BAB 16 : SUDDEN TASK

Hay hay hay, si Ganteng Musab bakal beraksi di episode kali ini. 😁

Yuk cus langsung saja. Jangan lupa vote dan tinggalkan komentarnya ya ....

🍁🍁🍁

Kodim Jakarta Pusat. Air muka Musab mendadak berubah lesu memucat. Tangan kanannya memegang selembar surat. Berisi perintah tugas. Berangkat ke Papua hari itu juga. Musab menghela napas berat. Gagal sudah semua rencana.

Baru kemarin ia mendapat perintah untuk segera kembali ke Jakarta. Padahal masa cutinya masih lama. Dengan segera ia bertolak dari Medan ke Jakarta. Perintah tetap perintah. Tetap harus dilaksanakan segera. Begitulah tuntutan seorang tentara.

Sebelumnya, padahal ia berencana untuk segera menemui Hanania. Dan memintanya kepada Apak untuk kali ketiga. Tapi agaknya itu semua gagal sempurna.

Ia bahkan hanya diberi waktu 45 menit bersiap menuju keberangkatan. Waktu yang kadang serasa begitu menyedihkan. Apalagi buat anak istri atau keluarga prajurit yang akan di tinggalkan.

Bagaimana jika mereka sedang tidak readi saat prajurit mereka pamit hendak bertolak pergi? Nyatanya, itu biasa terjadi.

Tak ingin membuang waktu. Ia segera mempersiapkan segala hal. Salah satunya, menulis surat wasiat. Sesuatu yang sudah biasa ia lakukan sebelum berangkat bertugas. Tapi kali ini berbeda, ia juga menuliskan surat untuk Hanania.

Musab mencoba menekan tombol panggil kenomor Hanania. Tak ada jawaban. Lalu Ia mengirim pesan.

"Dahulu sekali, bertemu denganmu bukan inginku. Tapi itu membuatku tidak bisa melupakanmu. Hanania, ajari aku bagaimana membunuh rindu. Karena sampai saat ini aku masih belum mampu. Hari ini aku akan pergi bertugas kembali. Jika saat aku kembali nanti kau masih sendiri, izinkan aku kembali menjadi pelindungmu. Memintamu pada Apak, dan kita (aku, kau dan Kays) akan berlayar saling bergandengan tangan. Tapi jika saat aku kembali kau tak sendiri. Baiklah. Mungkin aku memang harus menerima keadaan itu kembali. Percayalah, aku akan tetap berbahagia untuk kebahagiaanmu."

Pesan terkirim. Lalu dengan mantab laki-laki itu melangkah pergi.

Pesawat Hercules TNI-AU terbang membawa tubuh Musab dan Ihsan bersama prajurit lainnya. Laki-laki bermata sipit dengan tubuh berisi itu entah mengapa lebih sering disandingkan dengan Musab ke mana betugas.

Awan tengah mendung di luar sana. Tiba-tiba hujan turun begitu saja. Mata Musab memandang ke jendela pesawat. Rintik hujan tengah menyerbu jatuh, lalu mengalir membentuk garis air.
Musab tersenyum sekilas. Telunjuknya menyentuh jendela kaca yang mulai basah bagian luarnya.


Hatinya riak berbisik.

Hanania, adakah rintik hujan mengingatkanmu?
Seperti apakah sebenarnya jarak itu?
Mataku memang tidak menangkap ragamu, tapi di sini, namamu terasa begitu lekat membayangiku

Hanania, adakah kisah kita belum usai?

🍁🍁🍁

Nduga, Papua. Tanpa banyak berehat, mereka langsung bergabung dan diberi tugas dalam operasi gabungan penangkapan TPNPB. Konflik yang sudah banyak memakan korban meninggal. Termasuk para pekerja pembangunan jembatan Trans-Papua. Juga berdampak pada warga sekitar yang harus mengungsi akibat konflik bersenjata.

Malam itu operasi dihentikan. Pada malam hari, sangat sulit menembus hutan dengan medan yang terjal dan extrim. Namun begitu, pejagaan tetap dilakukan. Tidur dengan tenang, hanya dalam kamus hayalan. Yang ada hanya harus siap siaga karena bahaya selalu bisa saja datang di depan mata.

Dor! Dor! Dor!

Tiba-tiba suara tembakan datang bertubi-tubi ke arah markas mereka. Tentara gabungan yang bersiaga sigap melepaskan tembakan juga.
Suara hentak langkah berlari terdengar mendekat. Tiga orang pekerja berlari ke arah markas dengan ketakutan.

"Tolong!" Terdengar suara teriakan menggema.

Dor! Dor! Dor!

Lagi, suara tembakan menggelegar. Musab membalas tembakan. Beberapa prajurit lain dari arah Timur dan Utara ikut melepas tembakan juga. Baku tembak terjadi.

Salah seorang pekerja menuju arah Musab. Seketika ia tersungkur. Berusaha tiarap menghindari tembakan. Musab yang sedang dalam posisi siaga tak jauh dari situ, memandang ke arahnya. Memberi kode ke arah mana bersembunyi, lalu menyuruhnya membuka kemeja bewarna terang yang ia kenakan.

Baku tembak kembali terjadi.

Musab ikut merayap ke dalam semak-semak belukar. Ihsan yang baru saja berganti giliran jaga kembali menghambur keluar.
Suara tembakan jadi irama mencekam bersahut-sahutan. Tak lama berselang, tiba-tiba senyap menyergap.

Dari pekerja yang berlari, di dapatkan info kalau mereka hampir jadi sandera dan berhasil kabur. Satu orang teman mereka berhasil tertangkap.

Prang!

Suara kaca pecah. Sebuah batu segempal tangan dengan bergandeng pesan tergeletak di lantai dalam ruangan. Kapten Satria meraihnya lalu membaca pesannya. Tajam matanya memandang, beberapa detik kemudian ia meremas kuat kertas itu dalam genggaman.

Esok hari. Misi berjalan kembali. Pembebasan sandera, yang di pimpin oleh Letda Musab Baihaqi. Di hamparan ilalang, rerumputan liar serta pepohonan, pelan mereka masuk area yang di janjikan. Di sisi Selatan, Timur dan Barat para pasukan ikut berjaga.

Di sebelah Utara ada beberapa rumah dengan atap berbentuk bulat kerucut terbuat dari jerami atau ilalang. Tingginya sekitar 2,5 meter. Masyarakat di sana menyebutnya dengan Honai.

Ada beberapa Honai di sana. Yang paling tengah Honai persegi panjang yang lumayan besar. Di sisi kanan kirinya ada beberapa Honai kecil yang berbentuk bulat. Di depan Honai itu tampak beberapa penjaga.

Mereka membawa Musab dan Ihsan masuk ke dalam Honai persegi panjang sambil mengangkat kedua tangan.
Di dalam tampak seseorang yang duduk di antara pengawal. Tampaknya ia adalah pimpinan mereka. Di sisi lain ada seorang pekerja yang jadi sandera dalam posisi terikat. Musab maju. Lalu mereka pelan berbicara melakukan negosiasi.

Namun akhirnya percuma. Negosiasi tak berakhir sempurna. Mereka siaga dengan senjata mereka dan siap menyerang. Seseorang mengayunkan sebilah pisau ke arah Musab. Laki-laki berseragam loreng itu menghindar lalu cekatan menangkis tusukan.

Seseorang ikut menyerbu, Musab sempat membalas dengan tendangannya. Sepersekian detik, tiba-tiba datang seseorang lagi menyerbu hingga mengenai perut pemuda itu. Meninggalkan bekas luka berdarah. Secepat kilat ia memberi perintah melalui earphonenya pada pasukan di luar untuk bergerak.

Pasukan ikut masuk. Mendobrak dinding Honai kuat. Gencatan sejata terjadi. Salah seorang pasukan berusaha membuka ikatan sandera. Sementara yang lain berusaha melindungi aksi.

Musab menghadang seseorang yang hendak melepas tembakan ke arah mereka. Ihsan menghadang salah satu lain di sisi Barat. Sandera terlepas. Dengan segera Musab memerintahkan mereka kabur.

Saat bersamaan sebuah pisau menghantam bagian perutnya. Musab membalas dengan tendangan tak kalah keras. Menangkis seseorang yang juga menyerbu membabi buta. Di posisi lain Ihsan juga sedang bertikai dengan beberapa dari mereka.

Dor! Dor! Dor!

Seorang tamtama merayap. Meremas samping dada sambil meringis diam. Ternyata ia terkena tembakan. Musab membalas tembakan. Lalu memerintahkan pasukan di dalam pukul mundur keluar.

Tiba-tiba!

BAM!

Musab tersungkur. Lalu pukulan-pukulan menyerbu tubuhnya membabi buta. Darah segar mengalir dari kepalanya. Ia nyaris kehilangan kesadaran. Luka di perutnya juga semakin mengeluarkan banyak darah segar.

Seketika matanya mulai mengabur. Mengerjap-ngerjap perlahan.

"Allaaahu Akbar!" lirihnya tak terdengar.

Matanya mulai kosong. Tapi hatinya kembali riak berbisik.

"Hanania...."

🍁🍁🍁

To be continued.
.
.
Hadeeuuy, gimana nasib Musab ya? 😢

Di sini aku selipin lagu ini ya.
Cocok nih agaknya jadi soundtrack 😁

Selamat mendengar, "Seluruh Cinta"

Alhamdulillah, #HANANIA up lagi. 😍
Versi online ini akan segera end ya readers.☺

Di novel akan lebih bbbbbrrrr tumpah ruah.

Makasi banyak sudah mau mampir membaca. Love you cause Allah

Tinggalkan jejakmu, aku akan menemukanmu 😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top