BAB 4 : SCARED
🍁🍁🍁
"Han, gimana kemarin ikut Evennya? menang?" Zoya menatap Hanania antusias.
"Mmm, alhamdulillah lumayan," ujar Hana lirih, matanya melirik Zoya sekilas.
"Ish, lumayan gimana? menang nggak?" Alis Zoya bertaut.
"Alhamdulillah, dapet juara tiga, hihi." Mata Hana menyipit dengan hidung yang sedikit terangkat.
"Iyeessss!" Zoya malah makin antusias. Hana keheranan. Alisnya terangkat. Nyaris bengong.
"Nanti aku laporan ama pak Kepsek. Hihi, lumayan nih ..., kamu siap-siap di Cafemu ya," ucap Zoya kemudian.
Hana tersenyum. Jum'at lalu Pak Kepsek berjanji akan mentraktir seluruh Dewan Guru jika Hana menang Event kemarin.
Agak sedikit aneh bagi Hana, tapi Zoya berkata:
"Gak usah bingung Hanania sayang, biarin donk, sekali-kali juga kita ditraktir gini, lagian Pak Kepsek itu kan udah kayak Ayah kita. Ya gak sih? baik dan gak perhitungan. Perhatian ama kita-kita. Sama kamu aja perhatian banget lho. Kays aja sering dikasi pitih kalau ketemu. Di gendong-gendong lagi."
Kepala Sekolah di SMA ini memang sosok yang baik. Pak Ishaq namanya. Usianya sudah mendekati masa pensiun sebagai PNS. Sangat perhatian dengan seluruh anggota di sekolah. Dari sikapnya tampak banyak pelajaran hidup yang telah dilaluinya, membuatnya semakin bijak. Apalagi di usianya yang mulai senja. Pak Ishaq sangat kebapaan. Tidak otoriter dan selalu menerima masukan.
Saat jam istirahat, Hana mendapat hujan ucapan selamat dari teman-teman Dewan Guru di sekolah yang sedang berkumpul di ruang kerja Guru. Termasuk Pak Ishaq.
"Selamat Han, tingkatkan prestasi, pertahankan yang sudah dicapai," ucapnya, terdengar seperti petuah orang tua saat anaknya menerima raport semester.
Hana terkekeh. "Terimakasih, Pak," dengan sedikit anggukkan.
"Jangan lupa nanti malam siap-siap, ya," ucapnya kemudian pada Hana.
Pak Dandy, TU sekolah yang baru tiba melongok mendengar ucapan Pak Ishaq. Dewan Guru yang lain bersorak ria. Pak Dandy semakin melongok keheranan. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Dia memang selalu ketinggalan informasi.
🍁🍁🍁
Malam hari, seperti biasa Hana berada di Kafe. Kafe mungil yang didesign minimalis dengan lampu-lampu temaram diatas langit-langit halaman Cafe. Di depannya terdapat plang yang bertuliskan "Kay's Cafe".
Para Dewan Guru sebagian sudah hadir. Mereka duduk berdampingan di meja yang di buat memanjang dengan kursi-kursi di sisinya.
Alunan musik menemani suasana santai malam itu. Lagu-lagu dari Maher Zein mengalun-alun menciptakan suasana semarak. Makanan terhidang dimeja sesuai pesanannya.
"Pak Ishaq belom datang gaes?" tanya Zoya yang baru saja tiba.
"Belom, Sai, maklumlah orangtua. Entar juga dateng." Aini menyahut. Ia adalah Guru Olahraga di sekolah.
"Kita di sini dalam rangka apaan si? Apa pak Ishaq ngelamar Hana?" Pak Dandy nyerocos.
Plak!
Sebuah tepukan mendarat ke pundak Pak Dandy. "Hush ...! Jangan asal kalau ngomong, Pak! dipikir dulu ngapa. Ada-ada aja." Zoya tak kalah nyerocos. Ia memang suka ceplas-ceplos.
"Ya terus ngapain coba ditraktir makan. Semua begini?" ujarnya lagi tanpa dosa. Matanya menyisir ke sekeliling meja.
"Ck, si Hana kemarin memang Even. Pak Ishaq janji, kalau Hana menang, kita ditraktir disini. Uuuuwww." Buk Bintang yang sedari tadi diam ikut bicara. Tanganya menoyor lengan Pak Dandy.
"Udah gaes, ni sisi-Bapak emang suka ketinggalan infoh. Dijelasin juga kadang gak nyambung." Buk Aini terkekeh.
Pak Dandy yang dibicarakan hanya membalas dengan wajah lugu. Para Guru malah tertawa melihat tingkahnya.
Hanania sibuk mondar-mandir, sesekali melayani pelanggan yang lain, sesekali bergabung dengan teman-temannya.
Para Guru bercanda ria sambil menikmati pesanan mereka. Tak lama Pak Ishaq tiba dengan seorang lelaki muda. Bergabung dengan para Guru dan memesan makanannya.
"Sst, sst, Zoy, anak muda yang sama Bapak, boleh juga Zoy," bisik Buk Aini di telinga Zoya.
"Buat lu?"
"Bukan! buat kucing!" Buk Aini mengangkat alisnya.
"Lagian lu udah punya, masih ... aja nyari inceran. Jelalatan!" sambar Zoya.
"Issh, buat bukan gue kale, buat lu lah! Gak peka amat nih anak. Pantesan!"
"Apa?"
"Pantesan gak laku-laku. Halu!"
"Dagangan .... kaallleee gak laku-laku." Zoya terkekeh. "I'm enjoying my life," teriak Zoya sedikit mengejek.
"Siapa sih? sering ya bareng Bapak, selidik Buk Aini.
"Taaaauuu', anaknya kali'!" Zoya menjawab ketus.
"Iya, anaknya," Pak Dandy menjawab tanpa ditanya. mulutnya penuh dengan kentang goreng. "Kenapa Zoy? Lu naksir?"
"Ish, paan sih!" Zoya mulai risih. Pak Dandy dan Buk Aini tertawa melihat tingkahnya.
"Serius lu Zoy, gak mau? Ganteng begitu 'kok." Buk Aini belum berhenti menggoda Zoya yang sedang melahap BuMie Keriwil miliknya. Zoya hanya menggeleng malas. "Kalau dia mau, ya dia donk yang deketin gue, masak gue yang nyosor duluan," sanggah Zoya.
"Tuh, kan. Berarti lu mau." Telunjuk Buk Aini mengarah ke wajah Zoya. Membuat ia salah tingkah. Buk Aini tertawa puas.
Pengunjung Kafe kebetulan malam itu lumayan ramai. Para rekan Hana dibagian dapur sedikit kewalahan. Hana sigap membantu dan mengambil alih pekerjaan yang sedang menunggu sambil tetap terlibat komunikasi dengan para teman-teman mengajarnya.
Tanpa ia ketahui ada sepasang mata dari meja para Guru yang tengah mencuri pandang padanya secara diam-diam.
Pukul 22.00 Pak Ishaq pamit lebih dulu. Sebagian Guru ikut pamit juga. Para Guru mengucapkan Terima Kasih pada Pak Ishaq atas makan-makan malam ini termasuk Hana sebelum ia pergi. Zoya dan Buk Aini memilih untuk tetap tinggal di Kafe. Kays yang daritadi asyik bermain datang untuk salim saat Ibunya memanggil.
PRANG!!!! suara kaca pecah berserakan!
"Bundaaa ...!!!! Aaaa ....!!! Aaaaa ...!!!" suara Kaysan melengking menjerit. Dia berjongkok di bawah kaki Hana. Gemetar dan menggigil. Wajahnya ketakutan. Hana pias. Seketika Hana memeluk Kays yang sedang gemetar. Hana melihat ke arah suara.
Piring-piring kotor yang di bawa Zaky jatuh ke lantai saat Zaky tersandung kaki kursi. Zaky dengan cekatan segera mengutip pecahannya sambil berucap "maaf, maaf," sedikit membungkukkan badan.
Hanania terus memeluk Kays yang masih menjerit dan gemetar. "It's okey, sayang, it's okey ..., Bunda disini. I hug you son. It's okey." Namun Kays kecil terus menjerit.
"Kays, look at my eyes, look at my eyes. It's me. Ini Bunda, sayang. It's okey," ucap Hana lagi sambil menengadahkan wajah Kays ke wajahnya. Kays perlahan terdiam dan memeluk erat ibunya.
"I love you Bunda. I love you so much. Don't be cry."
Hana tersenyum. "Bunda gak nangis, sayang ... look at me. I'm okey." Hana mengecup kening Kays yang mulai mereda, lalu menenggelamkan kepalanya dalam pelukannya.
Para Guru yang menyaksikan merasa terharu bercampur gemas. Kays kecil meminta ibunya untuk tidak menangis, saat sebenarnya dialah yang sedang menangis.
Sementara itu, diluar pekarangan Kafe, sebuah sedan hitam terparkir. Namun seseorang didalamnya tak mencoba turun, hanya tetap duduk di kursi kemudi. Matanya tampak tajam memperhatikan kedalam Kafe yang masih ramai pengunjung.
🍁🍁🍁
"Han, apa Kays masih sering begitu jika mendengar keributan atau hal yang mengejutkan?" Zoya tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Hana yang duduk disampingnya mengangguk lemah.
"Tapi ia akan tenang kembali saat aku memeluknya dan meyakinkannya semua baik-baik saja," ungkap Hana.
"Apa menurutmu itu tidak akan mengganggu perkembangannya, Han?" Tanya Buk Aini.
"Semoga tidak. Sampai saat ini dia akan gemetar jika mendengar piring atau kaca jatuh pecah, suara bentakan, atau keributan. Tapi ... aku berharap, semoga itu akan menghilang seiring berjalannya waktu." Hana menarik napas berat. Pandangannya cemas.
"Mungkin itu seperti trauma, Han," sambut Buk Aini. Hanania mengangguk, matanya tengah terfokus pada Kays yang sedang asyik memainkan sebuah mobil kecil hadiah kak Roby.
"Han, apa kamu punya rencana untuk menikah lagi?" ucap Buk Aini kemudian.
Hana tertawa getir. "Tidak terpikir olehku. Menurutku itu tidak mudah." Hana menatap Buk Aini lekat. Hening kemudian.
"Sstt, aku dengar lu kemarin ketemu beliau ya?" bisik Zoya. Buk Aini sudah pamit pulang.
"Siapa?"
"Si Arab- indon." Zoya nyengir, nyaris membuat Hana ingin mencubitnya.
"Tau darimana?"
"Hihi, kemarin aku denger Nay lagi ngomong, sama Kak Roby waktu mampir ke rumahmu itu. Mmm ... gak sengaja," Zoya nyaris nyengir lagi, lalu mengaduk jus wortel di depannya. Hana diam menatap Zoya yang sedang fokus pada minuman dihadapannya. Zoya membalas pandangannya dengan satu alis terangkat. "Iyakan?" selidik Zoya lagi.
Hana membuang pandangan.
"Ih, wajah lu berbinar, Mak!" Zoya tertawa sambil menunjuk wajah Hana.
"Ih, biasa aja." Hana menjawab malas.
"Jangan menyinggung dia lagi Zoy ... gak ada gunanya," pinta Hana. Zoya memandang Hana lekat.
Zoya adalah teman curhat Hana selain Nay sejak dulu. Ia bisa merasakan apa yang Hana rasakan. Pengalaman hidup mereka hampir sama.
"Jadi kemarin pertama kali lu ketemu dia setelah hari lamaran donk, ya?" tanya Zoya seolah acuh dengan ucapan Hana. Kini Hana yang menatap Zoya lekat. Hana mengangguk.
"Trus gimana menurut lu?" tanya Zoya.
"Menurut gue? Apanya? Ish gak penting." Hana menghindar dari pertanyaan Zoya.
"Apa menurut lu dia sudah menikah?"
Hanania diam sesaat. Ia mengingat saat melihat seorang wanita tengah menggandeng tangan Musab waktu itu.
"Ofcourse Zoy. Menurutku, ya. Tidak mungkin dia bertahan hidup sendiri setelah sekian lama. Akan mudah sekali baginya mendapatkan penggantiku, bukan?" Mata Hana menerawang.
🍁🍁🍁
Pukul 23.00 Kafe tutup. Hana dan Kays sudah pulang bersama Nay. Ada Zaky dan Mang Karim yang tinggal di Cafe. Kondisi Cafe sudah sepi. Dua motor berjalan ke arah Kay's Cafe dan melambat didepannya. Dua orang turun dengan membawa pukulan ditangan. Lantas berlari dan menghancurkan jendela, pintu, meja, kursi disana. Keributan terjadi.
Zaky dan Mang Karim terkejut dan langsung berlari keluar kamar. Saat mereka tiba dihalaman depan, orang-orang dengan penutup wajah itu sudah siaga untuk kabur. Zaky dan Mang Karim meneriaki mereka. Mang Karim berusaha mengejar salah satu motor dengan berlari.
Tiba-tiba dua sepeda motor itu berjalan memutar dari arah Zaky dan melempar beberapa peledak yang sudah dimantik melalui jendela Kafe. Gerakannya cepat, sehingga Zaky tidak bisa meraih salah satu dari mereka.
Seketika suara ledakan terdengar menggelegar dari dalam Kafe.
Duarrr! Duarr! Duarr!!
"Zaky tiarap!"
___________________
To be continued.
___________________
Waduh, gimana nasib Kafe milik Hanania, ya?
Hay hay
para pembaca semua. Maaf agak lama terbit. Please tinggalin komen membangunnya dunk. Biar makin semangat nulisnya. Hehe
Jangan lupa vote juga.
Okay 😉😚
Sampai ketemu di episode berikutnya 😉
Danke semua. Love you 😘
🍁🍁🍁
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top