💐 Chapter 10. Penyeselanku 💐

Seisi rumah bertanya-tanya sebenarnya apa yang terjadi dengan Qiara. Ibu sangat khawatir dengan putri sulungnya yang pulang ke rumah membawa tumpahan air mata.

"Mbak? Mbak Qiara kenapa? Buka pintunya dulu Mbak," tanya Bella khawatir.

jadi ini berita yang mau kamu bilang semalam, Tir? Padahal kamu tahu luka yang lama belum benar-benar pulih. Malah ditetesi lagi dengan pertemuan yang membuatku mengingat kembali perihnya, lirih Qiara di dalam hati.

"Aku nggak pengen diganggu siapa pun. Aku pengen sendiri dulu!" teriak Qiara dari dalam kamar.

Dari saku celana Bella terdengar dering panggilan masuk. Saat layar ponsel dihidupkan tak tertulis nama penelpon-nya.

"Siapa, Bell?" tanya Ibu.

"Nggak tau, Buk."

"Oh ya udah. Angkat dulu-angkat dulu, kali aja penting."

"Halo. Assalamu'alaikum, Bell. Qiara udah sampe rumah?"

"Wa'alaikum salam. Maaf ini siapa ya?"

"Ini Abang Ken, Bell. Tiara kecelakaan waktu ngejar Qiara di Resto tadi."

"Apa, Bang? Mbak Tiara kecelakaan? Trus udah di bawa ke RS blum?"

Ibu yang mendengar kabar itu spontan menutup mulutnya. Hari ini kedua putrinya membuat ia cemas.

"Abang mau minta tolong sama kamu, Bell. Bisa kan temenin Tiara di RSU Harapan Ibu? Sekarang dia masih belum sadar. Abang mau pulang ke rumah dulu ambil pakaiannya sekalian kasih tau ibu."

"Iy-iya bisa, Bang. Mbak Tiara dirawat di ruangan apa?"

"Ruang Mawar. Nomor 3C."

Bella dan Ibunya tidak terpikirkan sama sekali untuk memberitahu kabar ini pada Qiara. Mereka terburu-buru sedang Qiara mulai kehabisan tenaga karena menangis. Ia tertidur dan pintu kamarnya masih dikunci.

"Ada apa, Buk? Kok pada buru-buru?" tanya pak Adam saat melihat anak dan istrinya menuruni tangga dengan cepat.

"Tiara, Pak. Tiara kecelakaan," Jawab ibu gemetar.

"Innalillahi. Kok bisa?"

"Mbak Tiara kecelakaan karna kejar mbak Qiara," sela Bella menjawab pertanyaan dari ayahnya.

"Udah, Pak. Nggak usah banyak tanya. Nyala-in mobil! Kita kesana jenguk Tiara dulu."

"Iya, Buk. Bapak tau, emang ibu mau kesana pake daster sependek itu? Nggak mau pake jilbab dulu?"

Ibu menjatuhkan pandangan pada dirinya sendiri. Ibu ingin tertawa tetapi terurungkan karena harus segera datang ke Rumah Sakit.

Dari ruang tunggu Ken melihat keluarga Qiara berjalan menuju ke arahnya. Tampak dari raut wajah mereka semua mengkhawatirkan adik yang sangat ia sayangi. Qiara tidak tampak diantara mereka.

apa Qiara masih marah sama adikku.
Apa karena masalah itu dia tetep nggak sudi bertemu sahabatnya. Se-egois itukah Qiara sebenarnya? debat Ken di dalam hati.

"Ken, bagaimana keadaan Tiara?" Tanya ibu cemas.

"Udah dijahit lukanya, Buk. Tapi, dia masih belum sadar."

"Trus ibu dirumah gimana? Udah dikasih tau?"

"Belum, Buk. Aku sengaja nggak telpon ibu. Soalnya ibu lagi sakit, takut berita ini bakalan buat ibu tambah drop kalau dikabarinnya lewat telpon."

"Oh ya udah. Kamu jemput ibu dulu aja, Ken. Biar Tiara kita yang jaga."

"Iya, Buk. Ken titip Tiara ya. Nanti kalau ada apa-apa kabarin Ken aja."

"Nak, Ken? Kamu mau pulang sendiri? Apa nggak sebaiknya bapak antar?" tanya pak Adam dari sebelah istrinya.

"Nggak usah, Pak. Kebetulan ada temen Ken dua orang yang anterin ke rumah."

"Oh ya udah. Hati-hati ya, Nak."

"Iya Pak," Ken mengambil tangan pak Adam untuk salam. " Bell, abang titip Tiara ya."

"Iya, Bang. Abang hati-hati yah."

Bella dari tadi sibuk menghubungi Qiara. Sudah 1 jam lebih telpon darinya tidak diangkat. "Apa jangan-jangan mbak Qiara ketiduran?"

"Lagian kok bisa sih Tiara sampe kecelakaan? Emang ada apa sebenarnya?" ucap Ibu heran.

Pak Adam segera menenangkan istrinya yang terlihat begitu cemas. "Ibu duduk dulu ya. Kita berdoa aja semoga Tiara tetep baik-baik nantinya."

"Gimana, Bell? Mbakmu udah angkat telponnya?"

"Belum, Buk. Kayanya mbak Bella ketiduran deh."

Semua menunggu di luar ruangan karena keluarga atau pun yang datang menjenguk Tiara belum diperbolehkan masuk. Alasannya takut mengganggu waktu istirahat pasien.

Waktu mendekati pukul 5 sore. Qiara baru terbangun dari tidur. Kakinya melangkah keluar kamar. Namun, tak satu orang pun terdengar suaranya.

"Pada kemana semua sih?" Qiara membuka pintu kamar Bella "Bell? Bella ...

Ada panggilan masuk dari telponnya. Suasana hening membuat nada telpon itu terdengar sampai di lantai bawah. Ia segera naik ke atas untuk menggangkat telpon.

"Halo. Assalamu'alaikum, Mbak. Dari mana aja sih? Ditelpon dari tadi nggak diangkat." tanya Bella kesal.

"Mbak baru bangun, Bell. Kamu lagi dimana? Kok ibu sama bapak juga nggak ada di rumah?" jawab Qiara masih setengah mengantuk.

"Mbak Tiara kecelakaan, Mbak!"

"Innalillahi. Kapan?"

"Tadi waktu kejar mbak di Resto."

"Ya Allah. Tiara maafin aku," Qiara meneteskan air matanya dan terus-menerus menyalahkan dirinya sendiri. "Bell, kamu kasih tau mbak sekarang Tiara di ruangan apa. Mbak kesana sekarang."

Qiara terburu-buru menuju RSU Harapan Ibu. Kali ini ia tidak berani mengendarai motor sendirian. Hampir 10 menit Qiara menunggu kendaraan di depan rumah, tapi tak satu pun yang lewat dihadapannya. Ia juga tidak bisa memesan ojek online karena sinyal saat ini sedang buruk.

"Ra? Ayo masuk!" panggil Ken dari dalam saat kaca mobil terbuka.

Dito? Kenapa harus bertemu dia lagi? Kenapa semesta selalu mengujiku? Ayo Qiara, Kamu nggak boleh egois. Kamu harus jenguk Tiara. Dia sahabatmu, lebih penting dari siapapun termasuk egomu sendiri," seru Qiara dalam hati berusaha menghilangkan ego sendiri.

"Ibuu," sebut Qiara lirih. "Maafin Qiara yah, Buk. Seandainya saja Qiara nggak semarah itu. Tiara pasti baik-baik aja sekarang."

Ken, dan Dito tidak berkomentar apapun mendengar ucapan Qiara barusan sedangkan Fajar tetap fokus mengendari mobil.

"Ini udah jalannya, Tiara. Ibu udah maafin kamu, Nak. Sekarang kita doain aja. Semoga Tiara segera pulih," ucap ibu dengan lembut.

"Semua ini karna saya, Buk. Seandainya saja saya ..." ucapan Dito terpotong.

"Udah Dit. Kita nggak akan menyalahkan siapa pun disini. Semua takdir yang terbaik dari Allah. Lagi pula kejadian tadi itu murni karna Tiara nggak hati-hati menyebrangnya," tegas Ken yang melihat kejadian sebenarnya tadi siang.

Tangisan Qiara semakin tidak tertahankan. Tir, aku memang nggak pantes jadi sahabatmu. Aku jahat.

Tidak ada orang yang setabah dan sebaik keluarga mereka. Baik Ken maupun ibunya sama sekali tidak menyalahkan siapa-siapa atas kejadian ini. Namun, dari cermin yang tertempel di kaca depan mobil terlihat Ken begitu khawatir memikirkan Tiara.

"Ra? ini tisu. Usap dulu air matanya," ucap Ken dari kursi belakang.

Akhirnya mereka sampai di Rumah sakit. Ibu dan Qiara menuju ruangan tempat Tiara dirawat. Sedangkan Ken dan yang lainnya menebus Resep yang diberikan dokter.

Saat langkah mereka mendekati ruangan. Tiba-Tiba suster dan dokter menggiring mayat keluar dari dalam ruangan Mawar.

"Tiara... maafin aku, Tir. Kenapa secepat ini kamu pergi, " ucap Qiara terisak-isak sambil memeluk tubuh yang tertutupi kain kafan itu.

"Mbak? Mbak, Qiara? Mbak Tiara dari tadi panggil-panggil nama mbak terus. Masuk dulu yuk," panggil Bella di sampingnya.

"Loh ini?" Qiara menunjuk mayat di hadapannya.

"Bukan, Mbak. Mbak Tiara ada di dalam," jawab Bella dari pintu ruangan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #zanara26