💐Chapter 11. Tersipu Malu 💐

Semua yang datang menjenguk  sudah pulang ke rumah masing-masing. Kecuali  Qiara, Ken dan ibunya masih di dalam ruangan Mawar. Sampai sekarang Tiara masih sering mengigau menyebut nama sahabatnya dan belum juga sadarkan diri. Ken berjalan mengambil selimut untuk menutupi tubuh ibunya dan  wanita yang enggan berpindah dari samping adiknya, Qiara.

"Loh Dito? Fajar? Katanya mereka mau pulang," Ken tercengang melihat kedua lelaki itu duduk di kursi pengunjung.

"Bang? Gimana keadaan Tiara, Bang?" tanya Dito saat terbangun mendengar suara pintu ruangan 3C dibuka oleh Ken.

"Belum, Dit. Oh iya makasih banyak ya, Dit. Kamu udah rela-rela-in ketiduran di kursi buat temenin kita," ucap Ken di samping lelaki yang dicintai wanita kesayangannya. 

"Nggak apa-apa, Bang. Lagi pula ini semua karna aku juga kan?" ucap Dito menyalahkan dirinya sendiri.

"Udah-udah. Nggak usah diungkit lagi kecelakaan yang kemarin. Oh iya Aku mau ke mushola dulu. Kamu mau ikut nggak?"

"Hmm. Nggak usah, Bang. Aku disini aja. Barangkali nanti Ibu atau Qiara butuh sesuatu, aku bisa bantu."

"Oke. Aku titip mereka ya, Dit.

Ken menitipkan Tiara pada Dito sedangkan Fajar masih tertidur pulas di atas kursi. Ia berjalan ke Mushola Rumah sakit untuk menunaikan solat tahajud. Udara di luar begitu dingin karena baru selesai hujan. Kedua tangannya menyilang dan memgusap-usap kedua lengan untuk menghangatkan diri.

"Sssss. Dingin banget hari ini," ucap Ken mengigil.

Seisi mushola senyap. Tidak ada siapa pun di dalamnya. Ken melangkah ke tempat berwudhu dan bergegas menunaikan solat sunnah. Di akhir ibadahnya ia terus mendoakan kebaikan-demi kebaikan untuk orang-orang tersayang.

"Ya Rabb Yang Maha Pengasih, Yang Maha Mendengar. Hanya kepada-Mu-lah hamba meminta. Hanya kepada-Mu-lah hamba berserah. Berikan kesembuhan untuk Tiara dan ibu ya Rabb. Jadikan sakit yang sedang mereka rasakan saat ini sebagai penggugur dosa dan jadikan-lah kami orang-orang yang ikhlas menerima apa pun takdir-Mu di saat ini juga masa yang akan datang," ucap Ken lirih.

Dito berjalan mencari toilet. Namun, ia membalik arah ke Mushola karena letaknya yang lebih dekat. Saat berjalan mendekati pintu mushola ia tidak sengaja mendengar suara Ken yang sedang memanjatkan doa.

"Ya Rabb. Pemilik hati setiap makhluk-Nya. Jika bukan ia jodohku. Jangan buat aku berharap lebih pada selain-Mu dan Jika ia jodohku, mudahkanlah langkah ini untuk segera menghalalkannya. Aku cukup sadar Ya Rabb, diri ini masih banyak kurangnya jika bersanding dengan dia. Maka kirimkanlah orang-orang terbaikmu agar bisa menemaniku dalam hijrah. Amin ya rabbal 'alamin," sebut Ken saat mengakhiri doa. 

Ken terkejut saat membalikkan tubuhnya dan terdapat Dito di belakangnya. "Doain siapa sih bang? Kayanya khusyu banget kedengerannya," tanya Dito jahil.

"Loh Dito? Kamu udah dari tadi disini?" ucap Ken heran.

semoga saja nama yang aku sebutkan tidak terdengar oleh Dito, gumam Ken begitu cemas.

"Nggak kok bang. Baru aja masuk," ucap Dito mengelak yang terjadi sebenarnya.

"Trus ngapain kamu di dalem Mushola? Mau sholat juga?" tanya Ken untuk meyakinkan bahwa doa yang baru saja diucapkan tidak terdengar oleh Dito.

"Dingin banget, Bang. Jadinya aku ke mushola deh buat angetin badan."

"Oooh, ya udah. Kita balik yuk, Dit."

"Uhuk-uhuk, uhuk-uhuk," Qiara tidak bisa berhenti berbatuk. Sleep apnea-nya kambuh.

"Qiara ...," Tiara membuka matanya perlahan. Namun, penglihatannya masih samar dengan wanita yang ada di sampingnya.

"Iya aku disini, Tir. Uhuk-uhuk, uhuk-uhuk. Kamu udah sadar?" tanya Qiara sambil menggerak-gerakan kelima jari kanannya memastikan penglihatan Tiara sudah kembali pulih. 

"Qiara ..." Tiara tak mampu melanjutkan ucapannya. Hanya ada air mata yang terus mengalir dari kedua matanya. "Maafin aku."

Qiara mengusap air mata itu dengan kedua tanganya. "Kamu nggak salah apa-apa, Tir. Seharusnya aku yang minta maaf sama kamu. Semua ini salahku."

"Abang Ken ..." sebut Qiara tak berdaya saat melihat abangnya berjalan dari pintu kamar mendekatinya.

Ken mencium kening adik kesayangannya. Sedangkan ibu masih tertidur di kasur pasien yang sedang kosong disebelah Tiara. Ken ataupun Qiara tidak ada yang berani membangunkan ibu. Mereka tahu ibu seharusnya memang seperti itu, istirahat karena ibu juga sedang sakit.

mengiri sekali aku dengan Tiara. Memiliki kakak lelaki yang begitu perhatian dan sayang dengan keluarganya. "Uhuk-uhuk. Uhuk-uhuk," gatal di tenggorokan Qiara belum juga mereda.

"Biar abang aja yang ambil airnya, Ra. Kamu duduk aja disini," ucap Ken yang melihat Qiara akan beranjak dari tempat duduk.

"Ng-Nggak usah Bang. Biar Qiara aja," ucap Qiara sambil menahan tangan Ken yang ingin bergegas dari sampingnya.

"Ehem. Ehem. Oh jadi begitu yah kelakuan kalian. Pas aku lagi sakit," sindir Tiara menjahili sahabatnya yang memegang tangan Ken.

Kedua pasang mata dihadapan Tiara tersadar dengan hal yang dimaksudnya. Qiara terkejut dan meminta maaf pada Ken.

"Astagfirullah. Maaf-maaf. Qiara nggak sengaja, Bang."

"Sengaja juga nggak apa-apa kok, Ra. Aku setuju," ucap Tiara jahil.

Qiara tersipu malu dan tidak bisa menghilangkan kecanggunannya di depan Ken dan sahabatnya.

"Awas kamu ya," ucap Qiara yang spontan memukul kaki Tiara.

"Aduh. Sakit, Ra. Ampun, Ra."

Ibu terbangun mendengar suara mereka. Ken melangkah ke arah ibu dan menuntunya berjalan menemui Tiara.

"Pelan-pelan, Buk."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #zanara26