💐 Chapter 2. Kata Maaf 💐

"Ini udah seminggu Dit! Mau sampai kapan buat Aku menunggu?"

"Ra... Kamu bisa kan, tenangin diri kamu dulu?"

aku? Dito minta Aku buat tenang? Aku bener-bener nggak ngerti dengan isi kepalanya. Apa nggak ada sedikit pun perasaan bersalah dihatinya? Apa Aku terus-menerus yang seharusnya mengalah? Kenapa selalu Aku sih Dit, yang berusaha memahami, Qiara menghembuskan nafasnya payah.

"Seminggu yang lalu kamu janji, Bakalan kasih kabar restu ibu dan bapak. Tapi mana buktinya? Dari pertama cuma bisa bilang besok, besok dan besok. Aku Jenuh dengan jawaban yang sama."

"Kita bahas ini lagi nanti ya, Ra. Aku capek, Aku nggak mau berdebat lagi sama kamu."

"Terserah!!!"

seringkali Ego menjadi dinding yang menutupi ketulusan seseorang yang mencintaimu. Ini hanya soal waktu dan ruang yang belum diijinkan pemilik semesta membuatmu paham. Aku begini karna kamu, Ra. Buat masa depan kita. Mungkin waktuku tak pernah cukup untuk menanyakan kabarmu sehari-hari disana. Tapi, masa demi masa yang kulewati selalu habis untuk mengukir kita di masa depan, Lirih Dito saat melihat balasan Qiara lewat whatsapp.




"Assalamu'laikum, Mbak."

"Wa'alaikum salam, Bell."

"Mbak, udah tau belum?"

"Tau soal, Apa?"

"Tadi siang. Kak Dito upload foto, trus Bella tunjukin ke Ibu. Tau nggak mbak? Aku ngerasa lucu banget ngelihat tingkah Ibu. Ibu tuh senyum-senyum sendiri. Seneng banget ngeliat foto Kak Dito"

"Trus? Bisa to the point aja!"

"Bentar-bentar Mbak! Bella screenshot-in. Nah, ini loh. Ibu tuh nyuruh Bella kirim gambar ini ke Mbak. Ibu tau, pasti mbak Qiara nggak sempet buka sosmed. Kan mbak Qiara sibuk"

(BANTUAN SEMEN 50 BANTAL DARI KOMUNITAS PEMUDA PEDULI INDONESIA UNTUK KORBAN TANAH LONGSOR DESA SUMUREJO, SEMARANG)

Dito? Jadi ini alasan dia akhir-akhir ini sibuk dan nggak ada waktu. Apa mungkin, ini juga yang buat Dia...

Qiara teringat percakapannya terakhir dengan Dito. "Kita bahas ini lagi nanti ya, Ra. Aku capek, Aku nggak mau berdebat lagi sama kamu"

"Fotonya diupload kapan, Bell?"

"Abis Zuhur tadi, Mbak. Kan bener, udah ketebak. Pasti mbak Qiara belum liat."

"Mbak sama Kak Dito lagi marahan, Bell."

"Kok bisa? Gara-gara mantannya lagi?"

"Bukan Bella. Bukan itu. Mbak sebel, Dia nggak pernah tepatin janji. Seminggu yang lalu katanya mau kasih kepastian. Tadi pas ditagih jawabnya nggak sempet telpon orang tuanya."

"Ya. Kak Dito sibuk kali Mbak. Lagian sih mbak Qiara nagih janji kaya rentener uang. Hehehe"

"Ih. Bukan gitu. Mbak nggak mau, ujung-ujungnya udah nunggu lama, malah orangtuanya nggak setuju. Kan miris..."

"Iya, Bella tau Mbak. Tapi kan bisa diomongin baik-baik."

"Trus? Mbak harus gimana Bell?

"Minta maaf!"

"Kok? Jadinya Mbak yang minta maaf. Kan dia yang nggak tepatin janji."

"Udah cepetan sana, Minta maaf! Ntar kalo Ayah dan Bundanya Dira marahan. Dira mo maem sama susu dari mana?"

Bella selalu punya cara buat memulihkan perasaan Qiara. Walaupun sebagai adik, pemikirannya lebih dewasa. Qiara seperti perekat bagi Keluarga. Saat Ibu dan Bapaknya sedang salah paham, Ada saja celotehannya yang membuat hati mereka tergelitik dan akhirnya akur kembali.

"Ish. Dasar ratu halu. Iya, iya ini mbak mau minta maaf!"


Sudah bermenit-menit Qiara berjalan seperti setrika di dalam kamar. Ia masih takut untuk meminta maaf pada Dito. "Kira-kira Dito bakalan maafin aku nggak yah?" Ia bingung harus mulai dari mana. Namun, setelah memikirkan berkali-kali "Aku nggak bisa seperti ini. Pokoknya, harus minta maaf!"

"Dittt."

"Yaaa."

Tumben banget, Dito membalas chatku kaya kilat. Qiara menggumam heran sambil menjentikan jari telunjuknya pada dagu

"Masih sibuk?"

"Udah nggak. Sayang."

"Sayang? Sejak kapan, dibolehin panggil Aku dengan sebutan itu?"

"Emang nggak boleh?"

"Hmm, Gimana ya? Aku ngerasa aneh aja." Qiara senyum-senyum sendiri, merasa tergelitik dengan panggilan sayang

"Pokoknya, mau dilarang pun. Akan tetap kupanggil sayang."

"Terserah deh. Maafin ya, Dit."

"Maaf? Buat apa, Ra?"

"Ya, Aku minta maaf. Karna udah marah-marah, tadi."

"Oh soal tadi. Itu kamu marah beneran to?

"Dito!!! Serius. Harusnya tadi aku dengerin penjelasan kamu dulu. Maaf ya, udah egois dan nambah-nambahin beban pikiranmu"

"Iya, Qiara Sufiyani Adawiyah. Calon istriku"

"Yakin banget. Bakalan berjodoh"

"Emang. Aku yakin, kamu bakalan jadi istriku".

Dit. Sebenarnya bukan kamu. Tapi, Aku yang nggak yakin. Aku takut tak berakhir denganmu. Semesta selalu saja menyimpan maksud kedatangan seseorang. Dan diantara kita nggak ada yang bisa meraba masa depan.

"Aku mau video call boleh?"

"Jangan-Jangan. Aku nggak pake jilbab. Nanti aja!"

Qiara memang tidak pernah menerima Video Call dari Dito. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan. "Oh iya. Dit, gimana kegiatannya tadi, lancar?"

"Ra? Angkat telponku. Please."

"Telpon biasa aja ya?"

Gubrak. Qiara menjatuhkan ponselnya tanpa sengaja. "Astagfirullah, yah Hp-nya nggak nyala lagi. Baterai nya lemah kali yah". Ia menggerutu sendirian. Qiara berjalan menuju charger yang diletakan di atas meja dalam kamar. Saat langkahnya mendekat Ia tidak sengaja melihat buku yang sedari tadi ingin dibacanya "Jodoh Pilihan".

Qiara membawa buku itu dan membukanya lembar demi lembar. hatinya bergetar.

"Dua orang yang saling mencintai bisa terpisah bukan karena diantara mereka tak lagi punyai rasa, tapi DOSA. Setiap hati yang ingin mengejar cinta Rabb-Nya akan diuji pula dengan sesuatu yang Ia cintai."

Seperti ditegur. Dia bertanya-tanya. Apakah ini sebuah kebetulan?

Jemari Qiara terus membuka lembar berikutnya. "Nabi Adam dan siti Hawa dipisahkan berpuluh-puluhan tahun karena melanggar apa yang dilarang Rabb-Nya"

"Jodoh pilihan ALLAH. Bukan Ia yang kamu jemput dengan jalan berduaan ataupun dengan seringnya bertukar kabar juga perhatian. Akan tetapi, Jodoh terbaik dijemput dengan cara yang diRidhoi-Nya. Yakinlah, Dia akan mendatangkan yang pantas saat Kau ikhlas melepas."

"Ya Rabb. Apakah ini benar-benar teguran untukku? Kenapa semua serba kebetulan. Aku takut kehilangan Dito,
Apakah saatku melepasnya Kau akan datangkan pula dia sebagai yang pantas untukku?" Qiara terus berdebat hebat dengan batinnya.
Lembar demi lembar dia lewati. Sampai pada lembar ketiga, air matanya mengucur hangat membasahi pipi.

"Saat Zulaikha mengejar cinta Yusuf. Allah jauhkan Yusuf darinya. Namun, saat Ia mengejar Cinta Allah. Allah datangkan Yusuf untuknya"

Perasannya begitu kalut. Allah memberinya hidayah lewat tulisan-tulisan yang terselip pada buku itu.

"Ya Rabb. Semua takdir telah tertulis 5000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Inikah takdir yang Kau berikan untukku? Haruskah Aku harus meninggalkan Dito?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #zanara26