💐 Chapter 9. Sebuah Kebetulan 💐

Diyakini atau pun tidak
Saat kau berusaha melupakan seseorang
Semesta malah mengirimnya kembali dan memberikan ketidaksengajaan lain.

(Qiara Setiyani Adawiyah)

Di kursi sofa, Ibu dan bapak saling melempar keberanian untuk berbicara dengan putri sulungnya. Sedang dihadapan mereka Qiara sama sekali tak menyadari hal itu. Dia malah asik sendiri dengan tontonan di akun youtubenya sambil duduk melantai.

"Lagi ngapain, Mbak?" tanya bella dari arah belakang.

"Ini lagi cari resep, Bell. Mbak bingung nih bagusnya masak apa yah buat dibawa ke restorant hari ini?" Qiara menjawab dengan mata tetap terfokus pada layar ponselnya.

Bella yang menyadari kejanggalan yang terjadi antara orangtua-nya disuruh beranjak segera dari samping kakaknya dengan kode-kode rahasia.

Sebelum pergi Bella memberi masukan masakan apa yang enak untuk dibuat oleh Qiara. "Bagaimana kalau ..." omongan Bella terputus.

Totonan resep-resep makanan terjeda. Ada telepon masuk dari Tiara. "Hallo. Assalamu'alaikum, Qiara. Sebentar, setelah Zuhur kita jadi kan ke Resto?"

"InsyaAllah jadi. Ini aku masih searching resep makanan," jawab Qiara santai.

"Loh kok masih cari resep sih, Ra? ini udah jam berapa sekarang?" tanya Tiara tegas

"Habisnya aku bingung mau masak apaan."

"Ih! Kan udah dibilangin kemarin. Terserah kamu mau masak menu apa pun yang kamu bisa yang penting enak."

"Ya udah aku masak Crabs Ginggeram aja."

"Iya buruan sana. Ntar nggak keburu."

"Eh bentar. Kamu belum kasih tau berita gembira yang satunya lagi. Cepetan kasih tau, aku penasaran!"

"Nanti juga kamu tau kok. Makanya cepetan masak, jawabannya ada di Resto bang Fajar."

"Huh. Kenapa nggak sekarang aja sih, Tir?"

Qiara bergegas menuju dapur sedangkan Ibu dan bapak kehilangan kesempatan untuk berbicara dengannya.

"Tuh. Bapak sih kelamaan. Nggak jadi kan kita ngomong ke Qiara."

"Lah. Kok bapak yang disalahin sih, Buk? Kan tadi kesepakatannya ibu aja yang bicara sama Qiara."

"Udah ah. Berurusan sama bapak nggak pernah berhasil. Ibu mau kedapur dulu nyamperin Qiara."

"Qiara lagi buru-buru, Buk. Kalau ada yang mau diomongin nanti aja yah, Buk," jawab Qiara lembut.

"Kamu kan sibuk, Ra. Kapan kamu bisa ada waktu buat ngomong sama ibu? Ini penting, soal masa depan kamu."

"Oh. Soal anaknya pak Rauf yang mau dijodohin sama Qiara itu. Qiara nggak mau ah, Buk. Dia nggak sholat."

"Tapi kan dia udah mapan. Lulusan S2 juga sama kaya Dito. Dia juga udah siap nikah. Kontrakannya juga dimana-mana. Pokoknya kalau sama dia, ibu yakin masa depanmu pasti terjamin."

"Iya Bu. Aku ngerti, tapi bukan masa depan di dunia aja yang Qiara mau. Masa depan setelahnya juga yang Qiara mau," Qiara menjawab sambil mengupasi bawang bombay.

"Iya Qiara sayang. Nanti kan setelah nikah bisa dibimbing lagi supaya bisa solat dan lain-lain. Lagipula anaknya santun kok, Ra. Mau yah? "ajak ibu dengan wajah memelas.

"Tapi Buk," Qiara meletakkan pisau dan menghentikan aktifitas memasak dan memegang kedua tangan ibunya. "Buk. Suami yang Qiara harapin itu bukan soal gelar sajana yang tinggi atau pun hartanya. Qiara mau dibimbing menjadi istri sekaligus ibu yang baik buat anak-anak Qiara nanti. Bukan malah Qiara yang membimbing dia."

Ibu menghembuskan nafas lemas. Ia masih tetep bersikeras menjodohkan Qiara dengan sahabat suaminya, Pak Rauf.

"Sini. Biar ibu bantuin, Ra."

"Nggak usah ibu. Biar Qiara aja, kan tadi ibu udah capek masakin kita sarapan pagi," pintah Qiara lembut.

"Ya udah. Kamu masak yang enak ya. Oh iya kamu janjian sama Tiara jam berapa?"

"Selesai Zuhur, Buk. Makanya ini Qiara buru-buru. Udah mepet banget waktunya."

"Oke-oke. Ibu kedepan lagi ya mau bawain kue buat bapak. Da-da sayang."

"Oke, Buk. Siap," Qiara menempelkan jari telunjuknya dengan ibu jari membentuk bulatan.

Ibu membawa kue pie kesukaan bapak ke ruang tamu. Kali ini rencananya gagal. "Ini pak dimakan dulu kue-nya. Kita nggak berhasil, Pak."

"Ya udah. Nggak usah dipaksa, nanti kita cari lagi yang lebih baik."

"Tapi kan, Pak. Kita nggak enak sama pak Rauf. Udah kita yang minta dijodohin sama anaknya. Eh malah kita yang gagalin juga."

Sebagai ayah pak Adam tahu apa yang diinginkan oleh putri pertamanya. Bukan hanya materi tapi kehidupan surgawi. Cukup melihat Qiara bahagia, baginya menanggung malu tidak menjadi masalah.

"Udah-lah, Buk. Kalau anaknya nggak mau, kita bisa apa? Biar pak Rauf jadi urusan bapak aja," tegas pak Adam.

"Tir. Kamu dimana? Aku udah nyampe nih di Resto."

"Sebentar lagi yah, Ra. Di jalan macet, tadi minta anterin abang Ken tapi, katanya nggak sempet lagi ada rapat di kantornya."

sepertinya aku kenal motor ini tapi, masa iya ini punya dia. Ngapain juga disini? Lagi pula di dunia ini kan banyak yang punya motor kaya begini, Qiara tidak sengaja berpapasan dengan salah satu motor yang tidak asing tampilannya. Motor itu terparkir bersebelahan dengan miliknya.

"Oh ya udah. Hati-hati yah," seru Qiara dalam ponsel yang diletakan di sela helm dan kepalanya.

Selang beberapa menit sahabatnya datang. Qiara menanti di meja pelanggan yang terletak di luar Resto.

"Yuk masuk, Ra."

"Sebentar. Aku tarik nafas dulu."

"Udah nggak usah grogi. Baik kok bang Fajar."

Saat masuk ke dalam resto, Qiara dan Tiara dipersilahkan masuk ke ruangan kerja bang Fajar. Tiara langsung membalas salaman dari pemilik puluhan resto itu. Namun, Qiara tidak menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Ia tetap menjaga adab dengan seseorang yang bukan mahrom untuknya.

"Oke duduk-duduk. Dinyamanin aja yah. Kita nggak akan seformal biasanya kok," ucap Fajar mengalihkan kecanggungan.

"Oke bang. Jadi langsung aja nih, bang Fajar mau cicipin masakannya?" ucap Tiara menyyenggol lengan sahabatnya disebelah.

"Apaan sih, Tir? Pake nyenggol-nyenggol segala," ucap Qiara berbisik.

"Hmmm. Dari aromanya aja udah ketahuan masakan kamu pasti enak," ucap Fajar saat membuka penutup wadah makanan yang dibawa Qiara.

Denyut nadi Qiara berdenyut tak beraturan. Ia takut kalau masakan yang dibuatnya mengecewakan.

"Bagaimana, Bang? Enak kan?" tanya Qiara penasaran.

Fajar tak mengucapkan sepatah kata pun dari mulutnya. Mukanya tak bisa ditebak setelah mencicipi masakan Qiara. Kedua wanita yang duduk dihadapannya menanti jawaban dengan penuh harapan.

"Hmm. Makanan ini enak banget. Sumpah aku belum pernah ngerasain kepiting yang dimasak seenak ini. Dagingnya dimasak dengan kematangan yang pas, bumbunya meresap. Ada pedes dari lada plus jahenya yang bikin seger. Over all sih aku suka sama masakan kamu," ucap Fajar pada Qiara.

Sontak keduanya berpelukan gembira mendengar jawaban yang keluar dari mulut pemilik resto tersebut.

"Alhamdulillah, Ra. Masakan kamu enak. Berasa lagi ikut master chef aja kita."

Fajar terkekeh melihat tingkah Tiara dan sahabatnya. Dia mencoba mengingat seperti ada yang lupa ia sampaikan.

"Berarti aku diterima, Bang?"

"Iya. Kamu di terima. Oh iya tapi, untuk 3 bulan kedepan ini. Nanti pengelolaan Resto aku percayain sama ade laki-lakiku."

"Loh. Bang fajar punya ade laki-laki to? Bukannya perempuan yah seingetku," tanya Tiara bingung.

"Dia udah aku angkat sebagai adek kandungku, Tir. Ya intinya kita nggak sengaja ketemu pas aku lagi buka cabang di salah satu kota. Kalo mau diceritain panjang. Sebentar lagi dia dateng kok. Nanti aku kenalin ke kalian. Oh iya kalian mau minum apaan?"

"Aku kelapa muda gula merah aja, Bang. Kamu apa, Ra?" tanya Tiara.

"Aku sama kaya kamu aja, Tir."

"Oke deh. Aku pesen-in dulu yah. Kalian tunggu sebentar."

"Oh iya, Bang. Aku kan setiap hari kerja di Apotek. Trus jadwal kerjaku gimana?" tanya Qiara.

"Iya juga yah," Fajar berpikir sejenak. Bagaimana kalau bumbunya siap saji aja. Jadi nantinya, pas ada pesanan tinggal dihangatin."

"Tapi, apa nggak bikin cita rasanya lain, bang?"

Obrolan mereka berlanjut sampai jarum jam mendekati jam 2 siang. Tiba-tiba dari pintu terdengar ketukan pintu tiga kali.

"Iya. Masuk aja!" sahut Fajar.

Qiara dan Tiara tidak membalikan badan saat Fajar menyambut kedatangan adik lelakinya. Suara langkah kaki itu semakin mendekat ke arah mereka. "Oh iya kenalin ini Tiara dan ini Qiara."

"Dito???" sebut Qiara terkejut. Matanya mengarah ke arah sahabatnya. "Jadi ini maksud omongan kamu semalam, Tir? Kamu jahat!"

"Bu-Bukan ini maksud aku, Ra. Kamu salah paham.

Qiara berlari ke luar Resto tanpa menuggu penjelasan apa pun dari Tiara. Tiara mengejarnya dari belakang.

"Qiara?" ucap Ken saat berpapasan di pintu Resto.

Qiara tidak memperdulikan sapaan Ken. Dia terus berlari sambil mengeluarkan air mata.

"Bang ngeliat Qiara nggak?" tanya Tiara panik saat mengejar sahabatnya.

"Ada apaan sih, Dek?"

"Nanti aja aku jelasinnya, Bang. Aku mau nyusul Qiara."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #zanara26