💐 Chapter 3. Bertamu 💐
"Assalamu'alaikuuum"
Saat hampir terlelap. Qiara mendengar suara ketukan pintu. "Suara itu? tak asing." Matanya terasa sepat dan berat untuk dibuka. Mana mungkin itu Dito? Aku pasti salah dengar" Ia hanya menggumam dalam hati. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa suara itu bukan suaranya Dito.
"Wa'alaikum salaaam.. Loh. Dito, Kapan tiba di Jakarta? Kok ibu nggak dikasih tau?"
"Hehe, iya Bu. Dito nggak sempet kasih kabar. Kemarin juga beli tiketnya mendadak. Qiara-nya ada, Buk?"
" Ada-ada. Tadi abis salam-salaman sama tetangga, dia langsung masuk ke kamar, tidur. Biar nanti, ibu yang suruh bella, bangunin dia. Oh iya kamu mau minum apa? Biar ibu buatin."
"Eng-enggak us" Omongannya terpotong
"Eh iya. Ibu lupa. Duduk dulu, Dit. Kamu tunggu sebentar yah!"
"Bellaaa? Bell?" Ibu memanggilnya dari ruang tamu. "Bangunin kakakmu dulu gih! Ada tamu terhormat dateng dari jauh."
Ibu, selalu menjadi penerima tamu yang ramah di rumah. Tapi kali ini lebih ramah dari biasanya. Entah karena momen lebaran atau karna calon mantu idaman yang ditunggunya telah datang.
Ibu tak banyak berkomentar tentang hubungan Qiara dan Dito. Malahan Ia sangat menyetujui hubungan mereka. Secara, Dito dari keluarga baik-baik dan sekarang dia juga sedang melanjutkan studi pasca sarjananya. Selain itu Dito juga aktivis dan lulusan terbaik saat S1 dulu. Jadi ibu yakin, dengan dia masa depan Qiara akan terjamin saat menikah nanti.
"Mbak! Mbak! Bangun Mbak. Kak Dito dateng tuh" Bella berusaha mengoyang-goyang badannya Qiara yang terlelap di atas kasur
"Hah?" Qiara terkejut dan mengangkat badannya spontan "Adu-duh kepalaku pusing. Yang bener kamu, Bell?"
"Ih. Serius mbak. Dia udah nungguin mbak dari tadi. Udah cepetan sana, Mba ganti baju. Aku mau nyiapin minuman dulu buat Kak Dito"
*****
"
Kaus kakiku dimana yah? Di kursi nggak ada." Qiara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Di tempat tidur juga nggak ada. Ya ampun" Qiara menepuk jidatnya. Ia teringat, sebelum tidur Ia melepaskan kaus kaki di ruang TV yang bersebelahan dengan ruang tamu dan untuk mengambilnya harus melewati ruang tamu terlebih dahulu karena pintu kamarnya menghadap ke ruang tamu.
Bella yang merasa tidak ada tanda-tanda Qiara akan keluar dari kamar kembali menengoknya. "Ya Allah mbak. Kok belum ngapa-ngapain sih. Kasian tuh mas Dipta nungguin di ruang tamu"
"Hehehe... Bell? Kaus kaki mbak ada diluar. Bella bisa tolong ambilin, kan?" Dengan nada manja Qiara memohon pada adiknya
"Mbak. Mbak. Lupa mulu nih? Cepetan deh, nikah! Biar nggak ngerepotin Bella lagi."
"Ayolah Bell. Please!!!" Qiara memasang wajah melas
"Hehehe iya mba. Bella cuma bercanda. Ya udah dandan yang cantik yah. Bella Ambil kaus kaki dulu"
Saat Qiara keluar dari pintu kamar. Hanya gugup yang dirasa. Qiara bingung harus memulai pembicaraan dari mana. Terakhir kali mereka komunikasi 2 bulan yang lalu.
"Assalamu'alaikum, Dit. Maaf yah lama". Qiara berusaha menutupi rasa gugupnya. Sambil melangkah mendekati sofa kosong yang bersebrangan dengan tempat yang diduduki Dito.
Dito tampak malu-malu sedangkan Qiara berusaha menyamankan suasana yang canggung itu dengan terus mencari topik pembicaraan baru agar tidak begitu kaku.
Sepertinya ini saat yang tepat, untuk menanyakan hal ini pada Dito.
"Hmm, Dit? Trus gimana kelanjutan hubungan kita. Kapan mau kenalin aku ke orang tuamu?"
Dito yang mendengar pertanyaan itu langsung tersendak saat baru saja akan meneguk minumannya. Hampir sedikit lagi muncrat. Dia menaruh cangkir yang diisi sirup lemon itu perlahan. Merapikan posisi duduknya dan menarik nafas dalam-dalam.
"Raa? Sebelumnya kita udah pernah bahas ini kan? Dua bulan yang lalu kamu lost contact dari Aku. Niatku kesini ya hanya silahturahmi. Ketemu kamu, dan bapak ibu untuk minta maaf. Aku rasa kamu nggak paham dengan obrolan kita terakhir"
Qiara masih belum paham dengan maksud Dito. Dia merasa masih ada yang harus dijelaskan tentang mereka. "Tapi Dip? Ini udah kedua kalinya kamu datang kerumahku tapi nggak ada kejelasan apa-apa". Air mata Qiara mulai membendung dan siap untuk tumpah. Lagi dan lagi Dipta selalu melucu saat Susana seharusnya mulai serius.
"Nggak lucu Dit!"
" Raaa?" Dito memanggilnya lembut
"Hmmm?"
"Kita cari waktu yah. Kamu tentuin kapannya. Nanti kamu kabarin aku lagi. Aku masih mau silahturahmi ke rumah keluarga"
"Nggak Mau."
Qiara berusaha menahan Dito, tapi ia
tetap memilih pulang. Setelah berpamitan dengan Bapak dan Ibu. Qiara tak mampu menahan tangis. Ia langsung masuk ke kamar dan menumpahkan semua air mata yang sudah ditahannya sedari tadi.
Dit sebenarnya apa sih maksud semuanya? Kenapa selama ini membuatku lama menunggu? Apa jangan-jangan orang tuamu nggak merestui kita? Atau ada wanita lain yang sedang kamu memperjuangkan? Butiran bening mengalir di pipinya begitu deras sampai menyesakkan nafasnya.
*****
"Kamu nggak usah tunggu aku Qiara. Kalau ada lelaki yang lebih baik, datang mengajakmu ke hubungan yang lebih serius. Aku ikhlas" Qiara mengulang ucapan Dito yang diucapnya 2 bulan lalu saat Ia menekan Dito meminta kepastian. Berulang kali air matanya jatuh tak tertahankan.
Bella hanya mampu menjadi pendengar terbaik untuk Qiara. Tanganya tidak berhenti mengusap pundak. Ia tahu, saat ini yang dibutuhkan Qiara adalah hal itu. Hatinya merasa ikut teriris, tapi tak bisa Ia tampakkan. "Setelah ini aku harus menyelesaikan semuanya, dan meminta penjelasan dengan kak Dito"
"Kalau jodoh, akan kembali kok mbak. Mungkin sekarang dipisah buat sama-sama memperbaiki diri. Kalaupun bukan, berarti dia hanya seseorang yang dikirim Allah buat mbak mengerti. Berharap dengan manusia itu menyakitkan"
"Bell? Di satu sisi mbak bukan membenci Dito. Mbak benci dengan diri sendiri. Kamu tau? Sedari awal memang mbak sengaja membuat dia jenuh. Agar dia menyerah dan memutuskan pergi dengan sendirinya. Tapi... Ketika berusaha ikhlas, dia kembali dan sikapnya seolah membuat harapan baru. Apa ini hanya perasaan mbak Aja?"
"Berarti mbak sengaja ngelakuin ini?"
"Iya Bell. Mbak Sengaja ngelakuin ini semua. Mbak nggak mau dipisah karna dosa yang kita perbuat. Kommitment menanti sebelum pernikahan"
"Masya Allah mbak. Andaikan kak Dito tau yang sebenarnya".
"Jangan Bell. Sampai kapan pun, mbak nggak akan kasih tau ke dia. Kamu janji ya, Simpan semuanya rapat-rapat."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top