💐 Chapter 16. Menerimamu 💐
Sampai kapan pun berusaha, semua orang tak akan sanggup melupa. Namun, dengan memaafkan setidaknya rasa sakit itu akan berkurang. Diri sendirilah yang perlu dimaafkan karena tak mampu menahan seseorang untuk tetap bertahan.
"Assalamu'alaikum, Tir. InsyaAllah aku terima niat baik Abang Ken," tegas Qiara dalam pesan yang dikirimnya.
Tiara yang sedang aktif di Whatsapp langsung menelponnya. "Halo, Assalamu'alaikum Ra? Ini beneran kan bukan mimpi?"
"Iya, Beneran. InsyaAllah aku terima niat baik Abang Ken," Qiara menjawab pertanyaan sahabatnya dengan lembut.
"Alhamdulillah. Makasih ya, Ra. Aku nggak tau mau ngomong apa tapi, makasih ya udah mau terima abangku."
"Semoga ini yang terakhir ya, Tir. Makasih, udah mau sabar nungguin keputusanku. Maaf juga udah buat semuanya menunggu."
"Iya nggak apa-apa. Trus kapan kalian nikah?"
"Ya enggak secepat itu lah, Tir. Walaupun aku dan abang udah kenal lama. Aku tetep mau mengenalnya lagi lewat ta'aruf."
"Harus yah? Pake kaya begituan."
"Ya kan. Aku nggak tau, abang itu visi dan misi pernikahannya seperti apa, sifat aslinya gimana, kebiasaannya apa aja. Ya pokoknya aku mau kenal Abang Ken bukan sekedar apa yang aku lihat."
"Ooh. Trus buat apa pake visi sama misi segala, udah kaya mau caleg aja," sahut Tiara dengan polos.
"Gini loh, Tir. Nikah itu kan ibadah, ya kita harus tahu tujuan membangun rumah tangga dari si calon itu apa. Visi itu sama seperti denah bangunan yang mau kita buat. Nah, batako, semen, kayu dan komponen lainnya itu kita pakai untuk membangun bangunan sesuai denah yang kita mau tadi. Sederhananya gitu."
"Oh paham-paham. Berarti banyak rumah tangga yang hancur karena visi dan misinya nggak jelas?"
"Ya bisa jadi salah satu penyebabnya itu. Kalau visi-misinya jelas dan sama, insyaAllah sebesar apa pun masalah yang dihadapi dalam rumah tangga pasti akan mudah menemukan jalan keluar."
"Dek, bantuin abang susun biodata ta'aruf yuk!" ajak Ken pada adiknya yang sedang asik menonton film kartun.
"Mana, Bang? Sini biar aku aja yang ketik biodatanya," ajak Qiara sambil mengecilkan suara televisi di depannya.
Tiara terlihat begitu bersemangat menggerakkan jari-jarinya mengisi form ta'aruf.
Sampai di satu bagian Biodata Ken bingung harus mengisi apa dan dia menanyakan itu pada Tiara. "Dek? Menurut kamu abang orangnya gimana?"
Tiara menjentikkan jari telunjuknya di pipi memikirkan apa yang akan ditulis pada bagian tersebut. "Hmm, abang itu orangnya-" obrolan Tiara terpotong saat ibu menyela pembicaraan kakak beradik itu.
"Abangmu itu orangnya baik, Dek. Sangking baiknya, dia sulit membedakan mana orang yang tulus dan mana yang bukan." sahut ibu dari belakang mereka saat merapikan meja makan untuk makan malam."
"Ah, Ibu. Kan aku jadi baik karna diajarin ibu juga," sahut Ken lembut dan berlari ke arah Ibu, mendekapnya dari belakang.
Ibu berusaha melepas pelukan anak lelakinya karena hal itu membuatnya tergelitik. Namun, usahanya gagal karena Ken tetap ingin berada di posisi yang sama. "Udah ah. Makan dulu yuk. Ibu udah siapin nih makanan kesukaanmu," seru ibu sambil mengusap tangan Ken yang sedang mengalungi lengannya.
"Dek? Makan dulu yuk! Abang udah laper nih," panggil Ken dari kursi Meja Makan yang didudukinya.
Sama seperti kehidupan kakak beradik di luar sana tidak selalu tampak harmonis. Kadang ada marah dan merajuknya tetapi, itu dulu saat Tiara dan Ken masih belum dewasa.
Sesusai menikmati makan malam. Di ruang televisi, ibu duduk sambil membuka album pernikahannya. Ia meniupi debu yang menutupi album itu. Tidak sebagus dulu rupanya.
"Andai bapakmu masih ada, Ken. Pasti dia seneng banget ngelihat kamu nikah sama Qiara." ucap Ibu pada Ken yang sedang duduk menemaninya.
"Belum, Ibu. Kan Ken masih mau ta'aruf dulu sama Qiara."
"Iya tetep aja. Ibu yakin kalian bakalan berjodoh. Entah kenapa akhir-akhir ini ibu sering banget mimpi-in kamu sama Qiara nikah."
"Iya, Ibu. Mimpi itu bisa jadi karna ibu terlalu kepikiran tentang hal itu," balas Qen lembut.
"Kamu itu harusnya mengaminkan harapan ibu, Ken. Bukan malah memungkinkannya nggak akan terjadi."
Ken tersenyum mendengar protesan ibunya. "Iya ibuku sayang. Terus doakan Ken ya. Semoga ini yang terakhir buat Ken."
Saat yang lain datang kau malah pulang. Takdir kadang membuatku bimbang.
(Qiara Setiyani Adawiyah)
Bella sengaja menguping obrolan Airin dan Qiara yang tak sengaja didengarnya saat berjalan menuju kamarnya. Telinganya dilekatkan pada pintu milik Qiara.
"Kalaupun masih ada sedikit perasaanku buat Dito. Aku akan pelan-pelan hapus itu, Kak."
"Loh. Jangan dong, Ra. Kalau masih bisa diperjuangin kenapa enggak?"
"Semuanya udah terlambat, Kak."
"Nggak ada yang terlambat, Ra. Selagi kamu mau berusaha memahami apa yang dia mau."
"Selama ini aku yang selalu pahami Dito tapi, dia nggak paham maksud aku," ucapannya membuat Airin terdiam. "Kak? Doain aku yah. InsyaAllah tahun ini aku akan nikah. Doain juga semoga lancar sampai hari H."
"Tapi, Ra?"
"Aku rasa udah nggak ada lagi yang perlu di bahas, Kak. Semuanya udah jelas. Aku yakin, Dito juga kasih keputusan itu dengan banyak pertimbangan dan menurutku ini yang terbaik untuk aku dan dia."
Qiara menutup telponnya setelah mengucap salam dan melangkah perlahan ke luar kamar. Ia terkejut mendapati adiknya ada di depan kamarnya sedang meletakkan telinga di pintu.
"Ish. Ni pintu banyak debu banget sih. Nggak pernah di lap yah, Mbak?" bella beralasan mengusap tangannya pada gagang pintu dan berbegas ke tempat lain.
Tiga hari kemudian setelah perbincangan terakhir Qiara dan Airin. Ada pesan masuk dari nomor baru di whatsapp milik Qiara.
"Assalamu'alaikum, Ra. Aku denger kamu mau nikah ya?"
Qiara penasaran. Siapa yang memberi tahu berita itu sedangkan Ia maupun keluarga dari Ken tidak ada yang menghumbar dan memilih untuk menutupnya rapat-rapat. Ia langsung menanyakan hal itu pada Airin.
"Kak Airin? Kasih tau yah ke Dito kalau aku mau nikah?
"Hah? Enggak kok, Ra."
"Iya soalnya kabar ini nggak ada yang tahu selain keluarga dan Kak Airin."
"Kemarin aku emang sempet telponan sama Dito. Cuma dia cerita katanya denger kamu mau nikah, tapi bukan dari aku."
"Kok bisa ya? Padahal nggak ada yang tahu soal ini. Oh ya. Maaf ya, Kak. Aku kirain Kak Airin yang kasih tau."
"Iya nggak apa-apa, Ra. Aku juga sama kok udah berusaha nutupin kabar pernikahanku. Eh, cepet banget nyampenya ke telinga orang."
"Oh ya? Trus Kak Airin nikah kapan jadinya? Jangan lupa undang aku ya."
"Pasti dong, Ra. Kamu itu harus dateng. Pokoknya wajib, atau kita mau satu pelaminan aja?"
"Kak Airin," ucap Qiara lembut. "Jangan buat aku bimbang. Harus memilih yang mana," qiara berusaha melucu.
Airin pun membalas guyonan. "Kalo udah mau nikah harusnya nggak bimbang dong, Ra."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top