💐 Chapter 18. Siapa dia? 💐
Qiara dari tadi mondar-mandir di dalam kamar. Hatinya gelisah dan tak berhenti memikirkan sesuatu yang dilihatnya 1 jam lalu. Ia benar-benar tak bisa membohongi perasaannya sendiri.
"Semoga yang tadi kulihat semuanya salah," ucap Qiara sambil menggigit ibu jari.
ya Rabb. Apa ini jawaban dari istikhorohku? Apa Abang Ken bukan yang terbaik? Apa aku harus belajar mengikhlaskan untuk kedua kalinya? ucap Qiara berulang kali di dalam hatinya saat tak sengaja menelan cairan asin yang jatuh dari dari kedua mata sayupnya.
Bella merasakan sesuatu yang terjadi ketika melihat Qiara pulang dan langsung masuk ke kamar. Ia tahu apa yang menjadi kebiasaan wanita itu ketika ada masalah.
"Mbak Qiara? Mbak? Bukain pintunya dong!" Bella berusaha membujuk dibukakan pintu.
Qiara spontan membukakan pintu saat mendengar Bella menyebut namanya. Ia memeluk wanita yang berdiri di hadapnya. "Abang Ken jahat, Bell."
"Loh, loh, loh. Ada apa sih sebenarnya, Mbak?" ucap Bella sambil mengiringi kakaknya kembali ke kamar dan menutup pintu dari dalam.
"Pokoknya Abang Ken jahat!" teriak Qiara sambil menonjoki bantal yang dipangkunya di atas tempat tidur.
"Iya Bella tahu, tapi ceritain dulu!"
"Tadi aku ke cafe Senada, trus aku nggak sengaja mergokin
Abang lagi makan bareng sama mantannya."
"Hah? Masa sih mbak! Mbak salah lihat kali. Kan mantannya tinggal di Makassar."
"Beneran Bell. Tadi mbak lihat dengan jelas. Siapa yang duduk di depan abang."
"Pokoknya Bella tetep nggak percaya kalau itu Abang Ken. Kalau pun betul dia, aku yakin abang pasti punya alesan ngelakuin itu."
"Kok kamu malah ngebelain abang sih? Kamu nggak inget dulu waktu itu kamu juga ngebelain Dito padahal yang aku lihat itu nyata."
"Iya aku tau, Mbak. Tapi, abang Ken beda! Nggak sama kaya laki-laki lain. Pokoknya malem ini aku mau langsung tanya abang."
"Please nggak usah, Bell. Mungkin ini jawaban istikhorohku.
"Siapa, Dek?" tanya Ken sambil meletakkan Helmnya diatas meja ruang tamu saat mereka baru saja sampai di rumah.
"Bella," jawabannya diucapkan berbisik.
"Kok tumben, jam segini telpon," ucap Ken saat melihat jam di tangannya menunjukkan pukul sebelas malam.
"Katanya Qiara nangis," ucap Tiara sebelum meletakkan jari telunjuk di depan bibir. "Ssstt."
"Hah? Nangis!"
"Oh, oke-oke-oke. Sebentar yah, Bell. Nanti aku kabarin lagi. Assalamu'alaikum."
Tiara melirik ke arah Ken curiga. Ia menyipitkan pandanggannya pada lelaki berpakaian tertutup yang memboncengnya naik motor tadi. "Abang nyembunyiin apa dari aku?"
"Nyembunyiin apa, Dek. Orang nggak ada apa-apa, ucap Ken sambil berjalan membelakangi Tiara. Ia melepaskan switer abu-abu kesayangannya dan meletakkan itu di atas kursi.
"Bo'ong! Tadi pas adek ke toilet abang ketemu sama Kak Kay, kan?" tebak Tiara dengan tegas. "Bener kan?"
Ken yang mendengar pertanyaan itu langsung paham kenapa Bella menelpon adiknya malam-malam. Ia membalikkan badannya ke arah Tiara yang sedang duduk di kursi ruang tamu. "Jangan bilang? Qiara nangis gara-gara hal itu."
"Iya."
"Ya Allah. Trus abang harus gimana dong, Dek? Nanti kalau Qiara nggak percaya gimana?" Ken mulai gelisah dan merasa bersalah.
"Tadi Qiara nggak sengaja ngeliat abang duduk berdua sama kak Kay di cafe. Kok bisa? Jadi tadi abang bete beneran. Bodoh! Ini semua gara-gara aku. Kita gimana dong, Bang?
"Abang juga nggak tau, harus gimana," Ken mengeluh "Ya Allah. Kenapa semua harus terjadi?"
Ibu yang mendengar kedua anaknya sedang berdebat langdung keluar dari kamar dan mengikat rambutnya. "Ada apa sih kalian. Malem-malem berdebat."
"Ini loh buk," Tiara berusaha menjelaskan kronologi yang terjadi sebenarnya.
"Oh begitu. Trus kamu udah telpon Qiara."
"Belum, Buk. Takut Qiara nggak percaya. Kan dia nggak ngelihat aku tadi."
"Ya udah. Besok kamu dateng aja ke rumahnya. Coba jelasin pelan-pelan ke dia," ibu berusaha menenangkan kedua anaknya. "Biasanya emang gitu. Orang kalau mau ke jenjang serius pasti ada ujiannya."
Ken tak mengeluarkan sepatah kata pun. Ia hanya takut kehilangan Qiara, wanita yang ia kagumi sejak lama.
"Tapi beneran kamu nggak bohong kan, Tir?" tanya Qiara pada wanita yang dipercayainya.
"Ya enggak lah! Kalo kamu mau bukti. Aku bisa kok minta rekamn cctv di cafe itu semalem."
"Oh iya, Ra. Ibu pesen ke kamu. Katanya jangan terburu-buru ambil keputusan. Biasanya kalo orang mau nikah tuh godaannya banyak. Yang penting kamu jangan pernah berhenti berdoa meminta dilancarkan."
"Iya, Tir. Maafin aku yah."
"Aku juga minta maaf. Nggak seharusnya ninggalin abang sendirian."
"Ya nggak apa-apa. Kan kamu kebelet, ntar kalo kencing di celana kan berabe. Kasian kan abang harus nanggung malu."
"Oh jadi gitu ya. Udah bisa bercanda. Awas aja. Aku nggak bakal kasih penjelasan apa pun kalo terjadi apa-apa lagi."
"Tir? Kamu nyadar nggak sih. Selama ini kayanya kita susah banget dipisah. Apa memang ini udah tanda dari Allah kalo abang itu bakalan jadi jodohku? Tapi, entahlah..."
"Iya juga ya. Aku berharap bisa sama-sama kamu terus, Ra. Pokoknya kamu harus jadi istrinya abang."
"Amin," Qiara mulai ragu. "Tapi, kalau misalkan abang nggak berjodoh sama aku gimana? Kamu tetep mau jadi sahabat aku kan, Tir?"
"Hus. Nggak usah mikir yag enggak-enggak," Tiara berusaha meyakinnya sahabatnya. "Pokoknya apa pun yang kamu lihat atau apa pun yang kmu denger tentang abang. Aku mohon kamu jangan percaya dulu. Kamu harus tanya ke aku dulu, titik."
"Iya-iya. Ku janji!"
"Beneran janji? tanya Tiara sambil menunjukkan jari kelingkingnya.
Qiara langsung melingkarkan kelingkingnya di jari wanita bertubuh gendut itu. "Iya janji."
"Trus kapan nih, jadinya? Kapan abang dibolehin berkunjung ke Rumah."
"Secepatnya. Nanti aku kabari lagi yah, Tir."
Kedua sahabat itu berjalan keluar kamar menuju lantai bawah. Mereka melanjutkan obrolan di makan siang. Kali ini bu Hawa menyiapkan menu spesial kesukaan Tiara.
"Nah. Tuh dia udah pada turun. Kita makan yuk, Pak." ajak Ibu saat melihat Qiara dan Tiara menuruni anak tangga.
"Wah. Sayur asem," Tiara terkesan dengan makanan yang tersaji di atas meja makan. "Ada ikan asin, sambal terasi, tahu-tempe ditambah kerupuk. Bisa-bisa ketiduran nih abis ini."
Seisi ruangan terkekeh dengan celetukan Tiara.
"Ayo, Tir. Ambil duluan nasinya!" seru ibu mempersilahkan tamunya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top