vote juga...  😉😘

Danke All 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top