💐 Chapter 1. Penantian 💐

hemmm, wanginya aroma Roti dan seduhan kopi, suara langkah kaki yang dipercepat, alunan musik keroncong, tempat ini menyimpan banyak haru, temu, dan rindu, ucap wanita berkacamata itu dalam hati.

Baru sekejap menikmati suasana pagi di Stasiun Poncol, suara dering ponsel dalam genggamannya mengejutkan. Qiara Septiyani Adawiyah, pupilnya mengerucut, "Nomor Baru?"

"Halo. Selamat pagi, Mbak. Saya driver Go-Car. Ini benar dengan Mbak Qiara?"

"Oh iya, tadi kan aku pesan Go-Car," ucap Qiara saat tersadar.

ah, Semarang selalu punya cara menghanyutkanku, ia bergumam kembali dan berjalan menuju pintu keluar.

"Halo? Halo Mbak? Halah, piye to iki nggak dijawab"

Dari sebelah kanan. Ada seorang wanita yang tak dikenal menepuk kencang pundaknya. "Mbak! ituloh HP-mu ada yang
Bilang halo-halo dari tadi"

"Oh iya, iya Mas?"

"Saya Parman, driver Go-Car. Ini saya masih di lampu merah Tugu Muda. Kemungkinan 5 menit lagi baru sampe situ."

"Oh iya. Nggak apa-apa, Mas"

"Supaya memudahkan, bisa tolong sebutkan warna baju yang dipakai apa?"

"Saya pakai gamis hitam, jilbab pink sama kaca mata frame gold, Mas"

"Oh nggeh, nggeh mbak. Maaf, nanti saya jemput mbak di luar yah. Di depan Warung Nasi Padang Bundo, Sebelah kanan stasiun. Soalnya Go-Car nggak bisa masuk ke dalam stasiun, Mbak."

"Oke, Mas. Makasih ya"

Ia melanjutkan langkahnya menuju tempat yang dijelaskan driver Go-Car tadi. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Krucuk-krucuk, kedua tangannya meremas perut. Dari semalam Qiara memang belum makan apapun. Hanya minum air mineral saat di perjalanan. "Dit, aku udah nyampe Semarang." Qiara mengabari Dito.

ish cuma di Read, Mungkin masih sibuk, Qiara berusaha memikirkan positif saat pesannya tak dibalas.

Selang sepuluh langkah mendekati warung padang. Kaca mobil Mitsubisi-Xpander terbuka. Dari dalam tampak lelaki muda menyapa. "Mbak Qiara bukan? Saya driver Gocar yang mbak pesan tadi," sapa driver Go-Car itu.

"Hah? Ini nggak salah. Ganteng banget drivernya. Mas-Mas dianter sampe KUA ade juga mau" Qiara menggeleng-gelengkan kepalanya cepat "Astagfirullah Qiara. Sadar-sadar! Tundukin pandangan, bukan mahrom"

"Mbak? Halah. Malah ngelamun lagi."

"Ha? Iya-iya Mas"

"Silahkan masuk mbak," driver itu membuka pintunya untuk Qiara.

Sepanjang perjalan menuju kosan. Parman selalu mengajak penumpangnya berbicara. "Dari mana, Mbak?"

"Jakarta Mas," jawab Qiara singkat.

"Tujuan kesini, kuliah?"

"Nggak Mas. Alhamdulillah, Oktober kemarin baru wisuda."

"Trus kesini tujuannya ngapain?" Qiara mulai risih karena merasa driver Gocar ini SKSD (Sok Kenal Sok Deket) banget.

"Ada urusan."

"Ohhh. Mau minum, Mbak?"

"Ha? Nggak usah Mas, nggak usah," Qiara merasa sungkan dan akhirnya bertanya balik. "Masnya driver Gocar beneran?"

"Kenapa mbak? Ganteng ya?" driver itu memberi senyum tipis dari cermin yang menggantung pada atap mobil.

"E-enggak Mas. Soalnya beda aja foto drivernya."

"Oh itu. Jadi begini mbak, mobil saya ini biasa dipake sama supir pribadi. Ya, dari pada nggangur dirumah, mending dipake dia. Tadi saya liat ada orderan masuk di Hpnya, trus saya terima aja. Kebetulan lagi nggak ngantor"

"Hmmm. Jadi begitu to" Qiara mengangguk-angguk mengisyaratkan paham dengan penjelasan Driver Go-Car itu

"Nah. Ini udah sampe tujuan."

Qiara menyodorkan uang untuk membayar biaya GoGar. "Ini Mas".

"Nggak. Nggak usah mbak. Anggep aja itu hadiah karna udah mau ajak saya ngobrol sepanjang jalan"

"Hah? Yang bener ini?"

"Iya beneran Mbak. Saya ikhlas kok"

Mobil Mitsubisi-Xpander putih itu semakin menghilang dari pandangan. Qiara berjalan menuju pintu masuk. "Syifa? Assalamu'alaikum. Tolong bukain pintunya dong!"

"Heeek" Qiara kesulitan bernafas.
Ia terbangun " UhuUhuk-Uhuk"

"Mbak? Mbak Qiara kenapa?" Syifa yang sedang asik menonton film korea bergegas mengusap-usap punggung Qiara.

"Sebentar, Aku ambilin air hangat, mbak minum ya!"

"Uhuk, Uhuk"

Ya Allah. Sebenarnya kenapa ini. Apa aku kecapekan lagi? Tapi kan aku di kereta tidur terus. Masa Capek? Atau jangan-jangan aku punya penyakit lain. Qiara terus-menus bertanya pada dirinya sendiri. Beberapa menit kemudian Syifa datang membawakan segelas air hangat.

"Ini mbak, diminum dulu, biar enakan"

Dengan suara paruh Qiara bersuara. "Makasih yah Syifa"

"Sama-sama Mbak. Oh iya, mbak Qiara udah maem? Kalau belum biar aku beliin Nasi Warteg, atau mbak Qiara bilang aja mau makan apa nanti aq be~~~

"Fa?" Qiara memotong Syifa dan memegang tangannya lemas "Aku nggak apa-apa kok. Tadi kan, sebelum tidur Aku udah makan Roti"

"Roti? Roti yang mana, Mbak?" Syifa memastikan dengan nada sedikit jengkel " Orang jelas-jelas, Mbak tuh cuma nyubit sedikit, trus tidur deh. Aku beliin makan yah?." Syifa memohon dengan nada manja sambil menggabungkan kedua telapak tangannya.

Walaupun bukan saudara apalagi sedarah. Bagi Syifa, Qiara sudah dia anggap sebagai kakak kandung, teman sekaligus Ibu. Tinggal di rantauan membuat mereka menjadi akrab. Apa pun yang Syifa butuhkan selalu berusaha dipenuhi Qiara, Mereka juga sering bertukar pikiran tentang kehidupan.

"Nggak usah Syifa sayang. Tadi mbak ada janji sama temen, mau makan bareng"

"Tapi mbak? Ini tuh udah jam setengah 12, udah mau Zuhur"

"Hah. setengah 12? Kok, kamu nggak ngebangunin mbak?

"Abisnya, tadi mbak Qiara, tidur pules banget. Aku mau ngebangunin, juga nggak enak."

Qiara yang tahu, sudah jam setengah 12 siang, terburu-buru berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci muka. Duh, kok aku bisa ketiduran sih. Kalo Dito nungguin aku, gimana?

"Hmm. Dit? Trus, kelanjutan hubungan kita gimana?" Dengan hati-hati Qiara mengeluarkan kata demi kata "Aku, disini cuma sehari. Besok harus pulang"

"Kok buru-buru sih, Ra? Baru... juga ketemu"

"Lagi pula, Aku lama disini pun, Kamu tetep nggak ada waktu buat Aku, kan?"

"Oh, jadi..." Dito menyilang tangannya di depan "Ibu Qiara Sufiyani Adawiyah kesel gara-gara itu?" diikuti tertawa jahil.

"Dito? Aku serius. Kapan sih kamu seriusnya?"

"Ra? Aku serius. Emang kaya begini aku orangnya".

"Iya. Tapi kalo lagi serius, ya serius Dit. Aku rela-relain ke Semarang, luangin waktu buat ketemu kamu. Buat hubungan Kita" Matanya mulai berkaca-kaca. Qiara berusaha menahan tangis. Ia menundukan kembali pandangannya. Ia takut Dito melihat matanya.

"Oke" Dito memperbaiki posisi duduknya dan mengerucutkan pandangan hanya pada wanita yang ada di hadapannya. "Ra...? Lihat Aku!
"Hhmm" Qiara mencoba menutupi kesedihannya. Namun, suaranya bergetar dan Dito sadar dengan hal itu.

"Ra... Kita udah pernah ngomongin ini sebelumnya kan? Aku belum siap kalau nikah dalam waktu dekat ini. Aku mau lanjut S2 dulu"

"Kan lanjut S2-nya bisa setelah kita nikah!"

"Nggak semudah itu Ra. Aku tahu diri, Aku belum siap mental, finansial, juga spiritual"

"Kalo gitu. Kasih Aku kepastian, restu orangtuamu. Aku takut udah menunggu lama, mereka nggak setuju. Lebih baik, Aku tahu dari awal dari pada banyak waktu yang terbuang sia-sia"

"Okey" Dito menarik nafas dalam, lalu menghembusnya payah "Kasih Aku waktu 1 minggu, buat omongin semua ini sama orang tua"

"Janji?"

"Iya Janji"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: #zanara26