18. Perjuangan

Arsen tidak ingat apa-apa lagi setelah itu. Ia kehilangan kesadaran karena aliran ledakan energi misterius dari dasar laut. Saat terbangun, ia mendapati dirinya sudah berbaring di atas tempat tidur nyaman di kediaman Penjaga Kisi. Saat mengerjap, Arsen bisa melihat Diana duduk di sampingnya sambil membaca buku. Sementara Klarios memasang wajah cemas menatap Arsen lekat-lekat.

"Kau sudah bangun? Hei! Arsen sudah sadar!" seru Klarios ketika melihat kelopak mata Arsen yang mengedip-kedip beradaptasi dengan sekitar.

Arsen mengerang pelan, berusaha untuk menggerakkan tubuhnya. Namun, seluruh persendiannya terasa kaku seolah sudah lama tidak bergerak.

"Aku akan memberi tahu yang lainnya," kata Diana lalu melompat berdiri dan meninggalkan mereka.

"Astaga, Kawan. Kau sudah pingsan selama lima hari. Apa perutmu tidak kelaparan?" tanya Klarios lega.

"Aku menolak makan daging monster. Beri aku roti keras itu saja," rintih Arsen sambil berusaha bangun dan duduk di tempat tidur.

"Di saat seperti ini pun kau tetap pilih-pilih makanan, ya," komentar Klarios tertawa lembut. Meski begitu, ia tetap mengambilkan sepotong roti keras tak beragi dari atas meja dekat tempat tidur dan memberikannya pada Arsen.

"Semuanya selamat?" tanya Arsen setelah menenggak air putih yang juga dibawakan oleh Klarios.

Sahabatnya menatap Arsen dengan lembut. "Kau masih mengkhawatirkan orang lain setelah nekat akan bunuh diri?" sindirnya setengah bercanda.

Arsen hanya tersenyum menanggapi.

"Semuaya selamat. Berkat kau. Kau berhasil menemukan jantung laut. Dan ternyata benda itu adalah artefak klan Diamond, Ace of Materials. Sebuah pentakel suci yang merupakan salah satu dari empat artefak yang diturunkan oleh Dewa Toth pada pendiri empat klan utama." Klarios memulai penjelasannya.

"Saat kau menyentuh artefak itu, kau mengaktifkan sihir yang terkandung di dalamnya. Dan karena itu pula tubuh Lochness melemah dan terpental jauh ke ujung danau. Berkat itu kita semua selamat," tutup Klarios.

Arsen benar-benar lega mendengarnya. Ia tersenyum tipis dan berpikir untuk mulai merakit M9A1. Namun, wajah Klarios kini berubah muram.

"Ada apa Klar? Jangan bilang aku meninggalkan benda itu di dasar danau lagi," tebak Arsen ikut cemas.

Klarios menggeleng lemah. "Kita berhasil membawa pulang Ace of Material, Ripped Heart of Ocean Lake, atau apa pun itu sebutannya. Tapi ...."

"Kenapa?" desak Arsen penasaran.

"Ada alasan kenapa artefak itu ditanam di sana. Rupanya benda itu berfungsi untuk menahan kekuatan Lochness. Kini, tanpa adanya artefak suci di Abbysal Lagoon, monster itu mulai mengamuk. Ia mendatangkan hujan lebat selama lima hari tanpa henti. Cepat atau lambat, banjir bandang bisa datang kapan saja dan menenggelamkan kita semua, bahkan mungkin seluruh dataran utama. Tanpa Mainland, seluruh pondasi pulau melayang pun akan goyah," terang Klarios panjang lebar.

"Apa?!" sergah Arsen tak percaya.

"Utusan dari istana mungkin akan tiba sebentar lagi. Keluargamu juga akan datang bersama mereka," imbuh Klarios muram.

Arsen memijat keningnya yang mulai berdenyut-denyut pening. Ia tidak menyangka bahwa masalahnya akan merembet sejauh itu.

"Tidak ada waktu lagi. Aku harus segera membuat senjatanya dan menghabisi Lochness sialan itu," kata Arsen buru-buru beranjak dari tempat tidur.

"Tapi kau baru bangun. Kondisi tubuhmu–"

Kalimat Klarios terputus oleh kedatangan Hector dan Diana. Mereka berpapasan dengan Arsen di ambang pintu kamar.

"Kudengar kau sudah bangun. Aku mencoba untuk merakit senjatamu sesuai blueprint yang kau buat. Tapi ada beberapa bagian yang membutuhkan sentuhanmu. Kalau kau sudah cukup–" Hector mencoba bicara pada Arsen, tetapi pemuda itu melewatinya begitu saja dan bergegas menuju bengkel.

Penjaga Kisi itu pun segera mengikutinya bersama Diana dan Klarios. Arsen sedikit limbung, tetapi dia berusaha untuk tetap kuat. Sesampainya di bengkel, peralatan rakit senjata sudah berserak di segala tempat. Sebuah bazooka sepanjang satu setengah meter tergeletak di atas meja besi di tengah ruangan. Rakitannya baru setengah jadi. Meski bentuk luarnya sudah sempurna, tetapi beberapa bagian tampaknya masih belum dipasang, termasuk lempeng pentakel emas berukir huruf-huruf kuno sebesar telapak tangan.

"Sampai mana prosesnya?" tanya Arsen di hadapan senjata hitam metalik bermoncong besar itu.

"Poros luarnya sudah selesai dipasang. Tapi aku tidak bisa memecahkan kode intinya. Sepertinya artefak suci itu menolak untuk digabungkan ke senjata ini," terang Hector turut mengamati.

Arsen mengambil Ace of Material. Lempeng emas itu langsung berdenyut ketika dia sentuh, aliran energi sihir yang kuat terasa merambati telapak tangannya, langsung menuju ke jantung.

"Artefak itu memilihmu, Arsen. Hanya kau yang bisa memasang dan menggunakannya," kata Hector kemudian.

Arsen langsung memahami hal itu. Energi mereka beresonansi seolah Arsen memang terlahir untuk menjadi tuan dari artefak tersebut. Maka, dengan hati-hati ia pun mulai menyempurnakan rakitan M9A1 dan meletakkan pentakel emas tersebut tepat di tengah senjata. Hector, Klarios dan Diana memperhatikan Arsen bekerja dalam diam. Sesekali Arsen menggumamkan perintah sedarhana untuk membantunya mengambil benda-benda lain yang dia butuhkan.

Lima belas menit kemudian, M9A1, sebuah bazooka hitam canggih sepanjang satu setengah meter dengan lebar dua puluh inci itu pun selesai dibuat. Energi ether yang dahsyat tampak melingkupi benda itu, terutama bagian moncongnya. Pendar warna biru muda lembut sudah muncul di ujung senjata tersebut, menunjukkan bahwa bazooka itu sudah siap digunakan.

"Haruskah kita mencobanya?" tanya Arsen kelelahan.

"Apa kau yakin senjata ini sudah benar-benar sempurna?" Hector memastikan.

"Seratus persen," sahut Arsen yakin.

"Kalau begitu kita langsung susul Jeon dan Loyd di Abbysal Lagoon," perintah Hector kemudian.

***

Arsen tidak sempat makan apa-apa lagi selain sepotong kue tanpa ragi yang keras tadi. Ia hanya bertahan dengan empat ampul ramuan vitalitas agar bisa bertahan selama perjalanan menuju Abbysal Lagoon.

Hujan badai menerpa mereka begitu keluar dari kediaman. Mereka membelah hujan sambil membawa M9A1 yang sudah dimasukkan dalam ransel dimensi. Meski sudah mengonsumsi ramuan vitalitas, tetapi tubuh Arsen tetap kelaparan. Dan satu-satunya makanan yang layak dimakan di tengah hujan seperti itu adalah potongan daging monster panggang yang beraroma kuat. Mau tidak mau Arsen harus memakannya untuk mengganjal perut.

Setengah hari lamanya sampai akhirnya rombongan mereka tiba di tepi Abbysal Lagoon. Pemandangan mengerikan menyambut Arsen saat sampai di sana. Lochness yang menggila terus terusan membuat badai hebat di tengah danau. Pusaran air raksasa muncul di sana, siap menelan apa pun yang berani memasuki Abbysal Lagoon.

Loyd dan Jeon berusaha menyerang Lochness itu dengan pistol-pistol buatan Arsen sebelumnya. Dengan kekacauan seperti itu, mustahil bagi mereka untuk melawan dengan kemampuan pengubah wujud. Namun, tentu saja serangan kecil semacam itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap sang monster.

Rombongan Arsen tiba tepat pada waktunya. Jeon dan Loyd tampak seperti orang yang nyaris mati. Wajah mereka pucat pasi dan seluruh tubuh basah kuyup.

"Akhirnya kau bangun juga, anak nakal!" seru Jeon berusaha mengalahkan suara hujan.

"Apa senjatanya sudah siap?!" tanya Loyd berteriak.

Arsen segera mengeluarkan bazookanya dari dalam ransel. Ia pun memasang kaki, kaki besi untuk menopang moncong senjata besar tersebut agar bisa stabil saat ditembakkan.

"Maaf karena sudah membuat kalian menunggu! Sekarang kita musnahkan monster sialan itu!" seru Arsen setelah selesai mempersiapkan senjatanya.

Dari balik M9A1, Arsen mulai membidik kepala Lochness. Ini adalah pertama kalinya dia menggunakan senjata sekuat itu. Sejujurnya, Arsen tidak terlalu yakin. Kondisi saat itu benar-benar menegangkan. Entah karena kelaparan, kedinginan atau kelelahan, Arsen mendadak merasakan kekhawatiran menyeruak dalam dirinya. Kedua tangannya yang sedang membidik pun mulai gemetar.

"Kau sudah berhasil sejauh ini, Nak," kata Hector berbisik di sebelahnya sambil menepuk bahu Arsen.

Pemuda itu menoleh sejenak. Benar. Ia sudah berhasil sejauh ini. Hanya tinggal satu tembakan pamungkas dan segalanya akan berakhir.

Akhirnya, dengan ketetapan hati yang lebih mantap, Arsen pun kembali membidik kepala Lochness. Begitu bidikannya terkunci, pemuda itu segera menarik pelatuk senjatanya. Moncong bazooka tersebut mulai bercahaya biru terang. Sebuah bola ether sebesar buah kelapa memadat dari udara kosong. Beberapa detik kemudian, tembakan laser setebal dua puluh inchi melesat cepat tepat ke arah kepala monster danau raksasa tersebut. Ledakan hebat terjadi. Kepala Lochness musnah dalam satu serangan.

Karena tembakan bazookanya masih terus muncul, Arsen lantas mengarahkan aliran ethernya untuk membumihanguskan seluruh tubuh Lochness yang tampak di permukaan air. Monster itu jelas tak sanggup melawan. Hanya dalam waktu beberapa menit, Lochness, sang monster danau raksasa yang legendaris, berhasil dibunuh. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top