BAB 3 : Sesuatu Yang Tak Terduga - Unexpected

"Kak Ubay, kemana aja sih? Aku udah tampil tadi. Kakak gak suportin aku. Loh, kenapa basah kuyup begini?" rengek Farah pada Musab yang sedang berdiri didepan Aula.

"Kamu udah tampil? Wah maaf, aku gak liat sesi kamu tampil. Ada anak tenggelam tadi, aku tolongin, panggilkan Ihsan, ya. Bawa kunci mobil," jawab Musab meninggalkan Farah dengan kening berkerut.

Musab berlalu menuju parkiran mobil. Ia melihat Nay dan Hana berada pada mobil mereka yang ternyata tak jauh dari tempat Musab memarkir mobil. Musab memperhatikan dari mobilnya. Ingatannya melayang, saat bertemu seorang teman di Aula saat Hana berada di panggung.

"Hei Bro ...! Disini juga. Apa kabar Komandan!" Sebuah tepukan kuat tepat di pundak Musab.

"Eh Bib, Maasyaa Allah ketemu kamu juga disini. Alhamdulillah. Kamu apa kabar? Lama gak jumpa," sambutnya. Musab dan Habib berjalan pelan menjauh dari Audiens.

"Alhamdulillah Bro. Kamu kapan pulang ke Indonesia?" tanya Habib.

"Belum lama, Bib." Musab melihat Habib tengah memperhatikan seseorang. Terlihat dari ekor matanya yang terus melihat ke arah yang sama. Musab ikut mengedarkan pandangan.
.
Deg! 'Hanania.'
.
Musab melihat ada sesuatu dimata Habib penuh arti tertuju pada Hana yang sedang melintas dengan seorang anak kecil berumur 3 tahunan.

"Liat gak Bro, perempuan berhijab yang bawa anak kecil tadi?" tanya Habib.

"Hhhhmmmpp, ya." Musab gugup.

"Gimana menurut lo bro?" tanya Habib kemudian. Habib yang memang sudah akrab dengan Musab merasa tak canggung menanyakan hal ini. Mereka dulu pernah dekat saat satu asrama di SMA.

"Kenapa Bro?"

"Anggun, kan?" ucap Habib dengan mata berbinar. Musab hanya diam. "pebisnis muda, pakaian nya tertutup, santun dan tangguh." matanya sesekali berpendar ke arah Hana.

"Hush, istri orang Bro!" Potong Musab.

"Gak Bro ... dia single parents ..." mata Habib sedikit membesar seolah meyakinkan Musab. "Mana berani gue ngelirikin Istri orang." ucapnya sambil terkekeh. "Meski dia janda tapi gue liat dia tetep jaga marwahnya. Gak kayak yang dibilang orang, imej jelek janda. Sekarang malah makin menutup diri. Seolah gak mau statusnya mengusik orang. Menurut Gue itu patut di apresiasi." urai Habib panjang lebar.

"Oh, iya," jawab Musab datar.

Terdengar suara seseorang memanggil Habib. Habib meninggalkan Musab setelah pamit.

Musab tercenung. Lalu perlahan berjalan keluar Aula. Dari kejauhan Musab melihat Hana tengah duduk di kursi sebuah taman hotel. Matanya tertutup. Lama. Disaat bersamaan Musab melihat anak kecil disampingnya turun dari ayunan dan berlari kecil. Musab tersenyum melihat tingkahnya yang menggemaskan.

Sesaat ia menikmati itu. Namun seketika wajahnya pias. Saat kaki mungil itu berjalan mendekat ke kolam renang. 'Oh tidak! Itu kolam dewasa!'

Musab sedikit panik. Ia melihat Hana masih terpejam. 'Hei, apa dia tertidur? Bagaimana bisa? Are you okey Hana? Wake up! Open your eyes. Anakmu tengah dalam bahaya!'

BYUUUR!

benar saja!

Seketika Musab berlari mendekat kearah kolam. Jarak ia dan kolam sekitar 60 m. Larinya cepat namun tertunda karena tersandung anak tangga. Musab terjatuh dan terguling. 'sial!'

Musab bangkit, kembali berlari. Mendekat dan menceburkan diri ke dalam kolam.

Dan disini lah dia sekarang. Dengan pakaian yang basah.

"Ndan!" Suara Ihsan datang. "Baru nyampe Indonesia udah kuyup begini aja. Libur dulu Ndan kerjanya," ucap Ihsan terkekeh.

"Prajurit harus siap siaga!" jawab Musab juga terkekeh.

"Siap!" sambung Ihsan.

"Udah buruan buka bagasinya. kamu jaga diluar mobil, ya, aku ganti pakaian didalam."

"Siap Komandan!" jawab Ihsan dengan tangan disebelah kanan kepala dihentak sedikit maju ke depan. 2 menit Musab sudah selesai berganti pakaian.

🍁🍁🍁

Lebih Kurang 5 Tahun yang Lalu

Musab Baihaqi berada di sofa ruang tamu rumah Hana. Dihadapannya ada Apak dan Ummi. Disebelah Musab ada 'Am Taufik, Adik kandung Ayah Musab selaku pengganti wali Musab. Selama kuliah Musab tinggal dirumah pamannya.

Hari ini Musab memberanikan diri untuk melamar gadis pujaan hatinya, Hanania.

Cinta yang menghubungkan hati mereka seakan memburu agar segera sah dimata keluarga dan dimata Pencipta. Niat suci dari seorang lelaki muda yang tak ingin cintanya salah jalan. Adalah sebuah sikap jantan, saat rata-rata pemuda seumurannya menikmati masa muda kesana kemari, bersenang-senang berganti pasangan jalan.

Hanania yang saat itu masih seorang mahasiswi semester akhir, sedang Musab mantan Mahasiswa yang baru berwisuda. Saat ini, Musab bekerja di sebuah Cafe tak jauh dari rumah pamannya sejak masih kuliah.

Hanania tentu saja merasa tersanjung dengan sikap Musab. Baginya itu merupakan sikap Gentleman. Apalagi Ia juga menyimpan rasa yang sama. Seketika level kegantengan Musab meningkat dimata Hana.

Musab tak ingin rasa cinta yang ada di antara mereka malah akan menjerumuskan. Setelah berpikir panjang, mereka berdua memutuskan untuk segera menikah.

Bukankah menikah muda itu tak dilarang?
Hana membayangkan, tentu akan sangat menyenangkan jika mereka bisa melakukan segala hal bersama. Berjalan seperti orang yang berpacaran, tapi dengan hubungan yang sah di mata Agama.

'Am Taufik membuka pembicaraan lebih dulu. Apak menyambut dengan ramah. Perbincangan pun berlanjut.

"Siapa namamu, nak?" tanya Apak.

"Perkenalkan nama saya Musab Baihaqi Pak, " jawab Musab gugup.

"Sudah lama kenal Hana?"

"Lumayan lama, Pak,"

"Kamu tinggal dimana? orang tuamu dimana?"

"Kampung saya di Aceh Pak, Ayah dan Ibu sekarang di Aceh."

"Oh begitu, siapa nama Ayahmu?" lanjut Apak sambil mengangguk.

"Ayah saya Ahmed Mustofa Pak." mendengar nama itu, entah kenapa seketika raut wajah Apak berubah.

"Apa kalian suku Aceh?" tanya Apak kemudian.

" Tidak Pak. Ayah keturunan Arab dan Ibu saya asli Sunda." Apak mengangguk. Dan lanjut bertanya segala hal tentang nasab keluarga Musab. Pertanyaan-pertanyaan Apak di jawab dengan baik oleh Musab dan 'Am Taufik.

"Jadi begini Pak ... maksud kedatangan kami kesini, ingin melamar putri Bapak Hanania untuk anak kami Musab Baihaqi. Kami berharap Bapak bisa menerima lamaran kami dan dengan lapang hati menjadikan anak kami sebagai menantu di rumah ini, sehingga kita bisa menjalin hubungan keluarga lebih dekat lagi," 'Am Taufik dengan runtut mejelaskan.

Perbincangan antara Mereka berlanjut.

Sementara itu, didalam kamar Hana merasa gelisah. Jantungnya berdebar kencang. Ada rasa takut dan bahagia bercampur menjadi satu. Bagaimana kalau Apak dan Ummi tak mengizinkan. Mengingat Dia masih kuliah. Tapi sebentar lagi juga tamat. Tapi keluarga mereka bukan keluarga yang tak tau Agama. Hana optimis Apak dan Ummi pasti merestui.

Nay tiba-tiba muncul membuka pintu kamar Hana. Ada raut bahagia terpancar di wajahnya. Nay mesem-mesem sendiri melihat tingkah Hana. Kadang duduk, sebentar berdiri, sebentar lagi berbaring. Kadang berguling. Tak karuan! Nay hanya sesekali tertawa melihat tingkah Hana.

"Sabar Mbak ... jangan lupa berdo'a biar jagoanmu mampu menghadapi Apak. Hihi," Nay terkekeh.

"Issh Nay ... kenapa rasanya begini amat. Aku deg degan," rengek Hana. Nay malah tertawa lepas.

Tak lama suara deru sepeda motor terdengar menjauh. Suara sepeda motor yang dikendarai Musab. Hana keluar kamar melihat dari balik gorden jendela. Apak dan Ummi muncul dari ruang tamu. Wajah Apak datar. Rautnya Dingin. Lalu masuk ke kamar.

Ummi melihat ke arah Hana dengan wajah sendu. Menarik nafas panjang dan melepaskannya perlahan. Lantas menyusul Apak masuk ke kamar. Hana tertunduk. Agaknya ia mengerti jawaban apa yang di beri oleh Apak.

Hana dengan tubuh lemas masuk ke kamar. Nay mengekor di belakang.
Hana duduk tertunduk ditepian ranjang.

Ting

Suara pesan masuk ke gaget Hana.
Gadis itu segera membukanya.

[Maafkan aku, Edelweisku. My HANAphali.] sebuah emoticon sedih juga tercantum disana.

Hana meletakkan gawainya ke atas nakas. Lalu menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang. Memeluk guling hingga menutup seluruh wajahnya. Nay mengusap-ngusap punggung Hana seolah menguatkan.

🍁🍁🍁

Waktu berlalu. Hana berangkat ke kampus dengan bermalas-malasan. Semangatnya seakan menyusut. Bahkan belakangan ini tak berselera makan. Tapi dia harus tetap menyelesaikan kuliahnya. Apak akan marah besar jika kuliahnya terbengkalai hanya karena seorang laki-laki.

Hana bukan gadis lemah dan cengeng. Ia tetap bisa menguasai dirinya meski tertatih menjalani hari. Aktifitasnya semua berjalan seperti biasa. Namun ada sesuatu yang hilang dari dirinya. Wajah ceria. Dan kini Hana sedikit jadi pendiam.

Tak ada lagi pesan masuk dari Musab untuk Hana, tak adalagi kejutan 'lunch box' yang sering muncul di kotak loker Hana saat kuliah. Tak adalagi curi-curi pandang dan tatapan penuh kasih saat Hana dan teman-temannya nongkrong di Cafe tempat Musab bekerja. Hana akan tersipu setiap itu terjadi.

Tak adalagi surat mini bertuliskan tangan Musab yang sering terselip dalam buku-buku Hana. Tak adalagi kejutan-kejutan kecil tak terduga untuk Hana. Tak ada kabar dari Musab. Nihil. Hana kehilangan kontak.

Mendatangi rumah pamannya? Ah, Itu tidak mungkin. Hana tak punya nyali besar. Rasa malunya lebih besar dari keberaniannya. Lagipula Hana tidak tau rumah Paman Musab.

Sesekali bersama Nay, Hana nongkrong di Kafe tempat Musab biasa bekerja. Namun Musab tak tampak keberadaannya.

Hana bertanya pada salah seorang teman yang bekerja di Kafe. Ia bilang sudah sebulan Musab tak masuk bekerja. Waktu yang sama setelah terakhir kali Musab datang melamarnya.

🍁🍁🍁

Nay sedang menyiram tanaman di halaman rumah. Di seberang jalan ada Mpok Laila sedang menyiram tanaman juga. Wajahnya sinis melihat Nay.

'Anak pungut, ya meski rajin, kalau tidak mana ada orang yang mau melihara,' sungutnya. Mpok Laila terkenal suka usil dan ngegosip di lingkungan sekitar.

Tiba-tiba terdengar suara sepeda motor berhenti di halaman rumah Apak. Seorang laki-laki berjaket hitam tebal, dengan celana jeans panjang, menggunakan helm menutup wajah.

Mpok Laila memperhatikan dari seberang. Laki-laki itu memanggil Nay. Nay mendekat. Lalu laki-laki itu membuka bagian depan jaket dan mengeluarkan buket berisi bunga mawar merah, lantas menyerahkannya pada Nay. Nay tampak terkesima. Matanya melotot tak menduga.

Mpok Laila juga ikut melotot. Matanya semakin sinis. 'Oh ini anak pungut udah pande aja, ya, dikasi bunga pula ituh doi, haaduueeyyy gue aja seumur-umur belom pernah dikasi begituan. Kalah gue ama bocah. Hooooo bakal ada gosip seru nih.' batinnya sambil tersenyum sinis.

🍁🍁🍁

Pukul 17. 45 Hana tiba dirumah. Dengan wajah lelah dan lesu Hana di sambut Nay yang bersikap aneh.

"Assalamu'alaikum," ucapnya. Seketika Nay menarik lengan Hana. Satu telunjuknya diletak didepan mulut seolah memberi kode pada Hana untuk menjaga rahasia.

Hana mengernyitkan dahi. Tapi tetap menurut apa yang di perintahkan gadis yang sudah di anggapnya adik itu. Nay membawa Hana menuju pekarangan rumah.

"Tunggu di sini, kasi kode keaku kalau ada yang datang. Jangan sampai ada yang liat," ucap Nay, serius. Hana mengangguk kuat tanda okay.

Nay berjalan berjingkat-jingkat, bersiaga, melihat ke sana ke mari, memastikan tak ada orang yang melihat. Lalu tangannya merogoh sesuatu di balik bunga tusuk jarum yang menjadi pagar bunga-bunga lainnya.

Kemudian, menyerahkannya ke tangan Hana dengan anggukan tanpa suara. Hana semakin tak faham. Dahinya mengernyit.

Tiba-tiba terdengar suara Ummi dan Apak mendekat. Hana dan Nay segera berjongkok di balik bunga pagar untuk bersembunyi. Ummi dan Apak berada di teras. Hana memberi isyarat pada Nay harus bagaimana.

Setelah Ummi dan Apak masuk kembali, Nay berlari kecil ke dalam, lalu sepersekian detik kembali lagi.

Tanganya melambai pada Hana, seperti tukang parkir. Hana malah terkekeh lalu berlari langsung ke kamar.

Di kamar Hana memperhatikan buket bunga mawar yang diberikan Nay. Harum semerbak menyeruap memanjakan indera penciumannya. Ada selembar kertas terselip di bagian sisi dalamnya. Di sana tertulis.

"Teruntuk Hananiaku, aku berharap kau akan baik-baik saja. Setelah penolakan Apak, aku berharap Tuhan memberi kita cara lain untuk bisa bersama. Tolong Mintalah pada Pencipta Han ..., Agar jalan kita menjadi mudah. Aku juga akan melakukan hal yang sama, besabar dan terus berusaha.

Setelah ini mungkin kita tidak akan berjumpa untuk waktu yang sangat lama. Melalui ini, aku pamit padamu. Mereka mengirimku untuk menjadi Prajurit. Maafkan aku Hana, maafkan aku. Bersabarlah sedikit lagi ya ..., untukku, kamu, semoga menjadi kita.

Ku mohon, tunggu aku, Hananiaku ...
Edelweisku. My Anaphali."

-Musab Baihaqi-

Airmata Hana seketika jatuh membasahi kertas ditangannya. Ia merasakan nyeri didalam dada. Tapi ia bisa apa. Nay merangkul pundak Hana yang sedang terisak, seakan mentransfer semangatnya.

_______________

To be continued
_______________________
Terima Kasih yang sudah membaca 😘
Mohon krisan membangun nya ya..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top