💐 Chapter 7. Bingung untuk berperasaan 💐

Haruskah mengikhlaskan sedang untuk bersama masih bisa ku-usahakan. Namun, Apa jadinya wanita yang aku cintai jika agama, dan upaya untuk membahagiakannya masih belum aku punyai.

"Hey Dit? Kita solat subuh di mesjid yuk!" tepuk Fajar pelan.

"Aku solat di rumah aja, Bang."

"Yeh. Anak laki mah sholatnya di mesjid. Udah nggak usah dipikirin. Kalo jodoh mah nggak bakal kemana. Sekarang kita rayu yang punya hati. Biar bisa menjaga hati orang yang dicintai," jelas Fajar meyakinkan.

"Ah. Sok tau abang nih."

"Dih. Pake acara bo-ong lagi. Abang kan udah nikah. Jadi abang tau bagaimana raut wajah suram orang-orang karena mikirin jodoh. Udah cepetan sana wudhu," Fajar tertawa usil.

"Iya-iya," sahut Dito malas.

Bukan sekali Dito membuka mulut menahan ngantuk. Matanya begitu berat tak bisa di ajak bertahan untuk membuka. Hingga setelah sholat badannya tertidur di atas sajadah.

"Dit? Dit? Bangun Dit! Udah selesai solatnya."

"Hah? Udah selesai zikir-nya, Bang?"

"Ck. Bodoh!" keluh Dito kesal.

"Udah nggak apa-apa. Setidaknya hari ini solat subuh nggak alpa," ujar Fajar menenangkan.

"Bang? Bisa ngomong bentar nggak?"

"Mau ngomong apaan? Soal Qiara?" tebak Fajar.

"Kok tau, Bang?" Dito menyapu-nyapu kedua kelopak matanya.

"Ya tau-lah, Dit. Emang siapa lagi wanita yang bisa bikin kamu serapuh ini selain Qiara?" Fajar mendekatinya duduk di lantai masjid.

Dito hanya menggeleng.

"Udah. Sekarang ceritain ke abang. Sebenernya gimana masalahnya," ajak Fajar perlahan.

Dito menghela nafasnya dalam-dalam. "Jadi begini bang. 2 bulan yang lalu Qiara terus menekan aku soal kepastian dan saat itu pikiran lagi penuh banget. Sibuk di organisasi dan di tambah lagi ada beberapa masalah yang aku hadepin saat itu. Emang aku akui. Aku salah udah buat dia nunggu lama tentang restu orang tuaku."

"Trus. Kenapa sampai sekarang kenapa nggak ada kejelasan tentang restu orangtuamu?"

"Ya aku belum berani-lah, Bang. Aku takut bilang ke mereka. Mana di-izin-in buat nikah sekarang? Mau dikasih makan apa dia nantinya? Pasti gitu jawaban ibu," jelas Dito.

"Trus. Qiara gimana?"

"Ya. Aku suruh dia untuk nggak usah menanti aku lagi. Seandainya kalau ada lelaki yang lebih baik dan mau mengajaknya ke hubungan yang lebih serius. Aku ikhlas."

"Trus masalahnya dimana?" tanya Fajar bingung.

"Aku bingung sama perasanku sendiri, Bang. Aku rindu sama dia dan itu yang berat"

"Hadeh. Udah kaya Dilan aja kamu, Dit," Fajar menegakkan posisi duduknya. "Kamu ... masih sayang Qiara?"

"Sayang banget, Bang. Dia itu wanita pertama yang paling sulit aku taklukan. Pokoknya dia berbeda."

"Ikhlas-in dia, Dit. Kamu doakan kebaikan untuknya. Kamu juga harus belajar menghargai keputusanmu. Abang tau kamu butuh kesiapan dan Qiara butuh kepastian. Kalian berbeda kubu pemikiran dan itu yang membuat kalian sulit disatukan. Dia menginginkan taat dengan menikah dan kamu masih mengejar mapan sebelum pernikahan. Kalau kamu sayang dia, jangan buat dia menunda mematuhi Allah."

"Kenapa sih, Bang. Mengikhlaskan itu sulit."

"Ya. Karena kamu belum yakin. Setiap takdir Allah untuk kita semuanya yang terbaik. Setiap orang yang datang nggak semuanya akan menetap. Beberapa hanya hadir untuk sebuah pelajaran. Tenang aja. Jodoh nggak akan kemana. Jika pun pergi. Nantinya yang lebih baik akan datang lagi."

"Entahlah, Bang. Rasanya masih sulit banget buat ikhlas."

"Ya. Abang tau, diposisi kamu seperti sekarang ini memang terasa begitu sulit. Tapi satu yang harus kamu tahu, Dit. Disaat kita mengikhlaskan sesuatu karena Allah. Allah akan ganti lebih dari yang kita kira. Bahkan sesuatu yang nggak pernah kita duga-duga seperti sebelumnya. Jodoh itu emang gitu, Dit. Semakin dikejar dia akan pergi. Saat diikhlaskan malah datang sendiri. Ya kaya abang ini sama istri abang. Kamu masih ingetkan ceritanya?"

"Oh iya ya. Bisa begitu ya, Bang? Padahal kalo dipikir-pikir pake akal emang nggak masuk. Eh. Udah yuk, Bang. Perutku udah keroncongan. Kita sarapan bubur ayam yuk! Yang di pinggiran lampu merah itu."

"Boleh. Emang udah selesai curhatnya?" tanya Fajar jahil

"Bahas cinta bikin perut gampang kosong, Bang. Kita lanjut aja nanti. Yuk, Bang!" ajak Dito bergegas.

Cahaya matahari menembus ventilasi kamar Qiara. Matanya terbuka dan penglihatannya perlahan menjelas.

"Astagfirullahaladzim! Kok udah ada matahari. Ya Allah aku kesiangan. Mata sepet banget lagi. Kok nggak ada yang bangunin sih," ucap Qiara terbirit-birit.

Di ruang makan, sarapan pagi sudah di siapkan. Ibu menyendok nasi untuk bapak dalam jumlah yang sedikit.

"Sekarang, Bapak makan yang berminyak udah nggak boleh banyak-banyak lai. Nanti kolesterolnya naik," pintah ibu.

Dari lantai atas Qiara berjalan menuju ruang makan, memasang wajah cemberut. "Kenapa sih anak ibu? Pagi-pagi mukanya udah ditekuk," sapa Ibu menyindir Qiara.

"Kok pada jahat sih. Nggak ada yang bangunin Qiara solat subuh?"

"Loh? Bella sangkain mbak malah udah sholat subuh tadi. Soalnya pas buka pintu, mbak udah ketiduran di atas sajadah," jelas Bella
membela dirinya.

"Iya sih. Emang salah mbak. Nggak denger alarm bunyi," ucap Qiara menyalahi tuduhannya.

"Lagian biasanya kan sebelum subuh kamu udah bangun duluan, Ra?" ucap Bapak menyela perdebatan mereka.

"Udah ah. Qiara nggak nafsu makan hari ini," Qiara berjalan kembali ke kamarnya.

"Buk, Anak kita kenapa?" tanya Bapak berbisik.

"Mana ibu tau, Pak," jawab ibu menadahkan kedua tanganya kesamping.

"Lagi galau kali sama Kak Dito," ceplos Bella.

Qiara merebahkan badannya. Membuka dan menutup layar handphone berulang. Ia belum sadar ada pesan masuk dari Dito tadi malam.

"Fyuh."

Ya Allah. Apa ini teguran untukku? Apa permintaan maafku semalam tak diterima. Begitu lalainya Aku sampai subuh pun tak Engkau bangunkan.

Tangannya mencari lagu yang ingin ia dengarkan. Klik ...

Edcoustic-Muhasabah cinta

Wahai pemilik nyawaku
Betapa lemah diriku ini
Berat ujian dari Mu
Kupasrahkan semua pada Mu

Ya Rabb, sesakit inikah mencintai-nya?

Kata kata cinta terucap indah
Mengalir berzikir di kidung do'a ku
Sakit yang kurasa biar
Jadi penawar dosaku
Butir butir cinta air mataku

Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah
Selama ini Ya Illahi
Muhasabah cintaku

Hati yang lembut itu kembali meneteskan air mata. Semakin lama menyesakkan dada. Ia benci dengan dirinya sendiri. Berkali-kali mencoba tegas. Namun, hati mengharapkan kembali dengan cinta yang salah.

Saat hidayah menyapa seseorang. Allah akan mengujinya dengan sesuatu yang Ia cintai. Betapa Dia mencemburui hati yang berharap selain-Nya. Semudah itu dia meletakkan kecewa pada hati yang berharap tapi, bukan untuk-Nya.

*Cerita ini diikutsertakan dalam One Day One Chapter with Hwarien
(@hwarien) Batch 4*

Hai Reader setiaku 👋😃😀
Nggak kerasa yah?
Hari ini udah di Chapter ke-7.

Jujur aja. Berasa sia-sia aku tuh nggak bisa mengusap air matanya Qiara. 😟😭😭

Semoga Allah berikan cinta terbaik untuknya. Cinta yang mampu membersamai mengejar cinta Rabb-nya.

Aku berharap esok hari akan ada hadiah dari Allah. Supaya Qiara nggak terus-terusan berharap sama Dito.

Laki-laki mah emang gitu. Nggak bisa beri sesuatu yang pasti. Eh, malah yakin banget bakalan bisa nepatin janji. 🙊😅😆

Berasa jadi netizen. Hahaha

See you in the next chapter ya.
👋👋👋

Semoga akan ada pelangi setelah mendung berganti ...
😊😇😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #zanara26