10. Nilai dari mana?
"Masa lo bisa kalah sama itu cewek? Lo yang tegas Nilla, jangan lemah dan ngalah. Kalo lo lengah sekali lagi kayaknya bakalan end juga enggak lama lagi!" seru seseorang cewek bersuara yang serak-serak basah.
"Gue sampai harus akting jadi orang menyedihkan yang nggak lama lagi mau mati demi cari perhatian dari mereka. Demi mereka kasihan sama gue."
Aku berhenti melangkah ketika mendengar suara perempuan yang wajahnya dari samping sangat familiar itu sedang ngobrol sama teman-temannya di parkiran minimarket depan kampus. Tidak mungkin salah orang suara dan nama yang disebut memang Nilla. Sebelum ketahuan oleh gerombolan perempuan itu, aku segera bersembunyi ke balik sebuah mobil yang terparkir.
"Tahu nggak tuh cewek malah tetep nggak punya hati banget sama gue. Gue yakin aslinya tuh cewek moralnya nggak ada alias nggak pedulian sama orang sakit, yang lagi berjuang antara hidup dan mati. Tuh cowok buta hati juga kali ya lebih milih itu si temen ceweknya yang nggak punya belas kasih! Gue merasa rendah banget mohon-mohon mulu dan udah capek." Nilla masih bersuara lantang. "Lebih ngeselinnya lagi, Fando masih terus-terusan bahas pengen berhenti sama hubungan ini. Sialan, bisa-bisanya dia pengen putus sama gue demi tuh cewek! Si Andah sinting itu kegatelan banget emang deh, pantes aja sering buat Rifando sama cewek-ceweknya putus. Gue udah mohon-mohon biar dia nggak ganggu juga nggak digubris!"
"Bukannya dia ada janji sama Bokap lo bakal serius sama hubungan kalian? Dua-duanya kayaknya memang gila?" kekeh salah satu teman Nilla.
"Dia udah bilang berani mau ketemu Bokap gue lagi buat minta maaf enggak bisa menuhin janjinya. Diskusi lebih serius buat yang keputusan terakhir. Gila nggak sih dia semudah itu padahal dulu udah yakin mau serius sama gue. Gue menagih janjinya tapi dia nolak."
"Iya, masa sih itu cowok ngelanggar janjinya sama bokap lo? Gue kira dia orang baik-baik dan bertanggung jawab!" seru suara lainnya yang cempreng.
"Sialan banget itu cewek pake susuk atau pelet kali ya?" gerutu cewek yang bersuara nada polos.
"Eh Nilla, nih gue kasih tau cara menahan tuh cowok biar stay sama lo. Pake cara agresif cewek zaman sekarang dong, lo kasih kepuasan dan kesenangan ke dia. Gue yakin dia juga mau kalo lo goda. Jebak aja Nill," cetus salah seorang temannya memberikan ide super busuk.
"Beneran Nilla itu ampuh, ini momen yang lagi pas karena tuh cowok masih sedih dan kacau, kan? Dia pasti butuh sesuatu yang menyenangkan, menyalurkan sesuatu ke lain hal. Dia pasti senang kalo lo goda dan pancing." Suara teman Nilla yang lain ngomporin.
"Gue belom coba godain, tapi itu cowok tipikal yang sopan dan menjaga cewek. Gue sering kode mau kiss bibir aja dia cuma cium kening dan pipi. Nggak seru banget. Gue kira udah bisa puas pacaran sama dia memenuhi segala kriteria gue, nyaris sempurna, cakep, banyak duitnya, tapi kurang mesum. Bosenin banget." Nilla bersuara sinis.
"Ya elo bisa jebak dong, waktu lo sama dia kan banyak!" seru cewek lainnya.
"Apa gue harus jebak, kayak kata lo? Gue rencanain bakalan goda dia dulu, nanti kalo susah bila perlu gue kerjain juga sampe dia nggak sadar dulu. Sampe dia kehilangan kesadaran, dia lakuin itu sama gue, dan akhirnya kejebak terikat sama gue. Bener kan tuh?" Lalu Nilla tertawa menyebalkan.
"Ah, nggak perlu dijebak juga kalo dikasih mau kok! Malahan dengan dia bergantung sama lo sering dikasih nanti, dia bakal bertahan sama lo," jawab yang lainnya.
"Bener juga ya, apalagi kalo gue jago nyenengin main sama dia. Hahaha, cowok mana yang nolak pesona dan keseksian gue?" Suara tawa licik Nilla menguar sampai ke telingaku.
Aku ingin sekali keluar dari sana lalu mendamprat Nilla yang lagi ngoceh-ngoceh cekikikan liar. Obrolan cewek-cewek sampah. Tanganku mengepal di samping paha. Aku tak mau, tak bisa membayangkan hal itu bisa sungguhan terjadi. Sial, bentar lagi masuk ada jam si dosen killer. Tapi aku harus urungkan waktuku untuk hal tak penting itu karena 10 menit lagi mata kuliah dosen perfeksionis akan segera dimulai, tadi aku memang terpaksa ke minimarket depan untuk membeli Kopi biar tidak mengantuk. Sial, aku ditunjukkan obrolan menggelikan.
Di perjalanan menuju kelas ponselku berdering dari Rifando. Aku mendecak. Tapi aku juga inginnya hubunganku dengannya dimulai lagi, agar bisa biasa-biasa saja, aku kan harus berusaha membiasakan diri. Kebetulan aku ingin bicara dengan pemuda itu mengenai Nilla. Aku tetap berusaha menjaga hati agar tidak mudah terbawa perasaan lagi, aku tetap menjaga jarak agar tak seperti dulu. Aku bersikap biasa saja sebagai temannya.
Aku harus tetap menjauh darinya, kecuali dia membutuhkanku untuk hal genting. Kalau tidak penting, dia tidak akan menghubungiku. Ada apa dengannya? Telepon darinya mati tanpa aku angkat.
Sebelum aku memutuskan untuk mengangkat teleponnya lagi jika nanti dihubungi lagi, ada pesan chat dari Rifando yang menanyakan tentang mata kuliah Magangku di semester depan. Oh, tentang bantuan darinya perihal Matkul Magang direkomendasikan di kantor Bang Gara. Aku mengangkat telepon cowok itu untuk mau mengatakan aku juga memiliki hal penting yang akan dibicarakan dan sebaiknya saat bertemu langsung saja nanti. Waktuku saat ini sempit.
"Hei, bisa ngangkat? Lagi nggak ada kelas?" Suara Rifando yang renyah terdengar ceria. "Nggak ganggu kan?"
Aku mempercepat langkahku agar segera masuk ke dalam kelas karena habis ini adalah mata kuliah Hukum Investasi, alias mata kuliah si Pak Abraham. Dosen dingin dan jutek, yang katanya mahasiswi lain dia sangat 'ramah'.
Tentu nggak ganggu, karena aku juga mau bicara dengannya. "Ini udah mau mulai, kenapa?" tanyaku balik.
"Ah, nggak jadi deh. Aku kira lagi jam kosong, aku lagi jam kosong jadi pengen ketemu di kantin. Tentang mata kuliah Magang kamu."
"Yah, nggak bisa sekarang," jawabku agak keras karena kelas mulai riuh. "Tapi, aku juga mau ngomong ada hal penting sama kamu. Nanti ya siang pas lunch bisa?"
"Oke, nanti ketemu ya?"
"Doyi,"
"Iya, hm?"
"Berdua aja ya ketemunya?" Entah mengapa aku sangat hati-hati memintanya.
"Oke." Rifando mengiyakan dengan cepat tanpa komentar atau protes. Aneh.
Setelah telepon sudah tutup, aku mengamati kelas yang sudah dipenuhi mahasiswa. Aku duduk di nomor dua deretan sama dengan papan tulis. Aku masih merekam jelas ucapan Nilla bersama teman-temannya tadi di depan minimarket. Aku tidak salah mendengarnya kan bahwa cewek itu akting menggunakan sakit untuk membuat aku tertipu dan kasihan.
Siapa sangka cewek itu memang berniat busuk demi mendapatkan Rifando. Aku menjadi geram tidak terima bahwa selama ini aku dibohongi dan kasihan pada dirinya. Ya, aku pernah kasihan dengannya kala itu. Setelah dia mengatakan bahwa dirinya sakit, kematian di depan matanya, dan yang membuat bahagia dirinya adalah Rifando. Sial, aku pernah kasihan dan ketipu!
Kali ini aku tidak peduli apalagi takut jika akan membuatnya syok atau sakitnya kumat.
Sasa baru datang duduk di sampingku lalu menyapa sekilas. "Eh, katanya anak kelas tadi pagi dikasih tahu nilai presentasi individu yang kemarin. Tahu nggak hasilnya-" Sasa memelankan suara lalu berbisik padaku.
Aku meneguk ludah mendengarkan kabar tersebut. "Gila aja, yang benerrr? Ngaco banget sih!!"
"Terus sekarang aku jadi takut," gerutu Sasa. Cewek itu cemas memegang lenganku dan menggoyangkannya. "Dia bisa setega itu parah banget gila, anak kelas lain histeris nilainya jelek padahal bagus banget tugasnya."
Perasaanku juga menjadi was-was, entah mengapa aku menjadi sangat ketakutan. Firasatku sudah memberikan tanda yang hal ini akan menjadi sangat merepotkan, dan bermasalah untukku. Sebuah pesan masuk ke hapeku dari Rifando.
Rifando:
Aku bru bisa ketemu kamu nanti jam 2, it's ok? Tapi kayaknya bisa lebih lama selesainya dari yg seharusnya. Kalo misal sampe jam 3 oke?
🌻🌻🌻
"Aku dapet C, ini gila nggak masuk akal. Tapi lebih gila lagi kamu yang dapet nilai D." Sasa sedang lemas banget tak percaya bahwa nilai presentasi individunya mendapat nilai C.
Aku juga sedang sama kacau dan sedihnya seperti Sasa. Nilaiku D. Aku yakin nilaiku bisa lebih daripada itu, kita yang tahu kemampuan kita sendiri, kan? Apalagi ini nilai Murni tentang satu tugas. Bukan akumulasi tugas, absen, kuis, dan ujian akhir. Rasanya hancur mengecewakan sekali menerima nilai yang jauh dari ekspektasi. Tugas itu sudah aku kerjakan sebaik-baiknya, saat membawakan materi juga aku bisa melakukannya.
"Ndah, pas kamu presentasi aku yakin nilaimu bisa A. Pas aku dapet printout punyamu dan lihat isinya aja lengkap dan bagus banget, beda sama punyaku. Saat tanya-jawab kamu bisa jawab pertanyaan si Dosen itu. Ini kacau banget sih!" seru Sasa masih sewot.
Aku saking kesalnya ingin sewot tidak bisa. Aku hanya menunggu balasan pesan dari Pak Abraham. Aku masih berharap pada sesuatu kejaiban bahwa dia salah menilai dan akan mengganti. Kalau pun dia merasa sudah benar dalam menilaiku, aku masih berharap ingin diberikan remedial dengan tugas. Seperti semester lalu tugasku bisa diperbaiki. Katanya Sasa ada anak kelas lain yang mendapat kesempatan untuk remedial.
"Semoga bisa diperbaiki," kataku yang masih berharap kenyataan tetap yang terburuknya.
"Nggak, aku berharapnya nilai kita salah," tandas Sasa. "Ngasal aja aku dapet C! Tahu nggak sih kalo Viska sama Tika dapet B, kamu tahu sendiri kan isi kerjaan sama presentasinya gimana? Dulu juga di semester lalu kita kena remedial, tapi yang kurang bagus amat bisa dapet A."
"Dia senengnya akrab sama mahasiswa yang ramah ya, Sa?" Aku memandanginya cemas.
"Kata Viska sama Tika harus baik dan ramah ke Pak Abraham biar nilainya bagus. Ramah, maksudnya centil kaliiiiii!" Sasa berseru galak. "Centil yang bisa digodain."
Aku kesal juga sih mengetahui bahwa beberapa anak di kelas menerima nilai yang tidak selayaknya. Lebih parah lagi si Anis, cewek yang cukup pintar di kelasku juga mendapatkan nilai C. Aku juga rasanya mau menangis darah untuk yang kedua kalinya gara-gara mata kuliah itu. saat mengerjakan tugasnya dalam kondisi mental yang naik-turun, hasilnya tak seperti yang diharapkan.
"Brengsek! Bisa-bisanya ni dosen!" seru Sasa tiba-tiba kesal sambil menatap layar ponselnya.
"Bisa dirubah nilainya?" Aku bertanya penasaran.
"Bisa sih, tapi brengseknya ni dunia kotor banget. Gila!"
"Apa? Kenapa?"
"Dari awal dia emang udah centil nge-chat aku, sok pengen kenal akrab gitu. Tapi aku nanggepinnya biasa aja kayak ke orang tua dengan hormat. Aku muak sama kecentilannya!"
"Kenapa sih? Dia pengen apa?" Aku menatap Sasa cemas karena temanku itu mulai ngamuk-ngamuk.
"Dia pengen ngasih nilaiku jadi bagusan lagi, asal nemenin dia makan. Ini apa-apaan sih, aku mending dikasih tugas deh daripada direndahin begini! Ndah, inget ya, jangan mau kemakan sama iming-iming dosen yang manfaatin mahasiswanya! Kalo ada yang minta duit atau hal lain yang merendahkan kamu misalnya pelecehan, langsung laporin aja ke Kepala Prodi kita!"
"Kok dia masih berani ya?"
"Tahu kan ya banyak cerita skandal di sini?" cetus Sasa. "Kamu tahu kamu mantan anak Jurnalistik Kampus yang keluar gara-gara di sana udah condong belain ke pihak tertentu!"
Ingin rasanya aku membekap Sasa. Di Kampus banyak sekali manusia yang memihak dan masuk golongan tertentu. Aku menggigit bibir dengan cemas. Ada rasa sakit hati dan kesal yang tak bisa didefinisikan. Aku cukup sensitif dengan hal yang membuatku merasa terbuang terabaikan. Mengetahui pesan chat Sasa dibalas sama Pak Abraham membuatku seketika lemas dan sakit hati. Kenapa pesanku dikacangin? Apa aku memang tak kasat mata sekali di mata dosen itu? Benar sekali gosip dosen itu suka pilih kasih sama mahasiswi yang cantik-cantik aja!
"Terus kamu mau gimana?" tanyaku pada Sasa.
"Nyamperin lah, sekarang dia ada di ruang dosen. Apa perlu aku ngamuk?"
"Aku ikut ya?"
"Yakin mau datengin dia? Pesanmu dibalas nggak? Dia sering sinis dan judes sama mahasiswa yang gak ngikutin caranya. Tunggu balasanmu dulu Ndah, nanti dia marah loh kalo kamu samperin."
Karena Sasa berbicara seperti itu aku jadi semakin takut. Etika berhubungan dengan dosen juga harus dimiliki oleh mahasiswa, aku sangat takut kalau Pak Abraham sama sekali tidak menggubris diriku.
"Beneran kamu mau sendirian ketemu sama dia? Hati-hati ya, Sa!"
🌻🌻🌻
Aku belum menerima balasan pesan apa-apa dari Pak Abraham sedangkan Sasa sudah pergi ke ruang dosen untuk melaporkan nilainya. Aku masih menunggu jawaban beliau, apa yang bisa aku lakukan untuk memperbaiki nilai tugas penting itu.
Di kantin saat ini aku sedang ditemani oleh Yudha, yang lagi ke kampus dan akan balik ke kantornya nanti sekitar jam 1 siang. Cowok itu masih magang di kantornya, katanya sih biar lebih sibuk saja. Padahal cowok itu juga sudah mengambil mata kuliah Skripsi. Bisa dibayangkan betapa beruntungnya Yudha yang begitu lulus sudah dapat pengalaman pekerjaan yang lumayan lama. Katanya dia ngambil penelitian legalitas di kantor itu juga. Hebaaat!
"Aku udah pernah bilang sama kamu kan, yang nilai tinggi itu B, itu juga yang dapet orang-orangnya mengejutkan," kata Yudha usai mendengarkan keluh kesahku. Seharusnya dia bakal balik ke kantornya, tapi aku ingin minta ditemani sebentar saja untuk mengeluh. Yudha sudah pernah melihat teman-temannya mengalami hal sepertiku, aku harap dia bisa membantuku dengan pengalaman temannya. Para seniorku.
"Ini pasti nanti nilai di KHS bisa jadi C, ya aku di Ujian harus dapet apa? Dapet A untuk nutupin nilai D ini? Astaga!" seruku sudah lelah. "Jadi udah ngerjainnya sampe mimisan nangis darah hasilnya bakal C? Wah, random ya nilainya!"
"Iya begitu Ndah, ada beberapa dosen kacau. Udah coba hubungin Pak Abraham?"
"Nggak dibales," sahutku.
"Mau langsung temuin aku temenin nih?"
Aku tak mau menambah masalah yang akan memperumit nilai. Mana Sasa belum ngasih kabar lagi! Aku tidak seberani itu mendatangi dosen tanpa janji terlebih dahulu. Itu sangat tidak sopan, kan? Kalau aku sedang mendatanginya tiba-tiba Dosen itu sedang sibuk dan kami membahas nilaiku yang jelek! Bagaimana jika dia sedang memiliki perasaan buruk dan memperlakukanku tidak baik? Aku sering mendengar kabar cerita mahasiswa yang bermasalah tentang tata krama dengan dosen.
"Apa nggak sopan? Pasti dia lagi ngurusin yang udah dijanjikan bertemu aja," kataku.
"Iya sih pernah ada temanku yang dimarahin karena nemuin beliau tapi enggak ngabarin sebelumnya. Pasti polanya sama, anak yang cakep nilainya yang bagus-bagus."
"Sasa enggak, soalnya dia cuek dan biasa aja pas digodain lewat chat."
"Hadeh, polanya sama ya? Yang jadi korban pasti anak yang sebenarnya punya nilainya bagus," tutur Yudha.
"Aneh, kenapa sih polanya begitu? Kenapa yang emang ramah akrab sama dia, dan juga anak yang pinter nilainya disamain bagus."
Yudha menyeringai lalu memberikan bisikan padaku. "Ndah, kamu tau kan ada praktek jual beli nilai. Anak yang pinter dan lumayan berduit biasanya takut nilainya jelek, dan dia rela apa aja. Ya sejagonya tuh dosen aja nyari yang mana yang berpeluang."
"Apa aku salah satu korbannya? Yang dia kira kemungkinanya aku bisa bayar nilai saking takutnya dapet nilai jelek?" tanyaku sambil mendengkus sinis.
Mau tahu kenapa dosen bisa jual-beli perubahan nilai seperti itu tetapi tidak pernah ada yang menjadi kasus besar dan dosennya masih berkeliaran tanpa diberikan sangsi tegas? Aku adalah mantan anak Jurnalistik yang tahu rahasia busuk kampus ini, alasannya adalah mereka membagi uangnya juga untuk orang tertentu di kampus. Sebut saja jabatannya adalah Kepala Prodi.
Ponselku memberikan notifikasi dari nomor seseorang. Aku membaca pesannya dengan jantung berdetak cepat.
Pak Abraham:
Temuin saya di kafe bernama Lovaco dkt kampus nanti jam 3
Kamu sendirian aja
Oh ya, kalau udah bicara sama saya, obrolan kita jadi rahasia (This message was deleted.)
Idihhhhhhh!! Pesan terakhirnya dihapus?? Aku sempat membacanya, seketika bulu kuduk dan tanganku berdiri. Merinding.
🌻🌻🌻
26 APRIL 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top