4. Dendam

Arsen kembali ke bungalownya dengan perasaan kesal. Ketidakpuasan memenuhi dirinya dan membuat pemuda itu terus merutuk sepanjang perjalanan pulang. Klarios yang tengah bersantai di tempat tidurnya sambil membaca buku, menyambutnya tanpa beranjak.

"Detensimu sudah selesai? Lama sekali," sapa Klarios sambil berbaring nyaman.

Arsen tidak menjawab. Ia hanya membanting ranselnya ke kasur lalu melepas apron anti gores yang dia kenakan.

"Kau marah padaku? Karena tidak membantu detensimu?" Klarios kembali bertanya. Pemuda itu akhirnya bangun dari tempat tidurnya dan duduk menatap Arsen sambil mengerutkan kening.

"Aku mau mendinginkan kepalaku," sahut Arsen ketus. Ia pun berjalan ke arah kamar mandi untuk membasuh diri.

"Benar, kau harus mandi. Baumu seperti penyihir," komentar Klarios menanggapi. Namun, detik berikutnya, ia langsung beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri Arsen dengan tiba-tiba.

"Tunggu. Kau berbau seperti penyihir. Kau menemui mereka lagi?" tanya Klarios penuh selidik. Pemuda itu merangkulkan tangannya ke bahu Arsen sambil mengendus-endus.

Arsen menepis tangan Klarios dari tubuhnya lalu mendorongnya menjauh. "Hentikan!" hardiknya merasa terganggu.

"Katakan sejujurnya. Apa mereka mau mencarikan jantung laut?" todong Klarios mendadak bersemangat.

Arsen tahu alasannya. Meski cenderung mudah cemas, tetapi Klarios tetaplah keturunan keluarga Ferrum. Seperti juga kebanyakan orang di wilayah barat, mereka suka mengeksplorasi material-material langka dan membuat benda-benda berbahaya. Sayangnya, kali ini Arsen sepertinya membawa kabar yang mengecewakan. Sambil mendesah panjang, pemuda itu pun menggeleng.

"Edmund tidak mau melakukannya," ujar Arsen sambil mendengkus kesal.

"Bahkan ketua asrama Agrine saja tidak mau mendekati Abbysal Lagoon. Tempat itu memang terkenal mematikan," komentar Klarios sambil melipat tangan. "Jadi apa yang akan kau lakukan sekarang? Sebaiknya kau segera mengembalikan Aquamarine itu sebelum ketahuan," lanjut pemuda itu menasehati.

Arsen terdiam sejenak, menimbang-nimbang apakah dia perlu mengatakan rencananya pada Klarios atau tidak. Sepanjang perjalanan pulang ke asrama, Arsen sudah memikirkan beragam cara untuk bisa mendapatkan jantung laut, bahan terakhir yang dia butuhkan. Namun belum ada satu pun rencananya yang benar-benar matang.

"Aku akan memikirkannya sambil mandi," jawab Arsen menghindari pertanyaan Klarios.

Pada akhirnya, Klarios pun berhenti mencecarnya. Arsen kini sepenuhnya sendirian, merilekskan tubuhnya sambil berendam dalam Jacuzzi di bagian belakang bungalow asramanya. Air hangat yang nyaman membuat pikirannya kembali jernih. Arsen kembali memikirkan rencananya untuk mendapatkan jantung laut. Abbysal Lagoon memang bukan tempat yang mudah didatangi. Danau itu terkenal mematikan dan dijaga oleh monster raksasa yang ganas. Bagaimana caranya Arsen bisa mendapatkan material berharganya di sana?

"Haruskah aku pergi sendiri?" gumamnya sambil berpikir.

Tentu saja itu bukan ucapan kosong. Arsen cukup gigih untuk bisa mendapatkan apa yang dia mau, meski ia harus menghadapi marabahaya. Bukan sekali dua kali dia menyelinap diam-diam keluar dari perbatasan akademi dan menjelajahi wilayah tandus di luar dinding pelindung. Di sana ia bisa mendapat beberapa mineral kualitas tinggi dengan menambang di dalam tanah yang sudah kotor oleh sihir monster. Dia juga kerap melakukan uji coba senjata barunya dengan mengalahkan monster tingkat rendah yang ada di sekitar perbatasan akademi.

Arsen tentu saja menyimpan beberapa senjata cadangan yang dia buat untuk dirinya sendiri secara diam-diam. Senjata-senjata yang kalau dilihat oleh Profesor Fabron, pasti akan membuatnya terkena detensi berlapis. Meski begitu, Arsen tidak gentar. Baginya, esensi menjadi seorang blacksmith adalah memberikan kontribusi sebaik-baiknya membuat senjata yang ampuh untuk membasmi monster. Dengan begitu, kehidupan warga Fall City, tempatnya berasal, tidak perlu lagi dihantui oleh kehadiran makhluk-makhluk berbahaya itu lagi.

"Aku akan menjadi blacksmith terbaik dan membalaskan dendam ibu," bisik Arsen pada dirinya sendiri. Matanya berkilat-kilat tajam. Kenangan akan kematian ibunya kembali terlintas di benak pemuda itu.

Ia masih ingat dengan jelas peristiwa tersebut. Arsen baru berusia sembilan tahun saat kotanya diserang oleh seekor Basilisk raksasa. Monster ular bersayap itu menghancurkan Fall City dan membuat hampir separuh warganya kehilangan nyawa, termasuk Klorina Diamond, ibu Arsen.

Buruknya lagi, itu bukan serangan monster pertama di wilayah pulau melayang Fall City, meski merupakan yang terdahsyat. Kota itu memang sangat rawan diserang oleh para monster. Bahkan wilayah barat di area Mainland, daerah yang merupakan yurisdiksi Fall City, telah menjadi tandus karena banyaknya energi monster yang meracuni alam.

Sungguh ironis, penduduk wilayah barat adalah artileri dan blacksmith terkenal. Mereka juga mampu menciptakan arsitektur luar biasa. Namun, di hadapan para monster, mereka tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya bergantung pada bantuan klan Spade di utara. Orang-orang picik itu mengambil banyak senjata dari para blacksmith lantas meminta bayaran untuk membantu melindungi Fall City. Memuakkan.

Arsen tidak ingin hidup di bawah bayang-bayang orang lain lagi. Lebih dari itu, ia juga harus membalaskan kematian ibunya. Ia akan menjadi kuat dengan kemampuannya sendiri. Arsen bersumpah.

"Akan kudatangi tempat itu sendiri. Abbysal Lagoon," gumamnya penuh keyakinan. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top